Me-Wujud-Nyata-Kan Revolusi Mental, Perspektif Orang Muda Papua


Oleh : Hengky Yeimo 
Hengky Yeimo


“Untuk jadi maju memang banyak tantangan dan hambatan. Kecewa semenit dua menit boleh tetapi setelah itu harus bangkit lagi” Ir. Jokowidodo

Gagasan revolusi mental yang dilontarkan oleh Presiden Republik Indonesia Ir. Jokowidodo pada 09 Mei 2014 lalu di harian kompas, dalam tlisannya, beliau ingin mengajak agar Bangasa Indonesia Ini harus keluar dari “Pradoks delik” yang telah lama di timpa negara Republik Indonesia ini. 

Dalam konteks Indonesia tetunya memilik masalah yang besar, namun untuk Me-weujud-nyata-kan demokrasi yang benar, membangun ekonomi yang yang kuat, dan bangsa ini harus berdidri di kaki sendiri, kemudian membangun bangsa ini berlandaskan budaya, dengan menjujung tingga nilai kebudayaan, demi kejayaan negara Indonesia. 


Negara Indonesia dikategorikan sebagai negara yang berhasil setelah era reformasi, dalam bebrgai aspek, namun pada realitasnya tidak seperti yang dinilai oleh dunia Internasional, dalam konteks demokrasi, ekonomi, kebudayaan, keagamaan, tetapi Kenapa e... ? Rakyat masih menutut akan kebebasan berdemoraksi, rakyat masih meminta kesejahterah, rakyat tidak lagi berdikari “beridir dari kaki sendiri” dari dalam konteks perekonomian indonesia, dan terbukti Indonesia mengalami degradasi nilai-nilai budaya hal itu nampak masyarakat protes melalui media dan lainnya.

 Fenomena yang digambarkan diatas ini merujuk agar revolusi mental itu harus terjadi dengan menjunjung pada Agenda aksi Revolusi yang maksudkan oleh penulis. Negara Indonesia harus di Instal ulang, karena sudah termakan banyak virus yang terserap didalamnya, baik melalui sitem yang dibangun dan perundang-undang yang dibuat, dan dalam prakteknyapun kadang keliru, salah satu Program untuk menginstalnya ialah “wacana revolusi mental menjadi obat mujarab bagi Negara Indonesia.”

Ide ini disambut baik oleh kalangan rakyat luas akademisi,politisi pendidik, mahasiswa pemuda, perempuan dalam mengupayakan agar dek di bangsa indonesia ini dapat disesaikan dengan tahapan sesuai agenada aksi revolusi mental itu sendiri.

Nah, Dalam perspektif Papua “orang muda” Harus menjadi togak Revolusi mental melalui agenda aksinya yakni, menjunjung tinggi nilai demokrasi, Membangun Ekonomi Kreatif dengan menciptakan produk terbaik, Memaknai nilai budaya setiap suku bangsa dengan hikmat, menjujung tinggi pluralisme, menentang ketidak adilan yang sengaja dibangun, mengupayakan berhentinya pelanggaran HAM yang marak terjadi, Mendorong korupsi tak lagi terjadi, dan sebagainya.  

Namun untuk membung kembali sendi-sendi yang terasuki virus yang kian mengakar itu pemuda sebagai calon Pemimpin pemimpinya harus mendapatkan pendidikan politik yang baik, membuaka ruang diskusi selebar lebarnya, agar dapat me-wujud-nyata-kan sistem negara ini pada rel yang benar dan sekaligus membasmi virus itu. 

Virus yang terasuki sebagian pemuda di Papua adalah, takut, ragu-ragu, mental cengeng, saling menggatungkan nasib, mencari hal-hal yang instan, tanpa butuh satu prose perjuagan, dan sebagainya. Dalam pandangan penulis ini virus yang masih ditanamkan Negara Indonesia kepada Orang Papua, khusunya generasi muda Papua dengan di Dalam Program “otnomi khusus” dengan triliunan Rupiah meninabobokan Orang Muda Papua. 

Pada realitasnya Orang Papua khususnya Pemuda justru membuat orang Papua mengharapkan proposal tanpa bekerja kebun memanfaatkan lahan untuk membangun ekonomi, ada yang lahannya di jual untuk mendapatkan uang secara instan, Pemuda kehilangan jati diri dan mengalami degradasi budaya, padahal budaya sangat penting untuk dijaga karena budayalah satu sumbangsi bagi indonesia didunia dunia, sistem politik yang keliru membangun kelompok-kelopok klen marga, susku, kampung, sehingga membuat orang Papu terpecah belah bukan lagi menjadi bangsa Papua tetapi justru menjadi orang yang berjalan tanpa jiwa atau sama saj seperti ‘boneka hidup”. 

Dengan melihat situasi inilah penulis, mengkontekskan tulisan ini agar orang muda papua keluar dari “paradoks delik” yang menghinggapi pada pemuda saat ini terutama hal-hal yang mematahkan jiwa juang pemuda itu sendiri.

Pertanyaanya Apkah kita Orang muda harus diam? melihat persoalan yang terjadi di bangsa Indonesai dan yang terjadi pada pemuda Papua dan persoalan Papua yang menggurita ini. Masalah ini harus diselesaikan jalan satu satunya harus “Me-wujud-nyata-kan Revolusi Mental dalam internal Orang Muda Papua” sebelum mengahdapi pasar bebasa tahun 2015.

Dengan kondisi orang muda Papua seperti ulasan diatas tentu kita tidak menginginkan agar hal ini terjadi, Namun apakah pemuda dapat mewujudnyatkan Revolusi mental sebelum perahu NKRI berlabuh dalam gelombang  pasar bebas dengan situasi orang Papua yang terkotak-kotakan pada massa Otsus ini apakah Orang Papua “pemuda” harus diam dan menjadi penonton, “lawan” itulah jawabannnya. Dalam agenda aksi yang diajukan untuk me-wujud-nyata-kan revolusi mental dalam konteks Orang muda Papua.

Pemuda Sebagai Tonggak, Revolusi Mental

Tokoh Revolusioner Republik Indonesia Ir. Soekarno Pernah mengatakan, Berikan aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya, berikan aku 1 Pemuda Niscaya akan kuguncangkan dunia. “Soekarno”. Walau Fajar telah menyingsing bangkit adalah salah satu jalan yang tepat menuju mewujudnyatkan revolusi mental itu sendiri. 

Tetapi sayangnya pernytaan Sang tokoh Proklamator ini masih tinggal retorika, dan retorika ini masih saja di agung-agungkan oleh orang muda sebagai motto simbol dalam berbagai oraganisasi tanpa ada aksi yang real di lapangan, memacu semangat jauangnya tanpa ada gebrakan-gebrakan radikal nyata di masyarakat hingga me-wujud-nyata-kan revolusi mental berdasarkan agenda aksi revolusi di kalangan rakyat. 

Ir. Sukarno mau mengajak kepada pemuda di Indonesia dan Papua bahwa selagai semangat masih menggelora haruslah pantang menyerah, tanpa bimbang dan ragu, memulai, praktek berdemokrasi yang baik adil jujur, Meneggakakan “PANCASILA” Pemuda juga meunyai ruang untuk membicarkan tentang kebudayaan, nilai keagamaan, dan pemuda memosisikan diri sebagai agen Revolusioner, pemuda pun harus berani mengabil peran, membrantas koruptor, menghentikan stigma separatis terhadap orang Papua, mengehentikan penghinaan, intmidasi teros dan sebagainya atau bumbu bumbu persoalan lainnya dan membranta anggapan kitorang sebagai setengah binatang, karena kita orang papua yang punya Hak hidup seperti orang luar Papua lainnya. 

Pemuda sebagai togak revolusi mental haruslah berani membicarakan mendiskusikan persoalan politik ekonomi ham yang masih terbelenggu di Tanah Papua, karena tanpa pemuda niscaya neri ini akan berjalan di tempat. 

 Bagaiman Dengan  Pemuda di Papua saat ini ?  

Orang muda selalu saja menjadi aktor dalam sejarah perjuagan Revolsui dimanapun termasuk negara indonesia,  dan orang Papua dalam konteks perjuangan menuju self determination peranan penting tak terlepas juga dengan uluran tangan Pemuda sebagai “tulang pungung bangsa” seperti  para pemuda yang dengan gigih berjuang keras untuk self determinatiaon bangsa Republik  Indonesia ini. 

Dalam pandang saya, Pemuda Papua saat ini masih terbelenggu dalam, mental keragu raguan dalam mengambil tindakan demi me-wujudnyatkan revolus mental, itu sendiri. Meganpa saya katakan demikian dewasa ini banyak orang muda yang populerkan bergam kalimat seperti “JUJUR Itu sakti kah?, Epen kah ? Generasi epen” kemudia pemuda papua juga di perhadpakan dengan situasi, diskriminasi, rasialisme, teror intimidasi dsb. yang membuat ruang diskusi terbatas, hingga tebentuklah mental budak, mental cengeng, mental menggantutngkan nasib yang sedang dilanda oleh masyarkat di Indonesi Khusunya di Papua perspektif orang muda, dari sistem yang dibangun para pemimpin di negara republik Indonesia ini. 

Walau dalam situasi demikian Banyak pemuda yang mulai bangkit, dan me-wujud-nyat-kan revolusi mental, dibidang langkah sebagai orang Papua sebagai orang Muda turut aparesiasi atas perjuangan, anak ANAK muda Papua, yang sukse menjadi pengusaha, mampu memperkenalkan budaya Papua  hingga ke manca negara, dan Pemuda papua juga yang berjuangan agar demokrasi benar-benar harus terjadi sesuai dengan hukum yang berlaku di negara ini.  Pelanggaran HAM tak lagi terjadi stigma separatis tidak lagi terjadi.

Dalam situasi seperti itu di kalangan para pendahulu para pejuang, seperti, Muhamad Hatta, Sukarno, Tan Malaka dan pejuang lainnya di indonesia. Sudah mengalami hal itu dan mereka memilih untuk haru melakukan revolusi dan bagi mereka revolusi adalah satu satunya jalan kebenaran untuk keluar dari situasi yang sengan di bangun oleh pemerintah Hindia Belanda  dalam bentuk sistem klonialisim.  Juga dialami oelah orang Papua saat ini.

Dalam kontek orang Papua terlebih khusus generasi muda, banyak yang tampil sebagai tokoh dalam beragam, organisasi tetapi sistim dari pada organisasi itu kemudian megnahkan orang muda agen pengeerak untuk mewujudkan visi itu pada mental yang konsumtif, dalam tingkatan itu Pemuda belum sepenuhnya melakukan revolusi mental yang di gebu-gebukan oleh masyarakat Indonesia terlebih khusu orang Papua.  Banyak pemimpin besar di dunia yang telah melewati jalur revolusi, baik secara ekonomi, politik, demokrasi budaya, dan mental mereka demi kesejahterah rakyatnya atau bangsanya, bebas atas klonialisme bangsa penjajah.

pemuda tak luput juga dalam mengabil bagian dalam membangun arsitek perjuangan me-wujud-nyata-kan revolusi itu sendiri. semenjak Papua diintegrasikan dalam Negara Republik Indonesia  hingga kini dalam konteks orang Papua justru bukan lagi mendapatkan kesejahterah, keadilan, tetapi mengahadapi konflik berkepanjangan hingga dari tahun 1961 hingga sekaran orang Papua belum meraskan kesjehaterhan itu sendiri walau sudah di khususkan. Pelanggaran HAM Terjadi, pembunuhan karekter orang Papua lewat sistem pemerintahan. Pembantaian,rasialisme, marginalisasi, dan laiinya perseolan ini justru, megajak Para Orang Muda Papua  dengan gigih untuk menyarakan aspirasi masyarakat untuk mendapatakan pengakuan sebagai orang Papua, orang yang bermartabat dan diakui sebagai manusia pemilik negri, dan merdeka secara Poltitk ini demi kesejahterahan rakyat Papua.

Hal ini kita tak bisa pungkiri karena terjadi di hadpan kita, dengan beragam cara melalui aksi asksi demo dengan massa yang banyak, kemudian dengan memberitakan di media masa, dan sebagainya. Hal ini terbukti bahwa negara indonesi belum sepenuhnya mensejehterahkan orang Papua, dan realisasi daripada otonomi khusu gagal total, dengan demikian akan muncul, Mental revolusioner pemimpin, untuk membawa rakyat Papua keluar dari biang penjajahan itu sendiri. Niscaya perubahan itu kan terjadi apabila, mental seorang mental para pemimpin d negeri ini didik secara provesional, dalam merealiisasikan Hukum serta aturan yang ada dalam negara republik indonesia dengan sepenuh hati. Jika tidak demikian oranng muda papua akan terus menyuarkan demi Pembebasan Negri yang di cintainya untuk merdeka. 

Kesadaran Orang Papua yang mulai bangkit contohnya  “Filep Karma” Beiau sebagai tokoh lokal di Papua yang dengan gigih berjuang untuk keluar dari sistem yang dibangun oleh negara, kesatuan republik indonesia. Mengapa orang papua “Pemuda” harus belajar dari Filep Karma ? Beliau dengan berani dan menggunakan pakaian dinasnya PNS Pegawai Negeri Sipil untuk mengibarkan bintang kejora di lapangan Trikora 1 desember 2004 Silam, Kemudian filep Karma dan Yusak Pakage di tangkap dan di penjarkan hingga saat ini. Beliau snediri sudah mejalani 10 tahun penjara. 

Sebagai bahan pembelajaran beliau telah melucurkan bukuny yang berjudul seakan kitorang seperti binatang itu, baha ajaran cara mewujudnyatkan revolusi mental dalam berdemokrasi di Tanah Papua, berdasarkan pada “Kekerasan terus terjadi di tanah Papua. Atas itulah Filep Karma mulai melakukan perlawan tanpa kekersan berdalandarkan pada prinsip demokrasi yang berlaku di negara ini, sebagaiman diataur dalam undang undang kebebasan mengeluarkan Pendapat yang ada dalam pasal 28 UUD 1945, kata Rika Korain.
Kata dia, pasal 28 uud 1945 itu tak berlaku di Papua, Indonesia masih pakai cara lam cara Hindi belanda saat menjajah indonesia, terus tangkap Pemimpin pergerakan nasional dan bungkam kebebasan ekspresi. 

Pada saat Pelucuran Buku Seakan kitorang setengah binatang, Raisialisme Indonesia di tanah Papua’ karya Filep karma, pembedah buku ini, Frederika korain dan Deminggus Pigai menilai buku yang di Tululis Oleh Filep Karma Ini Adalah Bagian Dari Revolusi Mental Yang Hendak Di Lakukan Oleh Presiden Jokowidodo, Din Indonesia Pada Mass Kepemimipinanya.  

Bapak, Filep karma mau mengajak kepada orang papua agar keluar dari tirasi sistem Indonesia  dan bebas me-wujud-nyata-kan Revolusi mental dalam agenda aksi yang di tujuakan alam tulisan ini salah satunya agenda itu ialah ialah cara berdemokrasi dan mengakan undang-unadna dalam negera yang juga negara demokrais terbesar Ke-3 Dunia Ini, Filep juga tak terlepas dengan  budaya orang Papua dalam berdemokrasi dengan cara orang Papua menyampaikan aspirais rakyatnya. Filep juga mau mengatakan bahwa kita orang papua “pemuda “ harus berani mengatakan kebenaran apalagi kebenaran itu di jamin oleh Undang-Undang Negara Republik Indonesia Ini.


 

Posting Komentar

0 Komentar