Doa Ibu Di Masa Revolusi

Oleh: Daniel Randongkir (*)
Ilustrasi foto; Youtube

DOA IBU DI MASA REVOLUSI, lagu yang selalu dinyanyikan berdampingan dengan lagu “Hai Tanah Ku Papua” dalam perayaan hari-hari besar rakyat Papua. Lagu ini memiliki irama yang syahdu dan bercerita tentang pengalaman para gerilyawan Organisasi Papua Merdeka (OPM), yang mengembara di hutan rimba Papua Barat untuk memperjuangkan pembebasan Negeri dan Tanah Air Papua Barat.

Pada bulan Desember 2005, saya sempat bertemu dengan (alm). Daniel Kadam, komponis lagu DOA IBU DI MASA REVOLUSI. Menurut penuturan beliau, lagu tersebut dibuat ketika dia dan para pejuang Papua masih berada di “Markas Victoria” sekitar tahun 1970. Menurut beliau, ketika lagu ini pertama kali dinyanyikan di hadapan kedua pemimpin OPM kala itu, yaitu Zeth Rumkorem dan Jacob Prai, keduanya sempat menitikan air mata sambil mengenang negeri asal mereka di Papua Barat. Banyak juga anggota OPM yang menitikan air mata, mengenang orang tua dan sanak saudara mereka yang hidup di Negeri Papua Barat.

Dalam kesempatan terpisah di tahun yang sama, saya bertemu dengan Richard Joweni, salah seorang Panglima Tentara Pembebasan Nasional (TPN) OPM. Beliau turut berkontribusi dalam menulis bait ke dua dari lagu ini. Beliau juga menerangkan bahwa lagu ini diciptakan dengan tujuan untuk memotivasi semangat juang dari anggota TPN OPM untuk meraih cita-cita perjuangan mereka.

Lagu ini kemudian dipopulerkan oleh Eyuser, grup sting band asal Tanah Papua. Dengan sentuhan irama musik klasik, membuat para pendengar semakin menikmati alunan musiknya. Berikut lirik lagu DOA IBU DI MASA REVOLUSI.

(Bait Pertama)
DOA IBU DI MASA REVOLUSI
DOAKAN ANAK DI MEDAN BHAKTI
MEMINTA TUHAN KIRANYA LINDUNGI
ANAKNYA DI MEDAN PERJUANGAN

Reff:
GUNUNG KAU DAKI
SUNGAI KAU MENYEBERANG
UNTUK MEMBEBASKAN NEGERI LELUHUR
TANAH PUSAKA PAPUA BARAT

(Bait Kedua)
PESAN IBUNDA PERGILAH SAYANG KU
TERIRING DOA DAN AIR MATA
TUNAIKAN TUGAS PANGGILAN BANGSA MU
DISAYANG TUHAN BERTEMU LAGI

Orang Papua seringkali menyampaikan ungkapan hati dan ekspresi perasaan mereka dalam berbagai macam bentuk seni, baik melalui lagu, tarian, puisi, lukisan ataupun ukiran. Ungkapan seperti demikian lebih mudah dipahami oleh orang Papua yang umumnya masih memegang tradisi lisan.

(*) Penulis adalah alumni Antropologi Universitas Cenderawasih

Posting Komentar

0 Komentar