"MOZAIK KEHIDUPAN" 37 Tahun Mengabdi Sebagai PNS di Papua.


Oleh; Ibiroma Wamla

Buku yang di tulis Alex Rumaseb (Kepala BAPPEDA Prov. Papua 2007 - 2013, luar biasa, kisah perjalanan seorang pegawai negeri yang mengabdi dari tahun 1976-2013 (pensiun). Pegawai negeri di tahun 1970-an yang bertugas di Jayawijaya harus siap mental dan tahan banting, belum ada transportasi darat. Hanya jalan kaki, menuju desa-desa yang di tembuh kadang sehari penuh, bahkan ada yang sampai seminggu lebih.

Buku ini di tulis dengan bahasa yang ringan, penuh pesan dalam cerita yang kadang membuat kita tersenyum.

Mereka yang akan mengabdi sebagai aparatur negara, wajib membaca buku ini. Dibawah ini petikan kisah dari halaman 60, buku MOZAIK KEHIDUPAN.

== Jangan meremehkan orang; pelajaran dari dalam hutan Papua ==

Sebuah peristiwa yang saya tidak dapat melupakannya, karena merupakan pelajaran hidup yang sangat berharga. Dalam perjalan ke dari Desa Poga Pindawi, di Kecamatan Makki (sekarang masuk dalam Kabupaten Lani Jaya) untuk melakukan kunjungan ke desa-desa, saat itu kami melewati tebing yang terjal tidak terdapat pepohonan yang bisa pegang. Hanya hamparan kebun ubi. Jalan terlalu curam, salah melangkah, bias berakibat fatal. Jatuh terguling-guling sampai ke dasar jurang yang mengalir sebuah sungai yang di namakan masyarakat, sungai Yu. Air sungai YU mengalir dengan derasnya, di pinggir sungai terdapat batu-batu cadas yang besar dan tajam, jika jatuh makan sudah pasti menjadi korban.

Saya bersandar di tebing dengan kaki yang sudah gemetar, tidak sanggup kembali apalagi maju. Saya menyerah, Alpinus salah seorang staf kantor camat (yang selalu menjadi sasaran guyon kami di kantor) dengan kalimat yang terbata-bata, ia menawarkan bantuan untuk menggendong saya melanjutakn perjalanan. Saya meragukan kemampuannya, tetapi dengan sangat yakin dia mengatakan bahwa dia sanggup menggendong saya sampai ke dasar jurang. Saya akhirnya pasrah dan naik ke punggunya, dan menyerahkan hidup ke tangan Tuhan, kalau sesuatu terjadi dengan diri saya. Tanpa sepatu kelihatan kakinya menyatu dengan bumi sambil jari-jari kakinya mencengkeram tanah, langkah demi langkah kami menuruni jalan yang terjal, akhirnya dengan nafas yang terengah-engah kami sampai di kaki bukit. Saya hanya bisa berucap terimakasih atas pertolongan Alpinus. Saya di sadarkan bahwa setiap orang siapapun, dia pasti memiliki satu kelebihan.

Di tengah hutan Papua, di daerah terpencil, dalam kesepian, di pinggir kali yang airnya sedang mengalir dengan derasnya, di celah batu-batu besar, diapit oleh bukit terjal di kiri dan kanan sungai, saya disadarkan dengan satu pesan melalui pengalaman ini bahwa “Jangan Pernah Meremehkan Orang.”@SP