![]() |
ilustrasi: seorang mama dari wilayah Laa-Pago dengan jari-jari tanganya yang tidak utuh (foto: Ist). |
Penulis: Andreas M. Yeimo
Pernah anda
menonton film "Senandung di Atas Awan"? Kita saksikan dalam adegan-adegannya, ibunya Denias meninggal
akibat rumah terbakar, sehingga membuat kesedihan yang mendalam dalam diri Denias
dan ayahnya. Lalu disana ada pemotongan jari, tradisi dari masyarakat La-Pago. Aemudian ayahnya memotong jari sebagai ekspresi atas kesedihan, telah kehilangan
anggota keluarga karena meninggal.
Bagi umumnya
masyarakat pengunungan tengah dan khususnya masyarakat yang berada pada wilayah La-Pagoo, ungkapan kesedihan akibat kehilangan salah
satu anggota keluarga atau tidak hanya
dengan menangis saja. Biasanya
mereka akan melumuri dirinya dengan lumpur untuk jangka waktu tertentu. Namun
yang membuat budaya mereka berbeda dengan budaya kebanyakan suku di daerah lain
di wilayah Papua adalah memotong jari
mereka.
Bagi masyarakat La-Pago, pemotongan jari dilakukan apabila
anggota keluarga terdekat seperti suami, istri, ayah, ibu, anak, kakak, atau
adik meninggal dunia.
Disisi lain, pemotong jari biasanya dilakukan ketika, terjadi musibah
bencana alam sehingga menimbulkan kelaparan, dan bencana-bencana lainnya yang mematikan. Warga yang mengalami musibah tersebut, misal, kelaparan tadi, tersebut biasanya memotong jari sebagai simbol dukacita atas datangnya bencana kelaparan yang membawa kematian bagi anggota masyarakat tersebut.
Pemotongan
jari ini melambangkan kepedihan dan sakitnya bila kehilangan anggota keluarga
yang dicintai. Ungkapan kesedihannya yang begitu mendalam, disimbolkan dengan kerelaannya untuk kehilangan anggota
tubuh.
Bagi masyarakat pegunungan tengah di wilayah La Pagoo, keluarga memiliki
peranan yang sangat penting. Saya menyaksikan sendiri di kehidupan masyarakat Puncak, kebersamaan dalam sebuah keluarga memiliki nilai-nilai
tersendiri dalam tatanan relasi sosial dan hidup keseharian. Pemotongan jari itu umumnya dilakukan oleh kaum ibu. Namun tidak
menutup kemungkinan pemotongan jari dilakukan oleh anggota keluarga dari pihak
orang tua laki-laki atau pun perempuan.
Pemotongan
jari tersebut dapat pula diartikan sebagai upaya untuk mencegah 'terulang
kembali' malapetaka yang telah merenggut nyawa seseorang di dalam keluarga yang
berduka.
Pemotongan
jari dilakukan dengan berbagai cara. Ada yang memotong jari dengan menggunakan
alat tajam seperti pisau, parang, atau kapak. Cara lainnya
adalah dengan mengikat jari dengan seutas tali beberapa waktu lamanya sehingga
jaringan yang terikat menjadi mati kemudian dipotong.
Budaya
'potong jari' masih ada di wilayah adat Lapagoo hingga kini. Tetapi dengan seiring
berkembangnya zaman, dan masuknya agama dan pendidikan di wilayah Laa-Pagoo.
Sekarang jarang ditemui orang yang melakukan pemotong jari di beberapa dekade
belakangan ini.
Penulis adalah mahasiswa Papua, kuliah di Yogyakarta.
0 Komentar