Peta; www.energy-pedia.com |
Oleh: Yosef Rumaseb
Bila harus menyebut nama dan kepada siapa kita orang Papua patut berterima kasih atas keberhasilan
perundingan mereka dengan BP dan pemerintah pusat agar menyetujui peningkatan
manfaat perluasan eksploitasi BP Tangguh bagi rakyat Papua maka kita patut
dengan rasa hormat menuliskan dengan tinta emas beberapa nama dan jasa mereka.
Visi mereka bagi pembangunan jangka panjang Provinsi Papua Barat telah
dipertahankan dengan kokoh sebagai syarat utama untuk memberikan dukungan dan
persetujuan rakyat dan Pemda Provinsi Papua Barat, rakyat dan Pemda Bintuni
serta rakyat dan Pemda Fakfak bagi disetujuinya AMDAL Pembangunan Tangguh LNG
Train 3 pada tahun 2014.
Inilah sesungguhnya visi dan
advokasi mantan Gubernur Abraham Atururi dan mantan Ketua DPRD Papua Barat
Yosef Auri dan Mantan Ketua MRP PB Vitalis Yumte berserta staf ketika ngotot
dalam perundingan dengan Tangguh LNG agar mengalokasikan produksinya juga untuk
konsumsi domestic untuk pembangunan kelistrikan terutama di Papua Barat pada
Train 3 Tangguh LNG Project. Selain itu, ada juga Alfons Manibuy
(mantan Bupati Bintuni) dan Mochammad Uswanas (Bupati Fakfak). Alfons
Manibuy dengan gigih mendesak BP dan Pemerintah Pusat agar segera meralisasikan
distribusi Dana Bagi Hasil Migas (DBH) Migas dan menerapkan skema Bagi Hasil
Migas menurut UU Otsus.
Perjuangan mereka yang didukung
masyarakat adat di Daerah Penghasil LNG Tangguh bertemu secara harmonis dengan
sikap akomodatif para pengambil kebijakan (decision makers) dalam manajemen BP
maupun pemerintah pusat (c.q SKKMIGAS, ESDM dan Kemenkeu) telah menghasilkan
beberapa keuntungan yang seharusnya dapat memberi manfaat bagi pembangunan
orang Papua terutama di Provinsi Papua Barat.
Perjumpaan harmonis antara aspirasi
daerah – pusat - investor ini menghasilkan kesepakatan agar 75% produksi Proyek
LNG Tangguh dialokasikan untuk konsumsi domestic. Pengelolan LNG hasil produksi
Proyek LNG Tangguh ini dikelola dalam skema bisnis antara BP dengan PLN.
Seharusnya, skema bisnis penjualan LNG dari Proyek Tangguh LNG (BP) ke PLN
adalah hal yang menguntungkan Papua. Bukan mengorbankan. Sekali lagi,
seharusnya menguntungkan dan bukan mengorbankan.
Pertama, dengan skema bisnis ini,
orang Papua akan dapat menikmati LNG yang dihasilkan dari kekayaan alam negeri
ini dalam bentuk listrik sampai ke kampong-kampung yang berguna misalnya untuk
menunjang proses pendidikan, kesehatan, ekonomi maupun pembangunan
infrastruktur lain untuk memajukan dan mensejahterakan SDM Papua.
Pada jaman kepemimpinan Presiden
Jokowi, visi ini mendapat momentum positif ketika Jokowi menetapkan Program
Papua Terang yang diterjemahkan PLN dengan Program Pembangunan Listrik Tenaga
Mesin dan Gas (PLTMG) yang saat ini sedang gencar dilakukan di berbagai
kabupaten di seluruh Tanah Papua. Program Papua Terang adalah perwujudan
komitmen Presiden Jokowi untuk membangun infra-struktur kelistrikan 35.000 MW
di seluruh Indonesia di Tanah Papua.
Kedua, skema kerja sama bisnis ini
seharusnya akan juga bermanfaat bagi rakyat Papua, terutama di Provinsi Papua
Barat, dalam bentuk Dana Bagi Hasil penjualan produk LNG Tangguh kepada PLN.
Pada konteks ini terdapat kesempatan bagi masyarakat adat di Kabupaten
Penghasil turut menikmati Dana Bagi Hasil (DBH) Migas jika dapat diatur
distribusinya dengan adil dan legal melalui Perdasus DBH Migas sebagai turunan
dari UU Otsus.
Pada konteks global di mana harga
migas berfluktuasi (naik turun) maka kerja sama jangka panjang BP dengan PLN
jauh lebih menjamin ketersediaan pasar bagi produk Tangguh LNG Proyek dengan
harga jual gas lebih stabil. Skema ini memberi kepastian bagi Pemda menyusun
asumsi APBD karena harga jual lebih stabil dan perkiraan pendapatan DBH Migas
lebih mudah dikalkulasi.
Dan ketiga, Papua Barat dapat
menikmati efek singgah ekonomi (multiplier effect) dari dari kerja sama bisnis
antara BP dengan PLN. Misalnya untuk pengapalan LNG dari Tangguh Project ke
pusat pembangkit listrik PLN entah di Manokwari atau di seluruh Tanah Papua di
mana LNG bisa diolah menjadi listrik (LNG receiving facilities).
Konteks sejarah ini harus diketahui
para penerus. Inilah yang seharusnya PR yang diteruskan oleh Gubernur Papua
Barat, Ketua DPRPB, Ketua MRP PB, Bupati Bintuni dan Bupati Fakfak dan jajaran
yang saat ini berkuasa.
Harus disadari pula bahwa proses
yang akan harus dilalui tidak mudah. Ada berbagai aturan yang harus dipenuhi.
Aturan yang satu merupakan pra-syarat bagi aturan berikut dan aturan berikut
sampai tiba pada titik di mana rakyat Papua bisa menikmati hasil alamnya.
Selain harus memenuhi berbagai
aturan, komitmen untuk memaksimalkan manfaat LNG Tangguh bagi tidak berada
dalam ruang hampa kepentingan. Kepentingan bisnis dan politik sempit bukan
tidak mungkin bekerja sama untuk memenuhi kepentingan-kepentingan sempit.
Contoh-contoh sudah banyak dipublikasi. Salah satu sebagai referens dapat
dibaca posting di bawah ini.
Penulis adalah anak kampung yang
tinggal di Biak.
Catatan; Tulisan ini merupakan tanggapan pribadi penulis untuk Berita Media Online JUBI yang berjudul “Perluasan Eksploitas BP Tangguh: PLN Dijamin, Papua “Dikorbankan”. Tanggapan pribadi penulis akan di buat dalam lima seri tulisan.
(Bersambung)
(Bersambung)
0 Komentar