Hutan Vs Mall


Dok.F.X. Making
Sastra Papua---Sa mau cerita tentang hutan dan mall. Tetapi bukan tentang adegan Organisasi Papua Merdeka (OPM) dong  baku serbu di mall-mall, sperti Filem-Filem yang tong nonton setiap hari di TV. 

“Sa hanya mau ceritera Sederhana saja, tentang para pengunjung setia mall ketimbang hutan “supermarket alami.” Karena sa rasa ada yang beda dulu deng skarang tong di Papua.” 

Tong di papua ini, macam su lupa masuk hutan lagi ee. Sa lihat macam Pace-mace dari kampung datang dong langsung menuju ke mall. Padahal, mal itu sama saja dengan pasar yang tiap hari dong, kunjungi di kampung sana oo. 

“Lebih parah lagi tu, pace-mace yang su lupa diri, tra pernah pulang ke kampung. Baru, bikin sok jadi anak kota ka ini, yang gengsi masuk ke hutan lagi. jangankan masuk hutan untuk angkat sayur, dari kebun ke pasar saja su tra bisa . Apalagi mo jalan keliling hutan, sa yakin dong akan menyerah tong biasa bilang ‘tra mampu, ka ini.”

Kam mau tau ka, sa perna dapa ceritera dair sa pu sahabat bahwa, Orang-orang di kota-kota besar seprti di Amerika, Jepang dan negara-negara besar lainnya, sebagian dari dong su memilih untuk tidak masuk mall. Masuk ke mal juga tidak berjam-jam seperti kitong di Papua. 

Mereka lebih memilih untuk masuk di hutan untuk belajar tantang alam. Selebihnya dong masuk hutan untuk menghirup udara bersih, sekaligus menikmati keindah alam setempat. Apalagi dong ke tong pu tanah air di papua, sa tra yakin dong akan pulang cepat ke dong pu kampung halaman, dong akan baku cakar di hutan, paling paling dong selfy di sana. 

“Sa pu teman de tra tipu, tong bisa lihat di gambar-gambar video-video yang dong unggah “naikan” di you tube atau Media Sosial (medsos). Bagaimana mereka, bisa menata dong pu rumah seperti hutan untuk dong bisa menghirup udara bersih.” 

Kalau di Papua tong bilang, dong bikin dong pu rumah macam hutan belantara ka ini.” Su begitu baru tong juga mulai rancang tong pu rumah seperti pace-mace dong di luar negeri ka ini. Padahal tong pu honai ada.

Sekarang ini kam tau, Kebanyakan dari mereka yang memilih untuk tidak mengunjungi mall-mall, yang hanya baku tatap deng barang-barang dagangan yang dong jual. Karena bagi dong kunjungi mall itu sama deng tong ke pasar Youtefa di Abepura. Tapi dong bikin dong pu rumah seperti di hutan. Indah apa?
Sa selalu bertanya, kenapa orang-orang di kota Jayapura lebih memilih mengunjungi mall berjam-jam ketimbang hutan? Apakah memang harus demikian? 

Kam tau, setelah sa telaah lebih jauh, alasannya mengapa dong pilih untuk kunjungi mall-mall besar di jayapura seperti, Holla Plaza, Hypermart, Saga, Mega, Sumber Makmur dsb. 

Dong, masuk palingan hanya mau jalan-jalan saja, tanya harga pakaian, sandal, padahal tra punya uang, tapi dong percaya diri (pede) lebih hancur lagi tu pace-mace dong masuk mall untuk “cuci mata.”

Kalau masuk hanya untuk itu sa rasa terlalu seremonial dan tra pu  arti. Bikin tong tra kreatif, sama sekali tra mendidik kitong menjadi ekonom yang baik. Tapi hanya untuk mengail inspirasi bisa-bisa saja. Lebih parah lagi tong tra kerja sesuatu yang besar dan berguna bagi banyak orang, ketimbang “cuci mata” itu menghabiskan waktu kawan. 

“Untuk apa juga masuk. Tong mau Masuk di mall juga, dong tra desain sesuai dengan tong pu ciri khas budaya di Papua mo, atau trada ciri kahas kepapuaan.”

Yang sa mau kritisi di sa pu tulisan yang judulnya “Hutan VS Mal” seperti sa ungkapkan diatas ini. Tapi lebih Anehnya tu orang-orang Justru dominan orang masuk ke mall, mengapa? padahal kalau di hutan, tong bisa jumpai aneka pohon, air yang jernih, bunga-bunga indah, tong juga bisa menghirup udara bersih lebih segar. 

Coba tong bandingkan di mall-mall besar yang cenderung ditata tidak sealami hutan, itu justru baku tatongka dengan tembok-tembok, barang-barang yang datang tra jelas arahnya dariman, tong tra tau proses buatnya bagimana. Tapi tong rajin belanja ini yang masalah.

Tong harus keluar dari kecenderungan mengunjungi mall-mall berjam-jam menghabiskan waktu untuk selfy, nonton di bioskop, makan ayam kentucky, dsb. Cara-cara itu terlalu seremonial. Mari, mendingan tong duduk di honai atau para para baru tong bikin ruang diskusi banyak-banyak untuk bagaimana selamatkan tong pu hutan yang dong bilang paru-paru dunia ka ini.

Posting Komentar

0 Komentar