Oleh; Renee
Annesthasie SB
Usianya
mendekati separuh baya, rambut talingkar kribo, sebuah noken Papua Nieuw Guinea
(PNG) menggantung di lengannya.
Dandanannya sederhana namun rapih, ia memancing metaku untuk tidak beralih darinya. Di stasiun kereta Helmond Centraal Kota Helmond, di Negeri Kincir Angin.
Dandanannya sederhana namun rapih, ia memancing metaku untuk tidak beralih darinya. Di stasiun kereta Helmond Centraal Kota Helmond, di Negeri Kincir Angin.
Seolah ada
kontak batin matanya pun tertuju pada sa. Dan dia pun tersenyum manis. Dia
cantik, sa pu hati berbisik kagum. Jujur saja sa penasaran dan kagum.
Saat melihatnya,
sa benar-benar rasa dan sadar bahwa sudah belasan tahun sa kehilangansa pu
dunia, kehilangan bagian terpenting dari sa pu diri.
Sa telah
terlempar jauh keluar dari sa pu masyarakat tercinta, sa telah terbuang jauh
dari kitong punya komunitas dan budaya Melanesia. Perlahan sa melangkah mendekati
dia, dengan senyum tanpa ragu sa kase tangan. Tong dua jabat tangan.
"Yu blong
Manus Island o Samarai?" sa tanya dia dengan bahasa Pigin.
"Wai na yu
tok olsem?" jawabnya dengan senyum.
"Fes mi
ting olsem yu blong PNG, bikos long bilum yu karim raun na seken long en, yu
iluk olsem meri Manus o meri Samarai."
Tenkyu tru, Sista
blong mi. Mi stap long taim long PNG tasol asples blong mi em i West Papua. Mi
kam long Biak Ailan."
Aaaaaahhhh...ternyata
sa pu dugaan meleset.
Semula sa kira
de dari Pulau Manus atau Samarai di PNG ternyata bukan. Dia berasal dari West
Papua. Dan lebih lagi dia dari tempat asal mama saya. Bangga, senang, terharu...
semua berbaur jadi satu.
Sa benar-benar
senang dengan pertemuan ini. Tong tra buang waktu, cerita mengalir macam air
dengan tong pu gaya sendiri. Kadang dengan logat Papua, kadang dengan Tok
Pisin, kadang dengan Bahasa Belanda dan kadang juga dengan Bahasa Inggris. De
maklum karena sa pu Bahasa Indonesia tra betul satu dan sa pu logat Papua juga
masih patah-patah.
Awalnya sa masih
malu-malu untuk pake logat Papua karena sa bicara tabula bale, tapi de bilang, "Ade,
tra usah pake malu-malu segala. Hajar saja, yang tra beres itu nanti Kaka yang
bereskan. Kaka paham."
Dengar de bicara
begitu, sa tambah semangat. De pu sikap sante dan flexibel bikin siapa saja
yang baru kenal, pasti rasa akrab. Yang ada saat itu, sa bahagia luar biasa.
Hari ini sa
bertemu tipe perempuan Melanesia tulen, sederhana, rambut kribo tanpa make up
sehingga terlihat cantik dan menawan. Ia penuh percaya diri dan tenang.
Suaranya riang
jika berbicara, diselingi gurauan. Tapi walaupun suka bergurau dia tampak
berani dan tegas. Dari cara bicaranya saya paham perempuan ini pintar, bijak. Sa
kagum dan bangga.
Sayang seribu
sayang, pertemuan singkat itu harus kitong dua akhiri karena kereta yang de
tunggu su tiba. De harus pergi.
Sa selipkan sa
pu kartu nama di de pu tangan dengan harapan de mo kontak sa kembali. Kereta
yang sa tunggu juga tiba. Sa tancap masuk kereta.
Tra sadar
sekarang su sembilan tahun berlalu. Sejak terjalinnya persahabatan kami di
rantau ini. Buat sa pu "Mama", sa pu Kk, sa pu Guru, sa pu Pembimbing
dan sa pu Sobat Sejati yang selalu.
Perempuan
Melanesia sejati yang Sa Cinta.
TUHAN
memberkatimu selalu.
Venlo,26-10-2014.
0 Komentar