Meraih Asa "Pakima Hani Hano" di Pegunungan Tengah Papua

Wamena-Bagi masyarakat di Pegunungan Tengah,Papua, penyelesaian masalah dengan kekerasan masih merupakan hal yang dianggap lumrah. Situasi ini telah mempengaruhi cara pandang orang dewasa untuk mengatasi berbagai bentuk pelanggaran dan ketidakdisiplinan baik dengan hukuman fisik, verbal, maupun psikis, terutama yang dilakukan terhadap anak di lingkungan sekolah.

Kondisi ini berbeda dengan apa yang disaksikan seorang antropolog Amerika Karl G Heider yang pernah melakukan penelitian sekitar 50 tahun lalu di Lembah Baliem, Papua. Anak-anak hampir tidak pernah dipukul oleh orangtuanya, bahkan ketika kelakukan mereka sudah dianggap kelewatan. Bahkan, menurutnya, mungkin orang Suku Dani amat kaget saat melihat kekerasan fisik dilakukan oleh aparat polisi dan militer kepada orang dewasa dan oleh guru sekolah kepada murid-muridnya. Dengan kata lain, meski perang adalah bagian penting budaya Suku Dani, namun kekerasan fisik dalam kehidupan sehari-hari masyarakat justru adalah nilai dari luar yang mereka pelajari. Hal ini dikatakan Manager Operasional Wahana Visi Indonesia (WVI) di Papua Charles Sinaga di Wamena, Selasa (22/9).

"Karena masih banyaknya kekererasan yang terjadi pada anak, maka WVI mencoba mengambil perhatian lebih pada sekolah sebagai lingkungan terdekat anak setelah keluarga. Maka kami mencoba menghadirkan proyek Papua Pendidikan Damai (Papeda). Proyek ini adalah sebuah program pengembangan dari WVI untuk memastikan tersedianya lingkungan tumbuh kembang yang baik untuk anak lewat Sekolah Ramah Anak," ujar Manager Operasional WVI di Papua Charles Sinaga di Wamena, Selasa (22/9) pagi.

Diungkapkan Charles, pembentukan Sekolah Ramah Anak ini digagas sejalan dengan Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 dan Kebijakan Pengembangan Sekolah Ramah Anak yang dikeluarkan pada tanggal 31 Mei 2014. Dia mengatakan, implementasi proyek Papeda dimulai pada bulan Juli 2012 di Kabupaten Jayawijaya dan Kabupaten Lanny Jaya dengan tujuan agar masyarakat lokal bisa menyediakan lingkungan yang aman dan damai bagi pertumbuhan anak-anak mereka.

Sementara itu, Team Leader Program Papeda, Frida Siregar di sela sela acara penutupan program Papeda di Wamena mengatakan, sasaran utama program ini adalah penguatan Manajemen Berbasis Sekolah untuk menggiatkan perlindungan anak di sekolah, melalui pengintegrasian Pendidikan Perdamaian dan Perlindungan Anak.

"Secara nyata, hal ini dilakukan melalui optimalisasi fungsi Kelompok Kerja Guru (KKG) dan fungsi Komite Sekolah, seperti juga pelaksanaan pembelajaran aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan agar anak dapat belajar dengan pola yang ramah bagi anak. Selain itu, kami melakukan penguatan masyarakat, serta peningkatan kapasitas pemerintah lokal untuk menciptakan lingkungan yang aman dan ramah bagi anak, karena Kekerasan kepada anak yang masih tinggi, baik di lingkungan sekolah maupun di lingkungan rumah dan komunitasnya, sudah tentu mengganggu perkembangan anak," ujarnya.

Diungkapkan, bersama Dinas Pendidikan Kabupaten Jayawijaya dan Lanny Jaya, proyek Papeda memberikan pendampingan kepada 12 sekolah dasar di kedua wilayah tersebut. Agar lebih mudah dipahami oleh masyarakat Pegunungan Tengah maka Papeda juga dinamakan dalam bahasa lokal Suku Dani yaitu Pakima Hani Hano yang berarti bersekutu adalah baik dan indah. Penyebutan nama ini dibangun bersama dengan tokoh budaya dan masyarakat, ujarnya.

Penurunan
Dia menjelaskan, dalam kurun waktu tiga tahun pelaksanaan kerja Papeda telah mendorong perubahan yang signifikan pada masyarakat di Pegunungan Tengah, khususnya di Kabupaten Jayawijaya dan Kabupaten Lanny Jaya. Hal ini terlihat dari Laporan Evaluasi Akhir Proyek Papeda 2015.

"Penurunan angka tindak kekerasan fisik yang dilakukan guru terhadap siswa dari rata-rata 99 persen menjadi 34 persen, kekerasan verbal menurun dari rata-rata 89 persen menjadi 38 persen, dan kekerasan psikis menurun dari 99 persen menjadi 8 persen," ujarnya.

Lalu penurunan jumlah konflik yang terjadi di 10 sekolah menjadi 6 sekolah. Selain itu, kata dia, muncunya beberapa insiatif kurikulum dengan muatan budaya lokal seperti yang telah dilakukan di SD Air Garam, SD YPPGI Tulem, SD Advent Maima, SD YPPGI Anigou, SD YPPK Honelama, SD YPPGI Makki, dan SD Inpres Wame.

"Juga terdapat 26 lembaga dan 85 individu yang terlibat dalam hubungan kemitraan untuk keberlangsungan pendidikan yang ramah anak dan memastikan tetap terjadi perubahan di masyarakat. Selain itu, berbagai tokoh masyarakat dan orang dewasa lebih paham tentang pengertian perlindungan anak seperti yang telah dilakukan oleh beberapa pemuka agama dalam pertemuan keagamaan," ujarnya.

Frida Siregar mengungkapkan, proyek Papeda atau Pakima Hani Hano telah secara resmi ditutup tanggal hari ini 22 -23 September 2015. Pada acara penutupan ini juga diluncurkan buku cerita rakyat "Dari Timur ke Timur" dan buku kurikulum Pakima Hani Hano diharapkan dapat digunakan sebagai refrensi Pendidikan Karakter Kontekstual di Tanah Papua, khususnya dalam konteks Pegunungan Tengah. "WVI berharap kehadiran buku dan program Papeda yang telah usai ini dapat menginspirasi banyak pihak untuk melakukan upaya terbaik bagi perlindungan anak dan kemajuan masa depan anak, khususnya di Papua," ujarnya.

Sementara itu, Kepala Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan Papua (LPMP), Saul Bleskadit kepada SP mengatakan, menyambut gembira kehadiran buku bermuatan lokal ini."Mudah-mudahan buku bermuatan lokal ini menjadi pegangan sekolah-sekolah di Pegunungan Tengah, Papua dan sekarang tergantung daerah-daerah tersebut, saya berharap itu bisa terjadi," ujarnya.

Dia mengatakan, penulisan buku bermuatan lokal kedaerahan ini bisa membantu proses pembelajaran baca dan tulis. Sebab, muatan lokal adalah keunggulan daerah tersebut.

Pengunungan Tengah, Papua meliputi Kabupaten Jayawijaya, Kabupaten Puncak Jaya, Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Tolikara, Kabupaten Yahukimo, Kabupaten Ndunga, Kabupaten Yalimo, Kabupaten Lani Jaya, Kabupaten Mamberamo, dan Kabupaten Puncak. (
Robert Isidorus/PCN Suara Pembaruan)

Sumber; http://www.beritasatu.com/nasional/308905-meraih-asa-pakima-hani-hano-di-pegunungan-tengah-papua.html

Posting Komentar

0 Komentar