Penyair :
Victor Yeimo
Kutuliskan kata ini walau terasa sakit di hati,
mengenang engkau yang masih berdiri tegap, melangka maju penuh kepastian.
Namamu terukir indah di setiap pemberitaan palsu. Walau para penindas terus
mencoreng harkat dan martabat kita, walau terasa hampa di jalur ini, walau
tiada pernah kau duga kapan smua ini berakhir. Kau bungkus nuranimu dengan
penuh kepastian, walau seribu peluruh dan ting-teng militer penjajah terus
mengejarmu.
Diatas negeri leluhurmu kau ukir sejarah negeri.
Engkau yang tegap dibelantara, mendaki seribu gunung tanpa merasa lelah,
mencari nasip negeri yang hilang dicuri para penindas itu. Engkau bagai lilin
kecil dalam kelamnya malam, yang memberikan kepastian kepada anak negeri yang
sisa-sisa ini, bahwa hari esok ada keadilan karena kebenaran itu sejatinya
hidup, dan engkau terus menghidupkannya. Dan engkau yang di hutan, di penjara,
di pengasingan negeri seberang terus meyakinkan hati kami yang sisa-sisa ini,
bahwa hari esok adalah hari kemenangan kami.
Mereka, para penindas itu, dengan wajah kebenaran
palsu, terus menunjuk kita pemberontak, teroris, separatis, pengacau, bodok,
kanibal dan lain-lain demi hawa nafsu mereka untuk menguasai tanah surga ini.
Setiap layar tv, koran, radio dan internet digunakan untuk memojokan kita. Anak
negeri kita, tanpa sadar, demi sepeser uang dan popularitasnya terus
menyudutkan kami, tanpa mereka sadari bahwa kita sedang berkorban, dan setiap
piluh darah yang menetes itu, bersama nyamuk hutan itu, dan bersama lumpur dan
pecek yang menyengat itu, dan sakit maag yang kita derita tidak akan pernah
mereka tahu.
Tapi, demi sebuah keyakinan yang telah kita torehkan,
dan demi sebuah panggilan mulia, ku katakan kepadamu kawan serdadu di
jalan-jalan, disudut kota-kota yang dibangun penjajah, dihutan, di
lembah-lembah itu, dipantai-pantai itu dan demi mereka dibalik jeruji penjara
penjajah dan engkau yang terasing demi negeri ini: satu langka kita hari ini
adalah seribu langka pasti. Tak ada kekuatan bagi penindas untuk berkuasa,
sebab ketamakan dan kekejaman penguasa selalu diruntuhkan oleh kaum tertindas,
karena kekuatan kita adalah kebenaran hakiki, kebenaran yang sejati, dan demi
kebenaranlah penjajah pasti kalah.
Hai tanahku Papua, kau tanah lahirku, kau hendak ku
kasihi sehingga ajalku, sebab yang kunanti tiada lain hanya pembebasan. Doa
ibu, mama tanah kita, di masa revolusi masih terdengar, walau hanya
samar-samar, sebab suaranya semakin serak, karena para penindas tak
henti-hentinya menggerogotinya dengan penuh nafsu. Mama tanah, masihkah engkau
kuat memikul beban negeri ini? kami haus dan lapar dibelantara hijau ini. Kami
hampa tak berdaya dibalik jeruri dan tembok penjara penjajah ini. Kami ingin
terlindung dalam pelukanmu yang hangat walau hanya sedetik, karena demi engaku
kami harus terus berlari mendaki, terkurung tak berdaya dan terasing di negeri
orang. Karena engkau, karena engkau....karena engkau.......................!!!
........., 19 Agustus 2011,
Jam : 00:07
0 Komentar