(foto:jhon s rogi/komunitas balobe fotografi
papua)
Di kala sinar surya di lapangan langit
Terpancar di sela pepohonan membakar bumi
Ladang hijau pun mengguningnya
Sunyi nan sepi tertatih menyusuri rimba
Lambaian dedaunan mengiring langkanya
Bersama nyanyian burung menguping
Bagai musik klasic pengibur perjalanan
Menuju kebun alam sumber harta nafas tersimpan
Hitam manis wajah penuh berseri
Tubuhnya yang keriput itu tersengat panas mentari
Mengayungkan tangan perkasanya di pohon
Mentokok sagu, meramu berkah, menafkahi hidup
Di atas adonan keranjang mentapis ampasan sagu
Air jernih di pematang kayu mengalir menderas
Bagaikan tangisannya yang penuh deras atas lahan sagunya
Dari serbuan maut tangan-tangan serakah investor sawit
Ladang dan lahan sagu di negri ini
Menjadi binatang buruan kaum kapitalis
Selembar daun merah bernama tuan rupiah
Menyogok raja-raja kecil anak negri
Yang bermega dan bertahta di istana birokrasi
Untuk menutupi telingga hingga matanya
Walaupun rakyatnya deru tangis masih menjerit
Merebut lahan-lahan sagu yang di rampas para pemodal
Dengan berbagai syahdu yang melantunkan sebuah nada
Kami bisa hidup tanpa sawit tapi kami tak bisa hidup
tanpa sagu
Wahai kaum pemimpin anak negeri
Yang bertahta berkuasa mengambil kebijakan
Selaraskanlah hukum untuk berkeadilan
Memilah antara hak adat dan hak negara
Melihat mana milik rakyat nan milik pemerintah
Kami hanya haus sebuah keberpihakan dan pengakuan
Kami hanya lapar sebuah keadilan dan kejujuran
Karena inilah kebun kehidupan tempat merambah berkah
Di sanalah Tuhan melimpahkan sumber ekonomi
Di sinilah tempat bersemayam roh para leluhur dan
Generasi akan menyambung nafas seribu tahun lagi
Cukuplah-cukup, kami tak mau meratapi lahan hidup
Wahai kaum serakah perampas kehidupan
Karya: AGBG
0 Komentar