Oleh : Hengky Yeimo
Ilustrasi |
"Semaraklah
hijau hutanku nan indah. Pesona warna alamnya, dan bila nnati saatnya tiba,
surya hadir dari peraduannya kan menyinari alam semesta hijau. Daun pun tampak
serasi, Cenderawasih pun berdendang amat medu mensyukuri ciptaan Sang Iilahi."
Entalah lirik lagu Karya Robi Sawaki ini,
mau memberikan pesan moral kepada semua manusia yang hidup di Tanah Papua agar
perlu mensyukuri hikmat Tuhan yang dianugerahkan berupa tanah air yang indah
dan kaya, serupa cenderawasih ini.
Lirik lagu ini juga mengajak kepada manusia
agar jangan merusaki hutan ciptaan-Nya. Lirik lagu itu mengaskan jangan
dirusaki oh jangan di cemari, sebab hijaunya hutan Papua milik kita, menyimpan
makanan pokok: Sagu, Pisang dan hutan Papua milik kita tempat kita berburu
kus-kus, hutan tempat hidupnya Cendrawasih, Kangguru, Rusa, Kasuari dan
burung-burung lainya. Panorama hijau hutan yang didambakan jutaan manusia di
dunia telah jadi milik pusaka kita, harus di lestari dan jangan di rusaki
begitulah analisa lirik lagu ini.
Dulu, kita hidup damai bersama alam kita.
Duka pun tidak kita alami, semasa itu. Namun kini, kebanjiran berbagai masalah
yang pelik di Tanah Papua. Semua kita akibat, dan karena kapitalis datang, torang pu gunung yang tinggi, torang pu hutan yang luas di babat habis
oleh para kapitalis. Unggas yang menghiasi alam Teluk Cenderawasih ini tak akan
lagi berkicau dan tak tak akan pula didengarkan oleh masyarakat Papua.
Sebut saja sebagai contoh, suku Yeresiam
dan empat sub suku diantarannya, Wauha, Akaba, Karoba, dan Sarakwari.
Di atas tanah mereka yang terletak di bibir
teluk cenderawasih Nabire, bibir pantai utara Papua, tepatnya pada posisi 135
derajat, 3 menit dan 43,05 detik-135,18 menit 25,20 detik bujur timur dengan
ketinggian sekitar 1-230 meter diatas permukaan laut. Hutan berhektar-hektar
dibabat habis dan digantikan dengan
hijaunya Kelapa Sawit oleh para kapitalis. Dong datang akumulasikan kapital
yang dong miliki.
Sementara pantai Teluk Cenderawasih, tepat
di bibir tanah suku Yerisiam, ada Hiu, lumba-lumba, dan aneka biota laut di
lindungi dan hidup dalam kepatuhan seratus persen kepada hukum alam yang
berjalan secara alamiah.
Samar kita dengar, ternyata ...hukum
pemerintahan juga melindungi hutan adat, menuturkan: "... hal yang fundamental dalam lalu lintas hubungan hukum adalah
masyarakat hukum adat yang secara konstitusional di akui dan di hormati sebagai
penyandang hak yang tentunya pula di benahi kewajiban dengan demikian
masyarakat hukum adat adalah subjek hukum dan hak atas tanah dan sumberdaya
hutannya."
Menyimak kutipan putusan MK ini, masalah
hutan adat dilindungi berdasarkan pembacaan putusan (Mahkamah Konstitusi) MK
35/PPU-IX/2012 (Putusan 35) telah menguatkan posisi hukum dan peran masyarakat
adat Dalam penguasaan tanah dan sumber daya hutannya.
Namun bunyi pasal yang telah di putuskan ini rupanya terabaikan karena terkejut dengan hutanya yang luas, tanpa koordinasi dengan kepala suku selaku pemimpin masyarkat lokal kemudian PT. Nabire Baru dan PT. Sariwana Unggul Mandiri Di Nabire, beroperasi.
Namun bunyi pasal yang telah di putuskan ini rupanya terabaikan karena terkejut dengan hutanya yang luas, tanpa koordinasi dengan kepala suku selaku pemimpin masyarkat lokal kemudian PT. Nabire Baru dan PT. Sariwana Unggul Mandiri Di Nabire, beroperasi.
Mungkin sekarang saatnya orang Papua, suku
Yerisiam bersatu dan katakan: "perusahaan
ilegal jangan lagi beroperasi. Kau perusak tatanan kehidupan kami yang rukun
dengan alam. Kau harus get out dari
tanah Yerisiam, dari tanah Papua."
Masyarakat adat menilai pihak PT. Nabire
Baru, dan instansi teknis dalam prakteknya benar-benar melanggar hukum dan
tidak mengacu pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup, khususnya Bab XI, dimana mengatur tentang peran
masyarakat adat, pasal 70 t, 1, 2, poin a, b, c, d. Oleh sebab itu Pemerintah
Kabupaten Nabire dan Pemerintah Provinsi Papua Barat dan instansi terkait perlu
mencabut PT. Nabire Baru dan PT. Sariwana Unggul Mandiri yang ilegal dan
beroperasi hingga detik ini, benar-benar melanggar aturan yang berlaku di
Negara ini.
Kalau di kaji berdasarkan putusan MK dan
undag-undang di atas ini seharusnya kedua perusahaan ini melanggar benar-benar
ketetuan negara yang dicantumkan dalam pasal tersebut diatas. Maka pemerintah
daerah dan provinsipun berhak mencabut perusahaan ilegal yang membawa duka lara
bagi masyarkat adat suku yeresiam dan beberapa sub suku lainya atas pengambilan
kayu secara ilegal semntara konflik HPH yang belum terselesaikan.
Pemerintah daerah dapat menghargai aspirasi
masyarkat yang telah berupaya berupa secara tertulis dan lisan kepada Dinas
Kehutanan dan Badan Lingkungan Hidup kabupaten Nabire, maupun kepada Pemerintah
Provinsi Papua. hingga saat ini yang tidak memberikan perhatian dan respon
positif terkait kedua perusahaan yang beroperasi secara ilegal di Tanah milik
Suku Yeresiam tempat masyarakat adat berkebun dan dan Mereka berdiam diri.
Akh, sayang! Tampak di timur Papua hutan
Yerisiam dan hutan Papua umumnya menangis. "Sejak awal PT. Nabire Baru
telah menunjukan pengabaian atas hak-hak adat jangan buat program yang
sebenarnya. Belum saatnya dilakukan sedangkan hak rakyat belum di selesaikan.
Itulah sebenarnya upaya yang di lakukan perusahaan sangat Berdapak negatif bagi
masyarakat akan kehilangan Sumber Daya Alam.
Positifnya tidak sebesar yang disediakan oleh alam untuk mendapatkan makanan daging dari supermarket alami lagi," kata Iwan Hanebora.
Positifnya tidak sebesar yang disediakan oleh alam untuk mendapatkan makanan daging dari supermarket alami lagi," kata Iwan Hanebora.
Disusul komentar oleh Kepala Susku Besar
Suku Yeresiam S.P. Hanebora (pemilik hak ulayat) beberapa waktu lalu melalui Via
Fecabook. "Kami akan terus menolak perusahan itu walau isin telah
diberikan dan mereka menari diatas tanah kami," tulisnya.
Sungguh, sakitnya hati ini lihat perlakukan
kapitalis yang datang mengabaikan semuanya demi laba-laba dan laba. Kenapa
Pemeritah Kabupaten Nabire Dan Pemerintah Provinsi Papua Diam? Alam Yerisiam
bersama orangnya pasti bertanya, "Apa Salah Kami?"
"Kami akan menggugat kalian di hadapan
Tuhan, Sang Empunya Kuasa atasku, atas saudaraku suku Yerisiam, dan atasmu
juga, kau mesin kapitalis dan pemerintah penjilat. Kau akan kutuntut
bertanggungjawab atas perekrutan nyawa kami dan pemusnahan sumber hidup saudara
kami suku Yerisiam. Kau penghancur keharmonisan hidup kami."
Terakhir, teliga hatiku dengar alam
merintih duka demikian sabda alam sambil menangis air mata darah!
"Kita harus buat sesuatu, Save Manusia dan Tanah Papua."
0 Komentar