My Lovelly Papua, My Pitty goverment


Foto; www.swellnet.com
Oleh; Erina Rahmajati

ENTAHLAH berapa lagi ironi yang akan terjadi ditanah kelahiran ku, Papua. Tanah yang selama ini selalu ku banggakan sebagai kampung halamanku, meskipun orang bilang aku bukan dari ras negroid seperti penduduk asli Papua, tidak seperti Vero, Melianus, Ian dan teman-teman ku lainnya. tanah kelahiran adalah tempat aku dilahirkan dan dibesarkan. tidak ada salahnya kan kalau aku mengaku kalau aku adalah orang Papua? Jadi, tidak salah juga kalau akupun merasa teriris-iris saat tahu tanah kelahiranku susah, sesak berantakan dengan kekotoran dunia politik dan ketidak teraturan yang ada.

Sudah banyak isu-isu negative yang bertebaran tentang pemisahan diri Papua dari NKRI. Pemerintah terus mengusahakan berbagai cara agar itu tidak terjadi. Tapi sepertinya pemerintah kita ini kelimpungan, mereka dengan serta merta melimpahkan kebijakan-kebijakan tentang penanganan masalah di Papua ini tanpa ada mekanisme yang tertata rapih kekacauan itu tampak jelas didepan mata.

Selama bertahun-tahun Papua, yang dulunya bernama Irian jaya, menjadi wilayah yang benar-benar terujung dalam segala hal. Walaupun semua orang akan menyadari keberadaanya saat menyanyikan lagu "Dari Sabang Sampai Merauke", biarpun mereka akan mengaiatnya saat mengenal puncak gunung tertinggi itu ada di Jayawijaya, saat mereka mempelajari tentang perjuangan Trikora. Tapi setelah itu, yang mereka lihat hanyalah sebuah pulau tertimur yang serba terbelakang. Yang mereka tahu hanya bahwa Papua itu adalah daerah penuh dengan hutan lebat, dengan jalan-jalan yang kecil, tanpa Mall, tanpa Traffic Light dan hanya dihuni oleh warga yang hanya menggunakan koteka dan Salli.

Ironis, ternyata mereka lebih sempit pikirannya untuk seorang dengan pikiran merdeka yang seharusnya tergerak untuk merubah pendapat mereka.

Hasilnya saat ini dimana setiap sudut sudah mengkoar-koarkan tentang demokrasi, dimana semua orang ingin merdeka, barulah pemerintah kelabakan mencari cara untuk mengikat pulau burung ini. Langkah awal mereka adalah Otonomi Khusus. Tapi, sepertinya mereka salah strategi, otonimi khusus diberikan namun SDMnya ...........nol. Selama ini pembinaan SDM baru sebatas pembinaan bagi yang mampu (matriel) bukan yang mau. Sehingga saat Otonomi khusus itu di koarkan dan seharusnya putra-putra daerah yang menjalankannya, mereka ternyata belum siap, karena tidak di persiapkan sebelumnya.

Lalu jika seperti itu, siapa yang salah? Ketika pemerintahaan daerah di Papua seperti hilang kendali saat diberikan kekuasaan ini. mereka seperti seekor kuda yang kuat dan gagah perkasa yang selama ini hanya terikat dan terkurung, lalu di lepaskan begitu saja ke tempat yang luas. Segagah apapun ia, dan sekuat apa dia akan tetap kebingungan dalam berjalan, ia hanya kan mereka-reka kearah mana ia harus mencari makan dan ke arah mana untuk mencari jalan keluar.

PR untuk Pemerintah NKRI masih panjang, untuk mempertahankan kesejahteraan yang baru dibangun ini, agar sang kuda yang gagah perkasa ini, tetap menjadi kuda terkuat dan tercantik yang pernah ada, karena itu yang seharusnya.

Posting Komentar

0 Komentar