oleh : Philemon Keiya
Gerimis dari subuh
sudah berjatuhan. Hingga pagi ini, lembah Hijau Kamuu masih diselimuti sutra
putih dengan butiran-butiran perak dari langit. Mentari memilih tidak menyapa.
Semua insan lembah ini kebanyakan belum berani keluar dari rumah.
Anak-anak sekolah pergi
tak semeriah seperti biasanya. Jika pagi, jalanan besar di Moanemani akan
dipenuhi anak-anak sekolah hendak ke sekolah secara rombongan. Pasukan harapan
masa depan Dogiyai itu selalu terlihat ceriah setiap hari. Tapi, pagi ini
tidak. Hanya ada satu-satu yang jalan pakai payung ataupun benda apapun yang
bisa melindungi tubuh dari gerimis.
Mama-mama yang hendak
berjualan di pasar Moanemani pun dihalangi gerimis. Biasanya, mulai pagi
sepanjang jalanan raya ini akan dijadikan pasar oleh mama-mama untuk menjajakan
hasil kebun. Sayur-mayur, buah-buahan, petatas, dan berbagai macam makanan
segar akan dijajakan disana.
Tapi, pagi ini
tidak.Sendunya lembah Hijau Kamuu sama sendunya dengan Ria.
Dalam rinai gerimis
pagi itu, air matanya keluar perlahan.
Air mata sisa yang sudah keluar dari semalam. Air mata yang bercampur dengan
darah. Darah yang menetas dari kepalanya.
Seperti biasa, semalam
Ria dipukul suaminya. Suaminya datang dalam keadaan mabuk. Tanpa alasan yang
jelas, Ria dipukul. Dipukul pakai hulu gitar. Kepalanya terbelah dan
mengeluarkan banyak darah.
Dalam ratapannya, ia
memeluknya anaknya, Vanny. Vanny yang sudah berumur dua tahun itu hanya bisa
menangis dalam pelukan mamanya. Ia perhatikan mamanya yang sedang dipeluknya
dengan penuh kasih sayang dalam lumuran darah.
Harusnya malam begini,
Vanny dipeluk bapanya. Vanny harus tidur dalam pelukan bapa seperti anak-anak
lain. Tapi, Vanny hanya bisa menyaksikan betapa jahatnya bapa. Jahat kepada
mamanya yang sama sekali tidak salah.
Ria memeluk anaknya,
Vanny. Ria ingin melindungi anaknya. “Tuhan, jangan terjadi hal yang sama
kepada anak saya,” doanya pedih.
Sonny malam itu datang
dengan langkah gontai. Sehabis pesta minuman keras dengan teman-temannya di
terminal Moanemani. Dia melangkah pulang ke rumah. Entah apa yang merasuki
otaknya, Sonny keluarkan kata-kata yang tak pantas untuk istrinya.
Mendengar Sonny sudah
bicara banyak, diam adalah pilihan terbaik Ria. Ria tahu, jika keluarkan
bahasa, pasti itu akan menjadi bumerang bagi Sonny. Ria hanya menyibukan diri
untuk masak makan malam bersama.
Sonny, seorang pemuda
yang selalu ada di terminal Moanemani. Pagi keluar, malam masuk. Walau sudah
menjadi kepala keluarga, tanggungg jawabnya dibebankan kepada Ria. Sonnya
selalu menghabiskan seharian bersama semua teman-temannya. Hanya duduk, cerita
omong kosong. Jika ada uang, minuman keras menjadi pilihan utama.
Jarang sekali beli
makanan untuk istri dan anak. Dia sudah lupa rumah. Juga istri dan anak
dilupakannya.
Sonny dan Ria sudah
berkeluarga pada tahun 2012. Saat itu, Sonny masih duduk kelas II SMA. Mereka
membangun bahtera keluarga atas nama cinta. Setahun kemudian, hadirlah buah
hati mereka, Vanny.
Sifatnya yang mabuk
memang sudah ada sama Sonny. Awalnya, Sonny hanya ikut-ikutan saja. Namun, pada
akhirnya Sonny sudah jadikan minuman keras sebagai ‘makanan’ pada saat uang
datang.
Dikala tidak ada uang,
kadang istri menjadi korban. Kadang juga, Sonny bersama teman-temannya akan
jalan minta uang kepada siapapun yang mereka ketemu.
Ria harus rela menjadi
kepala keluarga. Tubuhnya semakin kurus. Diam, adalah pilihan terbaik untuk
dirinya. Jika sudah tidak bisa menahan rasa sakit hatinya, kadang akan curahkan
seluruh isi hatinya kepada kakaknya Merry. Merry hanya bisa menyaksikan apa
yang terjadi pada adiknya yang malang itu.
Walau pun keluarganya
ada di kampung sebelah, namun Ria hanya selalu pendamkan masalahnya dalam
dirinya. Dia sudah terlanjur sayang kepada Sonny atau takut Sonny dipukul,
entahlah!
Makan, minum, cari uang
untuk menghidupi keluarganya sudah menjadi tanggung jawab Ria. Sebuah kehidupan
berat yang terpaksa harus dijalani. Disaat orang lain sedang menyongsong
kehidupan yang lebih baik, Ria sudah di kurung tanggung jawab.
Pagi itu, kepalanya
sudah berdarah. Hitamnya rambut sudah berubah menjadi merah. Matanya sudah
lebam. Dari sorot matanya, sudah tidak ada air mata lagi. Semalaman air matanya
sudah habis.
Dalam gelapnya malam,
Ria sudah bercerita. Hanya rembulan dan gemintang di langit yang menjadi saksi.
Hati Ria benar-benar piluh.
Semalam, Ria tidak bisa
memejamkan matanya. Kepalanya sudah bocor. Ria dipukuli pakai hulu gitar.
Sekujur tubuh ditutupi darah.
Tubuhnya yang kurus
tinggi perlahan menuju rumah sakit Moanemani. Dia dipapah beberapa orang.
Pakaiannya penuh berlumuran darah.
Sayang!
Para petugas kesehatan
yang bertugas ditangani sesegera mungkin. Rambutnya dibersihkan. Ria hanya
duduk diam dan matanya sudah sayup. Kusut wajahnya menyimpan sejuta masalah
dalam kalbunya.
Bapanya Ria muncul. Dia
tidak mampu melihat sang buah hatinya diperlakukan binatang. Air matanya jatuh.
Beberapa saat kemudian,
suaminya Ria datang. Langkahnya gontai. Minuman keras masih menguasainya.
Ketika masuk di ruang IGD, dirinya melihat hasil kerja malam. Sonny sama sekali
tidak merasa malu. Sonny bicara banyak.
“Dasar lelaki tidak
tahu tanggung jawab,” bisik seorang perempuan diluar IGD.
“Memang kasus begini
selalu terjadi disini. Hampir setiap minggu, mama-mama yang sudah dipukul oeh
suaminya sendiri selalu datang kesini,” cerita suster Nike.
“Kami sudah bosan
kelakuan dari para lelaki disini. Mereka tidak sadar, mama-mama sudah berikan
anak yang banyak. Mereka itu maunya apa, sebenarnya?” protes suter Nike yang
sudah bertugas dua tahun disini.
Sementara, lukanya
sedang dibersihkan petugas kesehatan, Ria hanya memandang tembok didepan dengan
tatapan kosong.
Ria sakit. Sakitnya
hampir disekujur tubuh. Luka di kepalanya dijahit sebanyak 15 jahitan.
Gerimis masih berlanjut
hingga pertengahan hari. Lembah Hijau Kamuu masih diselumuti gerimis dan turut
merasakan apa yang sedang dirasakan Ria. Ria, salah satu perempuan tanah ini
yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga yang hanya terima dengan
pasrah.
Semoga anaknya Ria,
Vanny bisa mendapat lelaki yang baik. Tidak sepertinya bapaknya.
Bali,
Asrama Papua. Selasa, 23/06/2015
0 Komentar