Asterida Gadis Senja

Oleh; Ley Hay

 Senja pun ganas dan berlalu,
           enggan memberikan biasnya
                     begitupun rembulan di pantai itu.... redup dan tak bergairah
                                         entah'lah....
                     seperti ingin berlari ke hutan, lalu belok ke pantai
                     seperti ingin merebahkan tubuh, lalu tenang
                                huuuhhh... *tarik nafas*
                                senyum hanyalah membakar jiwa,
                                mengelabui pahit dan melepaskan manis
                                      entah'lah...
                                apakah harus berdiam?
                                ataukah bernyanyi dalam sepi?
                                seperti ingin membanting gitar ataupun piano
                                hembusan dingin malam pun tentu sama ganasnya
                                kian berhembus menusuk suhu kulit
                                             lalu...?
                               *masih samar, laksana kabut penghalang
                               *masih bergelombang di hati yang bergelora*


Ilustrasi; afiftalilia.wordpress.com
Melampiaskan gundah hati melalui coretan pena sering sekali dilakukan oleh Asterida. Asterida adalah nama seorang gadis remaja yang saat ini masih menggenakan seragam putih abu-abu. Dia sering sekali menuliskan cerita hidupnya pada helaian-helaian kertas buku tulisnya dan menyimpan itu rapi tanpa sepengetahuan ibu atau ayahnya. Entahlah… untuk siapa dia menuliskan risalah hatinya itu?
Setiap kali melihatnya diam dan menulis, banyak yang mengira bahwa dia sedang mengerjakan tugas fisika ataupun kimia, adapula yang berpikir dia sedang asyik bermain facebook atau twitter. Dan tanpa ada yang mengetahuinya, ternyata Asterida suka menuliskan pengalaman cintanya. Jatuh cinta pada tatapan mata di awal perjumpaan kadang membuat seseorang tak ingin melupakan saat itu, begitupun dengan Asterida gadis manis berkulit coklat ini.
***
*surat pertama Asterida*
Seperti nama mu yang indah, tentu saja aku ingin menuliskan indahmu pada secarik kertas putih ini, aku harap kau tak memalingkan pikiranmu…
Seperti tidak melihat mu lagi, entah kemana perginya engkau?
Sejak pengumuman kenaikan kelas semester lalu, aku bahkan tidak pernah melihat mu lagi
Engkau yang sering berdiri di depan kelas dengan berpakaian rapi
Engkau yang selalu ramah dan santun… kemanakah engkau?
Mungkin berlebihan, namun aku hanya berniat menuliskan surat ini dan menitipkannya pada Mario
Maaf, jika aku mengkhawatirkanmu… 
Asterida

Surat pertama Asterida tentu mengganggu tidur nya. Apakah dia telah membaca nya? Apakah yang akan dia lakukan? Hemm… entahlah, pikir Asterida.
“Aku hanya ingin menanyakan kabar, aku hanya menuliskan selembar surat, aku hanya mengkhawatirkan nya. Ini antara perasaan cinta dan merasa peduli, semoga saja tidak mendalam.” Pikir nya lagi.
Tak lama kemudian, Asterida pun beridiri dan menuju cerminnya yang tergantung di dinding kamar kayunya. Dia memulai percakapannya sambil melihat kearah cermin itu. 
“Apakah cinta itu indah seperti senja? Apakah cinta itu kokoh seperti gunung? Apakah cinta itu selalu bergelora seperti gelombang? Apakah cinta itu syahdu seperti nyanyian? Apakah dan apakah cinta itu?
Ada apa dengan firasatku? Perasaanku seolah tak menentu dan seperti sedang bernari-nari dalam gelisahku. Lalu? 
Sedang apa dia? Apakah sama sepertiku? mengapa tiada kabar? Hmmm… rasa ini hanyalah rasaku, dia tidak! keadaan ini tentu masih samar dan entahlah…
Aku hanya berharap agar malam cepat berlalu dan biarlah mentari pagi menyinari hatiku ini. Aku berharap tidak lagi ada malam agar aku tak selalu termenung oleh nya.
"Aku hanya ingin senja di sore hari” Ujar Asterida
***
*Asterida dan senja*
Malam indah pun telah berlalu, pagi dan siang telah terlewatkan. Di sudut pantai yang berdekatan dengan dermaga perahu perahu kecil itu. Asterida mulai berdiri sambil mengarahkan pandangannya ke lautan luas itu, lalu melihat sekawanan ikan yang sedang berlompat lompat, bermain main dengan bebasnya di permukaan air laut. Ia hendak melihat lagi bias cahaya di sore hari yang senantiasa luas berpantulan pada permukaan laut. 
Enggan untuk beralih tempat, Asterida masih saja menikmati senjah itu. Dari alam kita belajar banyak hal tentang kehidupan, begitupun cinta. Semua yang telah di lihat Asterida tentu telah menjawab gundah hatinya, selepas senja, Dia pun berjalan pulang menuju rumah dan mulai menuliskan lagi kisahnya.
Dan aku tahu, mengapa senjah itu indah? Mengapa lautan itu luas? Tentu saja… lautan itu harus luas seperti pantulan sinar matahari sore agar indah dan dapat menyinari hatiku dengan cinta. Kadang aku berpikir tentang keraguan, namun aku sadar bahwa cinta adalah maha segalanya.

Ingin membaca tulisan Ley yang lainnya? Langsung saja ke; http://kisahpiluhku.blogspot.co.id/2016/03/asterida-gadis-senjah.html

Posting Komentar

0 Komentar