Anako

Oleh : Ian Michel Fingkreu*
 
Foto lingkaran Abepura; www.siagaindonesia.com
Pukul 07.45
Rian berlari dari arah ruang guru.

“Kenapa ko tergesa gesa?” tanya Andika.

”Ko tau kah? Kalau ada murid pindahan!” jawab Rian sambil menghapus keringat dari dahinya.

“Murid pindahan? Kapan dia masuk sekolah Rian” tanya Andika dengan penasaran.

“Kata pak Jonni, dia masuk sebentar lagi katanya,” jawab Rian.

Andika penasaran. Sekolahnya jarang sekali menerima siswa baru, karena jumlah siswanya sangat dibatasi. Tak lebih dari 25 orang. “Tapi kenapa ada siswa baru tahun ini?” pikir Andika penasaran.

Bel kelas berbunyi menandakan jam pelajaran akan dimulai. Andika duduk di kursi paling depan, dekat jendela. Saat Andika melangkahkan kakinya keluar kelas, tiba tiba pak Jonni muncul dari tangga tangga. Dia berjalan bersama seorang anak perempuan berkulit hitam, berambut lurus dengan senyuman yang manis.

“Bapak ingin menyampaikan sesuatu,” kata pak Jonni dengan suara yang tegas di depan kelas.

“Silahkan perkenalkan dirimu,” kata Pak Jonni menatap anak baru.

“Nama saya Ruth. Saya orang Kokas, Fakfak peranakan Jawa. Saya SD tiga tahun di Kaimana dan tiga tahun di Fakfak. Saya dua tahun SMP di Yogyakarta,” jawab Ruth.

“Kamu duduk di sana,”kata pak Jonni sambil menunjuk kursi di sebelah Andika.
Pada saat Ruth duduk, Ia menatap Andika. Tiba tiba Andika merasakan sebuah aliran hangat melewati hatinya. Perasaan yang belum pernah ia rasakan seumur hidupnya.

“Mungkinkah ini yang dinamakan cinta?” tanya Andika di dalam hati. Ia lalu tersenyum sendiri, menertawai hatinya.

“Ada apa?” tanya Ruth.

“Tidak… Tidak apa-apa. Bukan apa-apa!” kata Andika dengan gugup, khawatir jika hatinya terbaca oleh Ruth.

Pak Jonni berlalu.

Ruth lalu menjulurkan tangannya kepada Andika.

"Ruth,” katanya.

“Andika.”

“Ko ini Dai to,” katanya.

“Sa ini orang Nafri bukan dari Serui,“ jawab Andika kesal. Ini bukan pertama kalinya ia dianggap Serui. Mungkin karena wajahku yang tampan sehingga mereka selalu menganggapku orang Serui yang identik dengan kata cantik?

“Berarti ko Nafri peranakan Serui!” kata Ruth kembali menebak.

“Peranakan Sorong,” lanjut Andika dengan senyuman kemenangan. Ruth tak bisa menebaknya.

“Kok bisa… ko tra kelihatan macam orang Jayapura,” kata Ruth dengan wajah kebingungan.

“Itu karena saya punya setengah darah Nafri, seperempat darah Sorong dan seperempat darah Jawa,” jawab Andika menjawab rasa penasarannya. Tak tega juga membiarkan wajah manis itu tampak penasaran.

“Oh,” jawab Ruth tersenyum.

“Ko pu nama Ruth?” tanya Andika berbisik

“Iyo. Kenapa?” tanya Ruth.

“Tra cocok dengan ko pu muka. Ko pu nama yang cocok tuh Anako alias Anak Kokas,” kata Andika tersenyum lebar.

Ruth cemberut, tapi kemudian tertawa lebar. Lalu meletakan jari telunjuknya di bibir, Miss Susi masuk ke kelas. Pelajaran Bahasa Inggris dimulai.

“Kenapa ko pindah ke Jayapura,” tanya Andika.

“Nanti saya cerita,” bisik Anako.

Itu adalah percakapan pertama mereka, dan langsung nyambung. Mereka lalu menjadi sahabat. Kemanapun Andika melangkah, Ruth mengikutinya. Ke kantin, ke halaman. Karena Ruth tinggal di Kamp Key Abepura, pertemanan itu menjadi lebih dekat lagi. Ibarat unsur H pada H2O, dimana unsur H yang saling mengikat dengan unsur O sehingga membuat sebuah ikatan kimia yang tidak bisa dipisahkan. Intinya mereka selalu bersama, di dalam atau di luar kelas maupun di bus mereka tetap bersama. Sejak saat itu Andika selalu memanggil Ruth dengan Anako. Ruth tak keberatan.

***

Senin pagi yang cerah
Andika berjalan menuju Toko Sumber Makmur Abepura dari arah RSUD Abepura. Jalanan masih sepi. Hanya satu dua mobil yang melintas dan beberapa laki-laki yang berlari pagi.

“Wei jalan cepat sampai,” kata seseorang dari belakang.

Andika berbalik, kemudian membalas senyuman perempuan mungil yang berjalan di belakangnya.

“Kenapa lama? Sa tunggu lama sekali. Pas Andika ko turun, sa sembunyi di pangkalan ojek” kata Anako.

Andika tersenyum.

“Mama lembur sampai jam 03.00. Jadi tadi pagi mama bangun terlambat buat sarapan dan bekal. Jadi terlambat,” jawab Andika.

“Ko bawa bekal Apa?” kata Anako.

“Perkedel dan nasi,” jawab Andika tersenyum.

“Asik…. Bagi e…,” kata Anako.

“Tadi saya minta mama buat dua box, buat Anako dan saya,”

“Serius..!” kata Anako dengan mata terbuka.

“Mama bilang kalau ko suka, saya bisa bawa dua box setiap hari. Trapapa! Serius” kata Andika.

Anako tersenyum manis sekali.

Sampai di lingkaran Abepura. Keduanya menyeberangi jalan. Teras Toko Sumber Makmur sudah penuh sesak dengan siswa SMP N 12, SMA N 5 dan SMA N 3 Jayapura. Gampang membedakan mereka. Siswa SMP N 12 bercelana pendek, sedangkan siswa SMA N 5 dan SMA N 3 dibedakan dari pakaian mereka. Siswa SMA N 3 selalu pakai jaket, sedangkan SMA N 5 tidak.

Keduanya tidak berhenti bercerita, hingga bus, sekolah, kantin, bus, pulang dan di rumah. Setiap hari.

***

Semalam Anako mengirim pesan di BBM, dia tidak masuk hari ini karena sakit.  Andika duduk bersama siswa SMP lainnya di teras Sumber Makmur menunggu bus.

Ternyata pertemanan mereka akhirnya mengganggu teman lainnnya.

“Sejak ko kenal Ruth ko sudah lupa sa,” kata Rian suatu hari.

“Sa tra lupa ko,“ jawab Andika.

“Ko sama Ruth ada hubungan apa?” tanya Rian dengan wajah serius.

Saat Andika akan menjawab tiba tiba Ruth yang berkata dari sampingnya, “Sa sama Andika itu cuma sahabat,” katanya.

“Katanya ko tra masuk,” kata Andika kaget

“Tadi malam sa memang sakit, tapi hari ini su sehat,” jawab Anako.

“Ah…seandainya kamu bisa mengerti saya punya hati,” kata Andika dalam hati.

***
PING…

“Ko su kerja PR ” BBM Andika.

“Lagi” balas Anako.

“Saya bingung yang nomor tiga,” tulis Andika.

“Bagian mana yang ko bingung?” balas Anako.

“Bisa dapat f dari mana ? Saya tidak lihat di rumusnya,”

“Ada, tadi bu guru tidak catat, hanya bilang saja… ko tra tulis?” kata Anako
“Trada,”kata Andika sambil mengirimkan berbagai simbol sedih dan kecewa
“Saya kirim gambar contoh soalnya,” balas Anako.

%-^*@#&()* gambar Anako kirimkan.

Beberapa menit berlalu.

PING

“Su bisa” tanya Anako.

“Bisa, ” kata Andika.

“Hari ini saya sedih,” tulis Anako.

“Kenapa?” tanya Andika.

“Bapa datang mo jemput sa, tapi mama tra mau,” tulis Anako

“Kenapa?  Ada masalah ?” tanya Andika penasaran,

“Nanti sa cerita di sekolah,” tulis Anako.

Lalu sunyi…

PING…

PING…

Andika mengirim PING, tapi tak ada Jawaban.

“Ah…,mungkin sudah tidur,” pikir Andika.

***

24 Oktober. Malam hari yang indah. Andika tiduran di para-para bersama Bapa dan adiknya. HP Andika bergetar.

“Ko ada rasa kah tidak sama Ruth,” tulis Rian dalam SMS.

“Sa ada rasa tapi kayak dia saja yang tra mengerti,” jawab Andika.

“Baru ko ada rencana tembak atau ko tra berani?” tanya Rian.

“Bukan tra berani, tapi sa lihat dia nyaman dengan persahabatan kitong,” kata Andika.

“Ah, ko tra berani mo,” balas Rian.

“Sa berani,” balas Andika.

“Kalau ada orang lain yang tembak bagaimana?” sms Rian

Andika diam beberapa saat.

“Ko lihat besok tanggal 25 sa tembak dia,“ jawab Andika yakin.

“Kenapa tanggal 25?” tanya Rian.

“Anako ulang tahun,” jawab Rian.

***

25 Oktober
Andika sangat bersemangat sampai sampai setengah berlari menuju ke Toko Sumber Makmur. Andika berharap semoga tidak ada gangguan. Setelah sekian lama, akhirnya Andika memberanikan diri nembak Anako.

Teras Sumber Makmur sudah penuh siswa. Semua siswa ada, kecuali Anako. Saat Andika menyeberangi jalan menuju Sumber Makmur, teman-temannya memandang dia dengan pandangan tak biasa. Andika kesulitan mendeskripsikannya.

“Ada apa? Ko kas tau anak-anak saya mo tembak?” kata Andika kepada Rian.

“Ko belum dengar?” kata Rian dengan wajah yang aneh.

“Dengar apa? Tanya Andika kebingungan.

Tiba tiba hp Andika bergetar. Ternyata sms dari Romario, teman kelas IX lainnya.

“Berita duka. Sahabat kita Ruth Cahaya meninggal pagi ini pukul 04.00 di RSUD Abepura. Jenazah di semayamkan di rumah duka, Kompleks BTN Atas, Kamp Key Abepura,”

Andika mengangkat wajahnya.

“Apa… ada apa dengan Anako?” kata Andika tak percaya.

“Andika, Ruth meninggal!” kata Rian pelan.

“Serius, kenapa? Kemarin dia baik-baik saja mo!” kata Andika tak percaya.

“Semalam bapaknya datang dari Fakfak ingin menjemputnya. Mamanya tidak mengizinkan. Bapaknya paksa Ruth naik ke sepeda motor. Saat motornya sudah jalan, Ruth melompat karena tidak mau ikut bapaknya. Kepalanya terbentur sangat keras,” cerita Rian.

“Tidak… tidak mungkin!” kata Andika.

“Dokter sudah mencoba menolong, tapi Ruth akhirnya meninggal pukul 04.00 pagi tadi. Ternyata selama ini mama dan bapaknya berebut hak asuh Ruth. Ruth disembunyikan mamanya di rumah omnya. Sebulan lalu, bapaknya tahu Ruth ada di Jayapura, dan semalam datang menjemput, akhirnya…” Rian tak bisa melanjutkan ceritanya.

Dunia Andika berputar, tak percaya. Andika merasa dunianya menjadi gelap. Ia pingsan. (*)


*Ian Michel Fingkreu Siswa SMA Buper, Juara IV Lomba Menulis Cerpen, Pekan gerakan Budaya Literasi Sekolah.

Posting Komentar

0 Komentar