Kematian Sa pu Bapak


Oleh : Agustinus Dogomo

Ilustrator, Lissa Yeimo
Sa pu bapak depu nama Simon. De  meninggal  tahun 1991-an. Saat itu, usiaku  tiga minggu setelah dilahirkan.  Sa tumbuh jadi dewasa  tanpa bapak.  Sampai sekarang sa tra mengenal  sosok  sa pu bapak. 
***
Sa dilahirkan oleh sa pu mama Yosepa tanggal 29 Agustus 1991 dan dong diberi nama Arlin. Sa  pu usia sekarang 26 tahun. Sa tumbuh dan menjadi perempuan dewasa tanpa bapak. Bapak  telah pergi ke alam baka sebelum sa dilahirkan.  Sa pu  saudara laki-laki de pu nama Philemon. De  tahu sedikit tentang bapak.

Disore itu, gumpalan awan putih menutupi Danau Tigi.   Matahari pancarkan seberkas cahaya yang tra  jelas. Bertanda matahari tinggalkan planet bumi.  Malampun makin mencekam hanya terdengar bunyi-bunyi makluk sebelum menuju peraduan.

Sapu mama bilang, ko pu bapak  meninggal setelah dikejar-kejar militer Indonesia tahun  1991-an.  Karena waktu itu, bapak  ikut perjuangan Papua Merdeka.

Sa terdiam dan dengar cerita dari mama, karena selama ini  sa tra  pernah dengar cerita tentang alasan kematian sa  pu bapak.

Jadi, anak Arlin,  bapak pergi tinggalkan  kenangan pahit. Sejak bapak meninggalkan tong, mama menanggung dua beban sebagai bapak dan mama.

Sejak bapak meninggal mama piara ko deng ko pu kaka. Mama tra pernah cerita ini tapi sekarang Arlin su selesai sekolah  dan su dewasa ini yang mama cerita.

Dari awal sa su rasa sedih dengan cerita di atas maka sa rasa terharu.

Tra rasa tiba-tiba air mata menetes membasahi sa pu pipih. Sa tunduk dan meneteskan air mata di kedua pipiku, mengalir.  

Dalam hati sa pikir, ingin melihat sosok bapak, tapi itulah semua ulah "malaikat maut" pencabut nyawa manusia tak berdosa.

Arlin ko pu bapak pu muka hampir sama dengan ko pu kaka Philemon. Hampir sama, bedanya ko pu bapak badannya besar tapi ko pu kaka kurus.

Gelap telah selimuti jagat, angin danau Tigi menusuk tulang semakin melemahkan badan. Kata  mama, ko pu bapak  menjadi korban si tangan besi karena memperjuangan hak-hak dasar orang asli Papua dan mempertahankan Tanah pusaka ini.

bapak meninggal karena mempertahankan  bendara "Bintang Kejora" sambil menunjuk gambar  yang dilukiskan di dinding rumahnya  beratap alang-alang. Entah siapa yang mengambar sa juga tra tahu.


Setelah itu, sa semakin  tahu, mengapa bapak  dibunuh? Dalam hati sa pikir berarti bapak  di bunuh karena mempertahankan sesuai dengan apa yang pernah dilakukan pendahulu kami tahun 1961.

Setelah cerita malam semakin larut dan mama mulai mengantuk karena baru pulang dari kebun maka mama tertidur. Ceritanya tidak dilanjutkan.

***

Mama sudah menuju alam peraduan beberapa menit yang lalu. Sa masih bangun. Sa mulai ingat kembali mama pu kata-kata tadi.

Kamatian dan kapergian sa pu bapak, ke Sang Khalik itu  tidak tahu, apakah waktunya  atau  tidak.

Semua sudah ngorok, karena tidur. Dikalah dulu b ada bapak hingga saat ini, pasti dia menyabu sa bidadari dari lereng Deiyai  yang selalu di selimuti kabut ini. Pasti de juga mengatakanku ini “ena abe” dari lereng deiyai, tetapi itulah maut yang memisahkan tong.

Kamatian bapak, teman-teman  seperjuangannya  darah akan tetap mengalir pada generasi berikut Papua dalam perjuangan untuk Papua Merdeka.

Kebencian dan kesabaranku semakin terkikis melihat semua keadaan yang terjadi  di Papua ini. Sa tahu dan  sadar, sa perempuan, tetapi  aku  juga tetap ada di garis perjuangan untuk menentukan nasib sendiri (Merdeka) bagi Tanah dan Rakyat Papua.

Kematian bapak, tinggalkan kenangan pahit juga membangkitkan semangat juang.

Sa rasa kenangan pahit ini pantas untuk diceritakan sekarang.  Sebelumnya mama selalu simpang erat-erat dalam  de pu hati

Dalam terus sa pikir cerita ini dengan maksud mama  tra mau bangsa lain menghancurkan Gunung Deiyai. Bukan gunung itu saja tetapi semua gunung di Papua.

Sa juga malas mereka mecemarkan kali yang ada di lereng Deiyai ini. Sa   juga tidak  akan membiarkan mereka mencemarkan Danau Tigi yang menyimpan ikan sebagai makan manusia ditepian danau tigi.  Tra rasa sa  terlelap dalam tidur, menuju alam mimpi. TAMAT.
 

Posting Komentar

0 Komentar