Pada zaman dahulu hiduplah seorang bapak bersama dua anaknya. Mereka
sangat menderita karena waktu itu terjadi bencana kekeringan. Semua
tumbuh-tumbuhan yang bisa dimakan layu dan kering. Banyak orang dan
binatang mati kelaparan. Bapak dan kedua anaknya itu pun mengembara ke
hutan. Mereka mencari makan dan tempat yang subur untuk berkebun.
Menjelang malam, mereka menemukan tanah subur yang dicari. Mereka mendirikan pondok disitu, lalu beristirahat sambil menahan lapar. Keesokan harinya anak-anaknya terkejut. Di pondok sudah tersedia banyak keladi yang siap santap. Anaknya bertanya, "dariman Bapak mendapatkan keladi sebanyak ini?. Bapak menjawab "makanlah saja, tak perlu bertanya darimana keladi itu berasal". Karena sangat lapar, anak-anak pun makan dengan hati penasaran.
Mereka terus memakan keladi itu sampai kenyang. Hari berikutnya keladi pun habis. Anak-anak berusaha pergi ke hutan mencari makanan, tetapi tidak mendapatkan apa pun. Akhirnya mereka pulang lagi ke pondok dengan sangat lapar dan kecewa. Namun sekali lagi mereka terkejut, karena Bapak sudah menyiapkan banyak keladi yang siap disantap. Tanpa bertanya lagi, anak-anak pun langsung makan dengan lahap.
Malam itu anak-anak membuat rencana. Dengan sembunyi-sembunyi mereka akan mengikuti Bapak mencari keladi. Dan besok harinya, anak-anak pura-pura hendak pergi ke hutan. Namun mereka bersembunyi dibalik pohon besar menunggu bapa. Dan ketika Bapak keluar dari pohon, dengan hati-hati anak-anak mengikutinya. Bapak membawa noken, busur dan panah, serta parang yang tajam.
Di suatu tempat yang sepi Bapak berhenti, lalu meletakkan busur dan panahnya. Tiba-tiba Bapak mengiris kulit kakinya. Ia meringis kesakitan karena luka dan darah yang mengucur. Bapak berguman, "pasti ada orang yang melihatku sehingga Yang Kuasa mencabut janjinya. Seharusnya sayatan kulitku berubah menjadi keladi, dan aku tidak kesakitan. Aku telah melanggar pantangan yang diberikan Yang Kuasa".
Kini anak-anakk tahu, ternyata keladi itu berasal dari bagian tubuh Bapak. Maka, mereka keluar dari balik pohon dan berkata, "maafkan kami Bapa, kami tidak tahu kalau jadi begini akibatnya". Bapak terkejut, tapi kemudian menjawab, "tak apalah, anak-anakku, kini kita sudah tak lagi mendapatkan keladi secara ajaib. Tapi kita dapat membuka hutan ini dan mendapat kebun yang luas. Demikianlah selanjutnya Bapak dan kedua anaknya menebang pohon-pohon, meratakan tanah, dan membuat kebun yang luas.
Setelah kebun siap ditanami, anak-anak bertanya, "Bapa, dari mana kita mendapatkan bibit keladi?. Bapak mejawab, "Anak-anakku saat ini tak ada bibit keladi, maka kamu harus memotong-motong tubuh Bapak menjadi bagian yang kecil-kecil. Lalu potongan tubuh Bapak harus kamu tanahm hingga rata di seluruh kebun ini. Dengan begitu kamu dan semua orang akan memiliki tanaman keladi.
Anak-anak terkejut mendengar penjelasan Bapak. Mereka sangat sedih. Mereka tidak mau berbuat jahat dengan membunuh lalu memotong-motong tubuh Bapak. Tapi, dengan lembut dan penuh kasih Bapak menjelaskan, "anakku ini adalah petunjuk dari Yang Kuasa. Hanya dengan cara inilah kamu dan semua orang akan mendapatkan makanan. Lihatlah semua tanaman sudah mati. Apakah kamu juga mau melihat semua orang mati kelaparan?.
Anak-anak terus menolak. Tapi Bapak terus berusaha meyakinkan anak-anaknya agar memikirkan nasib semua orang. Akhirnya, sambil menangis anak-anak melaksanakan perintah Bapak. Mereka membunuh Bapak, lalu memotong-motong tubuh Bapak menjadi bagian yang kecil-kecil. Mereka juga memisahkan potongan bagian potongan kepala, dada, perut, tangan, dan kaki. Mereka akan menanam semua potongan tubuh itu sesuai perintah Bapak.
Seperti pesan Bapak, anak-anak menanam potongan-potongan kepala di tempat yang tinggi dan berair di dekat pohon "kamut" dan "kawigimiki", lalu menaminya "Kawan". Potongan dari bagian dada dan perut ditanam di tempat yang basah lalu dinami "Damun" dan "Torel". Potongan tulang kering dan betis diletakan di batas kebun lalu dinamai "Emtingten". Potongan telapak tangan dan kaki ditanam di tempat yang agak tinggi namun basah dan namai "Pakot" dan "Kelokot". Sedangkan potongan lengan diletakan pada tanaman kering dan dinamai "Awajom"
Setelah itu anak-anak pulang dengan dukacita. Seperti perintah Bapak, anak-anak baru boleh mengunjungi kebun itu tujuh hari kemudian. Hari itu anak-anak hendak mengunjungi kebun dari arah selatan. Tiba-tiba mereka seperti melihat gelombang pasang yang sangat tinggi dan menghanyutkan semua yang diterjangnya. Mereka berlari menjauh dari kebun sambil berteriak-teriak. Tapi saat mereka menoleh kembali ke belakang, ternyata tidak terjadi apa-apa.
Anak-anak berusaha melihat kebun lagi, tetapi kali ini dari arah utara. Saat mendekat, tiba-tiba mereka melihat keladi yang tumbuh di kebunnya beterbangan seperti burung. Anak-anak melompat ke tengah kebun dan berusaha menangkap dan menahan satu per satu keladi yang berterbangan itu. Tetapi karena kebun itu sangat luas, mereka tak mampu menahan seluruhnya. Sebagian keladi yang tumbuh pun terbang entah kemana.
Keladi yang berterbangan itu menyebar ke seluruh penjuru wilayah. Di tempat keladi-keladi itu jatuh, tumbuh keladi-keladi lain yang sangat banyak. Dengan demikian tidak ada orang kelaparan lagi, karena keladi tumbuh dimana-mana. Pengorbanan sang Bapak dan ketaatan anak-anak telah menyelamatkan semua orang dari bencana kelaparan.
Itulah kisah terjadinya keladi, dan alasan masyarakat suku Amungme sangat menghormatinya.
Sumber: Cerita Rakyat Suku Amungme.
Menjelang malam, mereka menemukan tanah subur yang dicari. Mereka mendirikan pondok disitu, lalu beristirahat sambil menahan lapar. Keesokan harinya anak-anaknya terkejut. Di pondok sudah tersedia banyak keladi yang siap santap. Anaknya bertanya, "dariman Bapak mendapatkan keladi sebanyak ini?. Bapak menjawab "makanlah saja, tak perlu bertanya darimana keladi itu berasal". Karena sangat lapar, anak-anak pun makan dengan hati penasaran.
Mereka terus memakan keladi itu sampai kenyang. Hari berikutnya keladi pun habis. Anak-anak berusaha pergi ke hutan mencari makanan, tetapi tidak mendapatkan apa pun. Akhirnya mereka pulang lagi ke pondok dengan sangat lapar dan kecewa. Namun sekali lagi mereka terkejut, karena Bapak sudah menyiapkan banyak keladi yang siap disantap. Tanpa bertanya lagi, anak-anak pun langsung makan dengan lahap.
Malam itu anak-anak membuat rencana. Dengan sembunyi-sembunyi mereka akan mengikuti Bapak mencari keladi. Dan besok harinya, anak-anak pura-pura hendak pergi ke hutan. Namun mereka bersembunyi dibalik pohon besar menunggu bapa. Dan ketika Bapak keluar dari pohon, dengan hati-hati anak-anak mengikutinya. Bapak membawa noken, busur dan panah, serta parang yang tajam.
Di suatu tempat yang sepi Bapak berhenti, lalu meletakkan busur dan panahnya. Tiba-tiba Bapak mengiris kulit kakinya. Ia meringis kesakitan karena luka dan darah yang mengucur. Bapak berguman, "pasti ada orang yang melihatku sehingga Yang Kuasa mencabut janjinya. Seharusnya sayatan kulitku berubah menjadi keladi, dan aku tidak kesakitan. Aku telah melanggar pantangan yang diberikan Yang Kuasa".
Kini anak-anakk tahu, ternyata keladi itu berasal dari bagian tubuh Bapak. Maka, mereka keluar dari balik pohon dan berkata, "maafkan kami Bapa, kami tidak tahu kalau jadi begini akibatnya". Bapak terkejut, tapi kemudian menjawab, "tak apalah, anak-anakku, kini kita sudah tak lagi mendapatkan keladi secara ajaib. Tapi kita dapat membuka hutan ini dan mendapat kebun yang luas. Demikianlah selanjutnya Bapak dan kedua anaknya menebang pohon-pohon, meratakan tanah, dan membuat kebun yang luas.
Setelah kebun siap ditanami, anak-anak bertanya, "Bapa, dari mana kita mendapatkan bibit keladi?. Bapak mejawab, "Anak-anakku saat ini tak ada bibit keladi, maka kamu harus memotong-motong tubuh Bapak menjadi bagian yang kecil-kecil. Lalu potongan tubuh Bapak harus kamu tanahm hingga rata di seluruh kebun ini. Dengan begitu kamu dan semua orang akan memiliki tanaman keladi.
Anak-anak terkejut mendengar penjelasan Bapak. Mereka sangat sedih. Mereka tidak mau berbuat jahat dengan membunuh lalu memotong-motong tubuh Bapak. Tapi, dengan lembut dan penuh kasih Bapak menjelaskan, "anakku ini adalah petunjuk dari Yang Kuasa. Hanya dengan cara inilah kamu dan semua orang akan mendapatkan makanan. Lihatlah semua tanaman sudah mati. Apakah kamu juga mau melihat semua orang mati kelaparan?.
Anak-anak terus menolak. Tapi Bapak terus berusaha meyakinkan anak-anaknya agar memikirkan nasib semua orang. Akhirnya, sambil menangis anak-anak melaksanakan perintah Bapak. Mereka membunuh Bapak, lalu memotong-motong tubuh Bapak menjadi bagian yang kecil-kecil. Mereka juga memisahkan potongan bagian potongan kepala, dada, perut, tangan, dan kaki. Mereka akan menanam semua potongan tubuh itu sesuai perintah Bapak.
Seperti pesan Bapak, anak-anak menanam potongan-potongan kepala di tempat yang tinggi dan berair di dekat pohon "kamut" dan "kawigimiki", lalu menaminya "Kawan". Potongan dari bagian dada dan perut ditanam di tempat yang basah lalu dinami "Damun" dan "Torel". Potongan tulang kering dan betis diletakan di batas kebun lalu dinamai "Emtingten". Potongan telapak tangan dan kaki ditanam di tempat yang agak tinggi namun basah dan namai "Pakot" dan "Kelokot". Sedangkan potongan lengan diletakan pada tanaman kering dan dinamai "Awajom"
Setelah itu anak-anak pulang dengan dukacita. Seperti perintah Bapak, anak-anak baru boleh mengunjungi kebun itu tujuh hari kemudian. Hari itu anak-anak hendak mengunjungi kebun dari arah selatan. Tiba-tiba mereka seperti melihat gelombang pasang yang sangat tinggi dan menghanyutkan semua yang diterjangnya. Mereka berlari menjauh dari kebun sambil berteriak-teriak. Tapi saat mereka menoleh kembali ke belakang, ternyata tidak terjadi apa-apa.
Anak-anak berusaha melihat kebun lagi, tetapi kali ini dari arah utara. Saat mendekat, tiba-tiba mereka melihat keladi yang tumbuh di kebunnya beterbangan seperti burung. Anak-anak melompat ke tengah kebun dan berusaha menangkap dan menahan satu per satu keladi yang berterbangan itu. Tetapi karena kebun itu sangat luas, mereka tak mampu menahan seluruhnya. Sebagian keladi yang tumbuh pun terbang entah kemana.
Keladi yang berterbangan itu menyebar ke seluruh penjuru wilayah. Di tempat keladi-keladi itu jatuh, tumbuh keladi-keladi lain yang sangat banyak. Dengan demikian tidak ada orang kelaparan lagi, karena keladi tumbuh dimana-mana. Pengorbanan sang Bapak dan ketaatan anak-anak telah menyelamatkan semua orang dari bencana kelaparan.
Itulah kisah terjadinya keladi, dan alasan masyarakat suku Amungme sangat menghormatinya.
Sumber: Cerita Rakyat Suku Amungme.
0 Komentar