Oleh: Indah Wijaya Antasari[1]
Menurut data Badan Pusat Statistik RI tahun 2015, bahwa jumlah penduduk Papua yang buta huruf mencapai 28,47 persen (untuk usia 15-44) dan 31,57 persen (untuk usia 45 tahun keatas). Walaupun ada perkembangan dari tahun sebelumnya (2014) dengan penduduk buta huruf 28,50 persen (usia 15-44 tahun) dan 31,85 persen (usia 45 tahun keatas), namun sangat kecil jika dibandingkan perkembangan positif dari tahun 2013 ke tahun 2014. Dapat kita lihat tabel dibawah ini:
Data Penduduk Buta Huruf di Papua
Tahun | Usia 15-44 Tahun | Usia 45 tahun keatas |
2013 | 31,44 % | 37,22 % |
2014 | 28,50 % | 31,85 % |
2015 | 28,47 % | 31,57 % |
Sumber: BPS RI
Penurunan prosentase penduduk buta huruf dari tahun 2013 ke tahun 2014 cukup tinggi namun dari tahun 2014 ke tahun 2015 jauh lebih rendah. Mungkin ada hal yang harus kita evaluasi bersama baik dari pihak pemerintah, para pegiat pendidikan dan masyarakat. Ada yang perlu ditinjau apa yang telah dilakukan di tahun 2013,sehingga penduduk yang buta huruf berkurang signifikan? Siapapun kita, sebagai sahabat satu bangsa marilah ikut mendukung program bebas buta aksara di tanah Papua ini.
Peran Pemerintah
Kekuatan pemerintah berada pada tingkat kebijakan, maka diharapkan kebijakan-kebijakan yang dibuat mendukung adanya peningkatan kualitas manusia melalui upaya bebas buta huruf. Dapat juga bekerjasama dengan para pegiat pendidikan (guru, pustakawan, LSM, pemuka adat, pemuka agama, dll) untuk menemukan apa dan bagaimana cara yang tepat agar masyarakat mempunyai gairah untuk membaca. Sangat dimungkinkan tiap-tiap wilayah (kabupaten/kecamatan) mempunyai kecenderungan yang berbeda-beda.
Sifat terbuka menerima masukan dari berbagai kalangan akan lebih memuluskan upaya bebas buta aksara ini. Masukan dari masyarakat mengenai buku-buku apa yang diminati, apakah tentang cocok tanam, tentang membuat makanan olahan atau tentang menaikkan pendapatan rumah tangga. Buku-buku yang diadakan dapat dilengkapi dengan gambar-gambar pendukung agar lebih menarik atau huruf yang agak besar-besar, sehingga memudahkan membacanya bagi yang baru bisa membaca.
Pemerintah juga dapat membuat semacam promosi besar-besaran untuk masyarakat agar mau belajar mengenal huruf dan rajin membaca, terutama bagi pemula (yang baru mengenal huruf). Upayakan untuk dapat memberikan apresiasi yang sebesar besarnya bagi mereka yang berhasil melawan kebodohan dan keterbelakangan, jangan sampai ada pihak yang membuat para pemula ini menjadi malu dan enggan berupaya untuk bisa membaca.
Peran Guru dan Pustakawan
Guru dan pustakawan sebagai pegiat pendidikan di sekolah formal dapat memberikan dukungannya melalui program bebas buta aksara bagi orangtua/wali murid. Hal ini menjadi sangat penting, karena ketika orangtuanya buta huruf maka bagaimana mereka mengajari dan menemani anak-anaknya belajar? Walaupun guru dan pustakawan ini sebenarnya mempunyai fokus utama yaitu anak-anak didik di sekolah itu sendiri.
Guru dan pustakawan di sekolah-sekolah juga dapat menjadi perantara antara pemerintah dan masyarakat. Karena ide-ide murni dari masyarakat seringkali terlontar saat rapat wali murid misalnya atau saat antar jemput anak-anaknya. Kepekaan dan kepedualian yang tinggi diperlukan disini untuk kemudian dapat menyampaikan kepada pemerintah sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan.
Peran Keluarga dan Masyarakat
Bagi orangtua yang sudah dapat membaca, hendaknya membiasakan kegiatan membaca ini kepada anak-anaknya, tetangga dan masyarakat sekitarnya. Forum-forum yang dibentuk tidak harus kaku dan formal, namun bisa saja saat anak-anak berkumpul mengerjakan PR misalnya maka setelah PR itu selesai dapat membaca buku/majalah/koran. Setiap anak dapat membawa buku bacaan yang dimilikinya, dan dapat saling tukar pinjam saat sudah selesai dibaca. Dengan demikian satu anak dapat membaca beberapa buku walaupun dia memiliki satu buku saja (itupun mungkin pinjam di perpustakaan…tidak masalah).
Anak-anak dari orang tua yang suka membaca diharapkan akan menyukai kegiatan membaca juga. Anak-anak yang suka membaca diharapkan mengajak teman-temannya untuk membaca, dan jadilah kelompok anak-anak cinta baca.
Jika mengajak oranglain untuk membaca itu tidak mudah, maka paling tidak dimulai dari diri sendiri dan keluarga. Namun tidak mudah itu bukan berarti tidak bisa! Maka berupayalah….
[1] Penulis adalah Seorang Pustakwan di IAIN Purwokerto, penulis dan pengelola probiotiksimba.com
0 Komentar