Su hampir pagi, nona Halimun bawa turun selimut putih yang dingin. Empat orang pemuda datang kasi bangun sa. Tidur sono pun tampias.
"Baa, tong masi tidur nyenyak lagi, kam su datang kasi bangun, ayeeeh"
Pace yang kaboter, bulpen langsung de sambung "Ahh, habis Kaka bilang kasi bangun jam brapa saja boleh, jadi tong datang tooo" yang tiga orang senyum-senyum sambil tertewa kecil.
Adooh, sa kalah slak. "Yooo, kam ke dapu, kasi menyala api di tungku, baru kam tiga jang ketawa macam kucing mo konto!" Dong tiga langsung tahan poro, turup mulut, takut ketawa bokar.
Setelah kasi basah muka sa ke dapur, api su mulai menyala. Di bangku kecil itu sa duduk sambil menghangatkan tangan di api. Panjang ko pigi ambil cerek isi air, Kalep ko bawa kopi deng gula kemari.
"Kaka tadi sa ada baca buku satu, bagus skali, isinya tentang cerita rakyat" kata Bulpen sambil memasukkan kayu-kayu kecil ke dalam api.
"Buku baru ka? Sapa yang tulis, cerita rakyat dari mana?"
"Iyo baru, tapi sa lupa penulisnya, carita rakyat orang Mee".
Panjang datang membawa air, "Kaka, ini air di cerek".
"Yoo, kasi naik di tungku suda".
"Baru kopi deng gula tadi?"
"Ada ini, sa taru di atas kayu"
Sa liat gelas trada jadi sa langsung tanya Kalep, "Ba, Kalep, baru ko tra bawa gelas ka? nanti tong minum pake apa?"
"Mungkin Kalep de maksud langsung tong putar gula deng kopi di mulut ka?" hahahahahahahahahaha, Bulpen langsung sambar dan bongkar tertawa.
"Ayehhh, Bulpen ko stop gara suda," jawab Kalep, langsung tancap gas pigi ambil gelas.
Kalep tiba deng satu nafas, "Yoooo barang ada ni, Bulpen ko pegang smua eee!"
Dong ampat ni memang lucu-lucu, mulai dari nama sampe dong pu klakuan. Yang agak diam Kacuping dia, mungkin de kecil jadi de rem-rem.
"Bulpen ko lanjut, sampe di mana tadi?"
"Sa lupa penulisnya, carita rakyat orang Mee, selesai sa baca, sa ingat kampung. Sa mo tulis"
"Bulpen ko pu smangat itu bagus sekali, kan tra banyak orang yang tulis tentang cerita rakyat toooo"
Kalep de bilang, "Kalo sa mo tulis resensinya saja."
"Aroooo, Kalep itu juga bagus, tidak semua orang yang baca buku bikin resensi tooo dan resensi itu kan bukan meringkas isi buku yang di baca.!"
"Oooo jadi resensi itu begitu ka?" Kalep pu muka babingung ini bikin de tambah lucu, apalagi mulut su pono deng pinang.
"Iyo, resensi itu kan bisa berdasarkan ko pu opini pribadi berdasarkan apa yang ko tau atau ko punya analisa yang kritis. Bisa juga ko kirim ke media cetak, dapat honor. Tetapi jang dulu pikir honor, yang penting adalah meresensi itu buat ko jadi terbiasa untuk berpikir dan menulis secara kritis terhadap isi sebuah buku. Kalau teralu kristis paling-paling, penulis dong kasi moncong panjang ke ko tooo"
Hahahahaha, tong bongkar tertawa rame-rame.....
"Tapi Kk, kemarin sa baru bicara saja dong su protes, sa belum tulis" Kacuping de kasi stop tong pu tertawa.
"Kacuping, tong tra dengar ko pu suara, satu kali ko bicara langsung di limit" hahahahahaha, Panjang de bicara langsung tertawa.
"Kam stop main dia suda, iyooo Kacuping ko lanjut" Sa potong Panjang de pu ketawa.
"Ahh begitu suda."
"Ahhh, ko lanjut suda." Jang tra enak hati jadi ko stop bicara.
"Itu tadi, yang sa su bilang"
"Tra semua pembaca itu harus jadi penulis tooo, beruntung juga ada pembaca yang mengkritisi, kalo trada trus sapa yang harus memberi penilaian. Buku yang di terbitkan itukan buku yang untuk di disimpan dalam rak buku.. Jadi jangan takut untuk bicara, jangan takut untuk tulis"
"Siap Kk, trada yang takut mooo" Kacuping de jawab sambil angkat cerek dan tuang air panas ke gelas.
"Yo, bicara-bicara tapi ko su bikin brapa gelas teh nih"
"Hahahahahahaha, baru dua saja"
"Baru Kk, tong pu latihan menulis jadi ka?" tanya Bulpen.
"Jadi tooo, kam su siap spidol dengan whiteboard too"
"Iyoo, suda komplit"
Kalep yang de pu suara trada dari tadi langsung angkat bicara, "Kaka ada kemarin ada dapat tiga buku, satu tentang budaya Moi di Sorong, dua novel lama tentang Papua, ceritanya Boven Digul."
"Mantap, buku-buku budaya memang sedikit sekali, kalau ada juga cari sampe mata merah, karena tra semua dong distribusi ke toko-toko buku. Dan kalau novel yang berlatar Boven Digul memang paling banyak, ada sekitar 5 atau 6 novel, sa lupa, menarik skali"
"Kaka mungkin karena Boven Digul dulu tempat pengasingan para pejuang ka apa eee"
"Itu su pasti dan juga menjadi tempat yang melahirkan inspirasi too"
"Kaka, air su habis nih, tong tambah ka" Kacuping de tanya sampil menggoyang cerek di tanggannya.
"Trausah tambah, Nona Halimun de su mo pulang, baru Sampari su datang tuuuh, su habis jadi tong bubar, hari sabtu baru tong ketemu eee"
"Iyoo Kaka tong juga su mulai mengantuk nih" Jawab Bulpen yang mata ayam, kepala tidur.
"Cerek deng Gelas taruh saja disitu, nanti sa menyimpan"
"Malam Kaka, tong jalan dulu eee, terimakasih"
@Pinggir Kali Mati, 040512
https://www.facebook.com/groups/kosapa/