Air Mata Emas Jatuh Di Anggaduber


Oleh : Beny Mawel 

Ist
Suva, 7/5 (Jubi) – “Oh…dia pu keindahan itu sungguh luar biasa,”tutur Mofu memuji Anggaduber yang penuh dengan panorama indah menawan hati. Katanya, angin lautan teduh bertiup. Dedaunan kelapa menari-nari, hamparan pasir membentang jauh menghiasi bibir pantai pasir dua. Gelombang ombak laut menghantam karang bertepuk dada.

Anak-anak pulau mendayung perahu, menghalau gelombang laut, antara terhanyut dan selamat dari hantaman ombak menjadi taruhan nyawa. Mereka mengejar cita-cita menuju daratan emas. Guru-guru yang menjadi jembatan cita-cita emas dan kenyataan tidak pernah ada di tempat. Anak-anak hanya bisa bercita-cita dan bermain hingga habis waktu masa sekolah.

“Saya dengan teman-teman datang pagi hanya untuk main kelereng di sekolah, lalu pulang. Saya tidak pernah tahu guru saya ada di mana,” ujar bocah itu, mengisahkan hari-hari sekolah bersama teman-temannya kepada Mofu yang baru tiba untuk praktik mengajar dari kota.

“Saya tidak salah datang untuk Kuliah Kerja Nyata (KKN) di tempat ini. Mereka sangat membutuhkan kehadiran saya. Saya harus mengajar mereka mengapai cita-cita,” ujar Mofu sambil manatap boca polos berkaki telanjang. Bocah itu bernama Jarangga.

“Jarangga, ko bilang teman-teman datang ke sekolah besok pagi. Kita akan belajar,” pesan Mofu.

Jarangga menginjakan dan senyum gembira menyambut pesan, lalu membawa kabar menuju kampung ke kampung menyampaikan pesan kepada teman-teman.Mofu membawa cita-cita akan mengajar besok pagi ketemu pihak pengelola sekolah.

“Saya perlu ketemu kepala sekolah,” ujar Mofu menjelaskan maksud kedatangannya kepada penjaga sekolah yang kebetulan bertemu  dalam perjalanan ke lingkungan Sekolah.

“Kepala sekolah lagi keluar kampung,” jawab penjaga sekolah yang hanya berijazah Sekolah Dasar itu.

“Adakah guru yang lain? Saya mau ketemu sekarang ini juga. Ini  sangat mendesak,” dengan sopan Mofu meminta tolong kepada penjaga sekolah.

“Guru honor saja yang setiap hari ada. Tetapi, mereka juga jarang masuk kelas untuk mengajar,” jawab sang penjaga sekolah.

“Mengapa begini….” gumam Mofu lalu tanya “Kalau mau mengajar, saya harus ketemu siapa?”

“Kalau begitu, Ade, kita ke kaka Mananwir,” sang penjaga sekolah mengajak Mofu ke rumah yang tidak jauh letaknya.

“Ade, kita memang sangat parah sekali. Anak-anak benar-benar  telantar. Adik bisa bantu mengajar bahasa Inggris. Adik mengajar saja besok pagi e…,” ujar Mananwir.

“Aduh…saya dapat tugas mengajar  yang saya belum tahu (kuasasi)…” gumam Mofu lalu mengiyakan tawaran “Ia kaka. Saya akan coba besok pagi”.

***

Mofu berjaga hingga subuh hari mengingat harus mengajar anak-anak pelajaran bahasa Inggris. Ia mengeluarkan sejumlah buku yang dibawanya dari tas. Semua buku yang dibawanya menyakut politik hubungan internasional. Ia menatap buku-buku itu dan menghela napas pajang.

“Saya bukan guru bahasa Inggris,  tetapi saya harus menjawab kebutuhan mereka,”  gumamnya, mengingat dirinya tidak memiliki keterampilan berbahasa Inggris. Modal semangat, Mofu menuju sekolah. Anak anak sudah duduk di ruang kelas menyambut Mofu masuk.

“Selamat pagi pa guru….” anak-anak menyambut Mofu sebagaimana mereka diajar sebelumnya untuk menyapa seorang guru. Mofu berdiri agak gugup di depan wajah-wajah yang riang gembira  menyambut kehadirannya.

“Adik-adik selamat pagi, saya Mofu. Pagi ini, kita akan belajar bahasa Inggris,” tuturnya memperkenalkan diri.

“Hore! Kita punya guru sudah ada, kita akan belajar!” anak-anak bersorak. Ruangan kelas dipenuhi gelak tawa menyambut harapan dan kegembiraan mengejar cita-cita anak-anak kampung yang cerdas dan memiliki masa depan.

“Saya punya adik-adik ini memang ingin belajar tetapi saya tidak tahu bahasa Inggris. Ah tidak menjadi soal. Apa yang saya tahu, saya bagi kepada mereka,” gumam Mofu sambil menatap wajah-wajah polos itu.

“Adik-adik kita mulai e….kita mulai dari perkenalan identitas pribadi dalam bahasa Inggris. Nama = Name, Saya=I,” ujar Mofu sambil menulis di papan tulis.

Anak-anak mengeluarkan buku lalu menyalin ke atas kertas buku tulis. Ada anak yang hanya memperhatikan karena tidak ada buku. Ada yang sibuk merencanakan bermain kelereng selepas pulang sekolah.

“Nama sama dengan n-a-m-e… Saya sama dengan I…,”kata Jarangga mengeja dan menyoal “kata ‘nama’ sama terdiri empat huruf tapi bedanya, bahasa Indonesia pakai huruf a, sesudah huruf m dan bahasa Inggris pakai huruf e, sesudah huruf m….dan, kata ‘saya’ sangat beda jauh. Bahasa Indonesia terdiri empat kata ‘Saya” dan bahasa Inggris hanya satu huruf ‘I’ ”.

“Pak guru… kenapa beda begini?” tanya Jarangga sambil menjelaskan perbedaan pemakaian huruf a dan e dalam penulisan kata nama dan penulisan kata saya dalam bahasa Indonesia dan Inggris.

Adoh payah ni…saya tidak pernah belajar bahasa Inggris lantaran saya juga waktu itu tidak pernah ada guru bahasa Inggris,” gumam Mofu lalu mencari dalil mengalihkan pembicaraan.

“Adik, hari ini kita belajar menulis saja. Penjelasan mengenai perbedaan itu, saya akan menjelaskan besok pagi,” Mofu berdalil.

***

Waktu seolah berjalan cepat. Tidak terasa, keasyikan mengajar, telah tiga bulan berlalu tibalah waktunya guru Mofu harus meninggalkan anak-anak yang dia cintai. Ia harus kembali ke  kota untuk tempat menempuh pendidikan.

“Adik-adik, kaka harus meninggalkan kalian. Guru saya mengirim surat kepada saya harus kembali ke Jayapura besok pagi,” ujarnya Mofu tersenyum gembiara, mengingat akan bertemu teman-teman dan gadis adik tingkat.

“Rindu dan harapan memeluknya yang kurasakan selama tiga bulan akan terjawab sudah,” pikir Mofu.

Mofu tersenyum. Anak-anak tampak sedang menulis dan membaca. Anak-anak yang sibuk membaca dan menulis itu tiba-tiba berhenti dan menatap Mofu. Wajah-wajah cerah menjadi murung.

“Kenapa kamu semua berhenti…?” tanya Mofu.

“Pa guru…pa guru ko mau pulang ka” tanya Jarangga.

“Ia, saya akan pulang. Habis guru saya kirim pesan segera dan ada tunggu,” jawabnya.

Jarangga menatap. Mata Jarangga berkaca-kaca. Dua tetes air bening dari bola mata jatuh membasahi pipi hingga jatuh ke di ruang kelas yang berdebuh itu.

“Saya harap pa guru datang mengajar saya sampai selesai Sekolah Dasar. Pak guru jangan  pergi. Kalau tidak ada lagi yang membantu, harapan saya tinggal harapan,”gumam Jarangga sambil memasukkan bukunya ke dalam Noken.

“Pa guru ko jahat…saya harapkan ko bantu saya menjadi anak harapan bangsa, tetapi ko hanya pikir diri sendiri yang mau hebat. Saya tidak punya harapan lagi. Saya pulang ke sa pu kampung,”ujar Jarangga, lalu lari meninggalkan sekolah.

“Saya anak Mee! Saya punya air mata emas tidak akan tumpa sedikit pun jatu di sini, menangisi adik saya yang pergi” tegas Mofu sambil mengemasi barang di sudut kamar sekadar menutupi keharuan mengingat Jarangga yang telah meninggalkan sekolah kemarin.

***

“Woe Mansar, ko datang kaa…” ujar Mofu menyambut Jarangga yang sudah berdiri di depan pintu di subuh yang dingin itu.

“Io pa guru, saya tahu pa guru mau pergi itu yang saya datang,”tutur Jarangga.

“Ah…sapu adik ganteng…tidak gampang. Kaka juga sekolah jadi, kaka pergi sekolah dulu e…nanti kaka datang mengajar kamu lagi”jawab Mofu.

“Pa guru, ko jangan lupa saya e…kalo ko pergi…” ujar Jarangga sambil memeluk Mofu.

“Adikku, saya tidak akan lupa ko…saya akan datang cari ko…” pesan Mofu sambil menghapus Air Mata emasnya yang jatuh dan meninggalkan ruangan menuju bus yang sedang parkir di depan.

“Pa guru, kalo saya besar, saya tebang pohon itu supaya pa guru tidak boleh pergi,”ujar Jarangga sambil menunjuk pohon di pinggir jalan kepada Mofu yang sedang melangkah menuju bus jemputan yang sedang parkir di depan rumah.
Mesin bus bunyi, sopir tancap gas.

“Pa guru, pa guru, pa guru….” Jarangga memangil Mofu. Mofu tidak menyaut dan menghilang di balik bus kaca riben. Bus telah membawa Mofu menghilang dari padangan Jarangga. Jarangga menangisi dan menanti Mofu memenuhi janjinya di tanah Anggadubar, Biak, Papua. (*)


cerpen ini pernah di muat dalam tabloidjubi.com dan atas ijin penulis agar tulisan ini dapat di muat di sastrapapua.com

Artikel ini pernah di muat dalam situs akubaca tahun 2000 dan atas ijin pengelola situs akubaca tulisan ini dapat di muat di sastrapapua.com

Cheap Offers: http://bit.ly/gadgets_cheap

Artikel ini pernah di muat dalam situs akubaca tahun 2000 dan atas ijin pengelola situs akubaca tulisan ini dapat di muat di sastrapapua.com

Cheap Offers: http://bit.ly/gadgets_cheap
Artikel ini pernah di muat dalam situs akubaca tahun 2000 dan atas ijin pengelola situs akubaca tulisan ini dapat di muat di sastrapapua.com

Cheap Offers: http://bit.ly/gadgets_cheap
http://tabloidjubi.com/16/2014/05/07/air-mata-emas-jatuh-di-anggaduber/

Posting Komentar

0 Komentar