Tiga Perspektif Antropologi Memandang Migrasi Di Papua


Dok. Pace Ko' Sapa

Jayapura Sastra Papua---Dosen Antropologi Uncen Jack Morin mengatakan, ada tiga perspektif antropologi memandang migrasi, pertama reproduksi, akar perjalanan, migrasi sebagai globalisasi.

Dikatakan pertama reproduksi dengan adanya orang pindah dari satu tempat terus bertemu dengan orang-orang di tempat itu dan orang lain juga datang itu terjadi reproduksi budaya baru.

“Ada kontak dengan orang yang pergi dengan orang yang didatangi di daerah itu,” kata Jack Morin saat menyampaikan materi yang diselenggarakan oleh, Para para kerabat antropologi Uncen, dalam seminar sehari bertajuk, Migrasi Penduduk Dan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) Diatas Tanah Papua, Sabtu, (03/07/06).

“Orang yang datang itu juta turut memengaruhi ke teritorial identitas didaerah itu terbentuk identitas identitas baru, misalnya di australia, kita tidak bisa bilang orang oaborigin itu ornag australi lagi walau awal mereka disitu. Tetapi sekarang tidak tinggal disitu lagi orang eropa laiinnya tinggal situ teritorial identitas terbentuk di papua sekarang sudah seperti itu,” kata Jack Morin.

Kata dia di Papua itu orang di Teluk Doreri, Kabupaten Manokwari yang mendiami Pulau Mansinam itu orang Numfor ketika bermigrasi tinggal di Pulau Mansinam.

“Mereka sudah menganggap orang Doreri bukan Numvor. Jadi ada identitas teritorial baru yang tebentuk disitu jadi mereka juga mengembangkan akibat komunikasi belajar kebudayaan baru yang ada disitu itu yang pertama itu migrasi dari kacamata antropolog,” katanya.

Kedua itu lihat akar dan perjalanan kebudayaan, kata Jack Morin, dilihat perjalanannya ada tempat. Kalau antropologi massa lalu itu dia lihat masyarakat kecil situ kebudayaan ini suku satu tapi sekarang dengan globalisasi moderenisasi sudah tidak mungkin melihat masyarakat kecil begini tapi lihat sebagai perjalanan masyarakat mendiami satu wilayah baru.

Kata Jakc Morin, bagian ketiga melihat migrasi sebagai globalisasi ada skep-skep itu ada lima skep dorang pindah tetapi ada teknologi baru yang di perkenalkan misalnya hendphone televisi internet, pesawat kapal menyebabkan perubahan terjadi dengan mudah membuat orang dengan muda mendapatkan sesuatu kemana mana.

Antropologi bisa melihat aspek ini yang kadang-kadang kebijakan miggrasi yang dibuat berorientasi pada pendekatan demografi lihat jumlah orang-orang Jawa lebih banyak tetapi tidak melihat interaksi itu terjadi, kenapa kebijakan kebijakan migrasi itu tidak membuat kebudayaan Papua itu lebih dominan mengatur kebudayaan lain masuk.

“Dengan migrasi yang masuk justru bukan mengikuti kebudayaan Papua. Tetapi justru orang Papua mengikuti moderenitas ini memengaruhi orang papua ini yang menyebabakan negatif-negatif dalam amsyarakat,” katanya.

Dengan adanya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2017diterapkan orang Papua belum siap menghadapi MEA dengan ketenaga kerjaan.

Sementara itu, Antropolog Papua, Dr Enos Rumansara mengatakan, melalui diskusi ini bisa menemukan solusi-solusi untuk bisa menyiapkan Sumber Daya Manusia (SMD) yang lebih baik ke depan untuk menghadapi MEA.

“Ini hal yang penting karena menjadi ancaman bagi orang papua sehingga penting untuk kita bicarakan, papua khusnya belum siap menghadapi MEA tenga kerja di papua belum siapa ada dokter ita di papua berapa ini tantangan besar,” Kata Enos Rumasara. (Hengky Yeimo)

Posting Komentar

0 Komentar