Oleh; Oleh: Jhon Pekei*)
Mateus Ch Amoye Auwe |
Pagi ini,
Satu dua orang termasuk Mateus Ch Amoye Auwe sudah bangun lebih dulu, sebelum
kami yang lainnya. Matahari sudah terbentuk disana, diatas langit Jogja. Asrama
berlantai dua, cahaya pagi itu masuk tanpa suara atau sekatapun, seenaknya
memenuhi ruangan sejak tadi. Cahaya ini membawa pesan agar dapat bertarung
bersama waktu.
Kini aku
bangun, dengan kelopak mataku yang agak berat untuk memandang pancaran cahaya
ini. Sebelumnya sesekali aku menguping, mendengar peringatan beberapa kali
supaya bangun dari tidur, walau aku masih ingin berlama lagi disana.
Mandi pagi,
bukanlah cacatanku hari ini, lantaran mengejar waktu yang terjadwal sejak
kemarin dan magnet waktu yang berjalan terus secara alami. Tanpa harus
menunggu, aku turun terburu- buru, pada saluran pipa yang terpasang di pojok
sana.
Mateus Ch
Amoye Auwe, sesekali memandang kameranya, atas hasil potretan yang baru saja
diambil. Potret sana, lihat lagi dan potret sini, lihat lagi secara berulang
kali dari sejak tadi. Seolah pagi ini, yang ada hanya mata dirinya dan mata
kamera. Mesra.
Aku
membungkuk untuk merahi beberapa air bening. Kubilas muka, sedikit demi sedikit
kubilas di tangan dan sedikit di kaki. Dingin yang menyegarkan, sehingga mata
agak bisa dibuka lebih lebar lagi. Mandi bebek, tak mengapa.
Satu per
satu mereka turun dari kamar atas dan berkumpul di halaman. Mereka saling panggil
satu dengan lain, supaya kumpul dan berangkat segera. Aku mengenakan noken dan
bergabung bersama mereka. Kita bertemu, bersapa, bercanda- ria bersama di kota
kebudayaan, Jogja.
***
Setelah
semua itu terjadi. Satu foto, hasil bidikannya dipublikasi di media sosial.
Uniknya, dua objek yang digabungkan dengan corak gaya objek yang hampir sama.
Mateus Ch Amoye Auwe sedikit mengeditnya, ia menyatukan dua gambar dengan sisi
lain gambar si A dan gambar berikut si B, disisi lain.
Gaya dalam
foto itu keduanya sama. Potretnya, Orang di masing- masing gambar itu lagi
membungkuk dan mengambil beberapa tetesan air bening untuk kepentingan
tertentu. Persis seperti, orang ambil air wudhu untuk sholat. Mateus Ch A Auwe
membidik kedua orang ini secara unik dan tepat.
Aku dan
Hengki Yeimo, orang yang menjadi bahan bidikan saat itu di Jogja, ketika ingin
mengenangnya kembali. Potretan ini diluar ketidaktahuan kami dua, padahal foto
lainnya kami abadikan secara sadar. Udara pagi memotret tubuh- tubuh mungil
ini, seperti potretnya Mateus Ch Amoye Auwe kepada semua orang yang ada disana.
Pagi- pagi sudah keasikan foto untuk mengabadikan moment ini.
Mateus Ch
Amoye Auwe editor www.majalahselangkah.com ,
membidik semua foto objek dengan tepat, apalagi tentang foto unik tadi, ketika
ingin melihat lebaran potret ini. Kini Aku tak mengerti mengapa, semua foto ini
yang bersejejeran, termasuk foto unik ini disana. Aku, sasaran bidikan mata
kamera, hanya bisa memotret foto unik ini, karena terlalu cepat Mateus Ch Amoye
Auwe sudah disana, pada Ugatame ( Sang Pencipta, Allah).
*) Mahasiswa
di Tanah Pasundan.
0 Komentar