Oleh : Benyamin Lagowan*)
Gambabr, Ilustrasi |
Sastra Papua---ALKISAH di suatu
pulau tinggallah berbagai macam benda-benda abstrak, di mana terdapat Cinta,
Kesedihan, Kekayaan, Kegembiraan, Kecantikan dan sebagainya. Mereka hidup
berdampingan dengan baik.
Akan tetapi, suatu ketika
datanglah bencana badai yang menghempas pulau itu dan air laut tiba-tiba naik
sehingga menenggelamkan pulau tersebut.
Semua penghuni panic dan
mencoba menyelamatkan dirinya. Cinta terlihat kebingungan karena ia tidak dapat
berenang dan tidak mempunyai perahu.
Ia berdiri di tepi
pantai mencoba mencari pertolongan. Sementara itu, air makin meninggi membasahi
kaki Cinta.
Tak lama kemudian Cinta
melihat Kekayaan sedang mengayuh perahu. “Wahai
Kekayaan, Kekayaan, tolonglah aku!” teriak Cinta.
“Aduh,
maaf Cinta, perahuku telah penuh dengan harta bendaku. Aku tidak dapat
membawamu ikut serta, nanti perahu ini bisa karam,” jawab Kekayaan.
Kemudian Kekayaan
mengayuh perahunya cepat-cepat pergi. Cinta sangat sedih sekali melihatnya.
Lalu ia melihat Kegembiraan lewat dengan perahunya dan Cinta pun meminta tolong
padanya. Akan tetapi, Kegembiraan terlalu gembira, sehingga ia tidak dapat
mendengar teriakan dari si Cinta.
Air pun makin tinggi
membasahi tubuh Cinta sampai pinggang dan Cinta semakin panik. Tak lama
kemudian lewatlah Kecantikan.
“Kecantikan, bawalah aku bersamamu!” teriak Cinta. “Aduh Cinta, maaf yah. Kamu basah dan kotor. Aku
tidak bisa membawamu ikut. Nanti kamu mengotori perahuku yang sangat indah dan
aku banggakan ini,” sahut Kecantikan.
Cinta pun sangat sedih
mendengarnya. Ia mulai menangis terisak-isak. Saat itulah sedang lewat yang
namanya Kesedihan.
“Oh,
syukur dirimu lewat Kesedihan, bawalah aku dalam perahumu,” teriak Cinta. “Maaf, Cinta. Aku sedang bersedih dan aku
ingin sendirian saja,” kata Kesedihan dengan pilu.
Cinta putus asa. Benar-benar
dia risau. Ia merasakan air makin naik dan akan menenggelamkannya. Pada saat genting
itulah tiba-tiba terdengar suatu suara, “Wahai
Cinta! Ayo naik ke perahuku!”
Cinta menoleh dan
mencari arah suara itu. Ia hanya melihat perahu dan orang tua di dalamnya.
Cepat-cepat Cinta naik ke perahu tersebut, tepat sebelum air menenggelamkannya.
Akhirnya, Cinta
sampailah di sebuah pulau yang terdekat dan selamatlah dia. Dan orang tua itu
menurunkan Cinta dan segera pergi lagi.
Pada saat itulah Cinta
tersadar, bahwa ia sama sekali tidak mengetahui siapa gerangan orang tua yang
baik hati tadi.
Tidak lama, Cinta
menanyakan hal tersebut kepada seorang penduduk di pulau itu. Siapakah sebenarnya orang tua yang membawaku
tadi?,” tanya Cinta. “Oh, orang itu
adalah Sang Waktu,” kata orang itu.
“Tetapi,
mengapa ia menolongku. Bahkan aku tidak mengenalnya. Teman-teman terdekatku pun
malah tidak menolongku,” ungkap Cinta heran.
“Sebab,
hanya Waktu lah yang tahu seberapa nilai sesungguhnya dari Cinta itu….” jelas
orang itu.
0 Komentar