Anak Papua yang Unik


Anak-anak Papua bermain di alam,
mencipkatakan, kreasi permainan yang unik-unik,
alam adalah guru.
Numbai, Hollandia, atau yang sekarang lebih dikenal dengan Jayapura yang dalam bahasa Sansekerta artinya Kota Kemenangan (Jaya = Kemenangan dan Pura = kota) terletak di bibir lautan Pasifik ini. Di tahun 50-an, keindahannya terkenal di seantero Pasifik, hingga tak heran bila banyak wisatawan dari kota-kota di Pasifik datang untuk berwisata.

Selain indah cuacanya pun sejuk, tidak seperti sekarang panas membakar, macet dan tidak tertata dengan baik.

Di para-para belakang rumah, sa duduk tunggu angin Pasifik gara-gara bertiup sepoi untuk mengusir keringat yang turun seperti hujan. Lagi asyik dalam lamunan, kaka bos datang.

"Lama kita dua su tra baku ketemu nih" Kata Kaka sambill duduk di samping saya.

"Iyo, sa ada berangkat jadi, baru Kk dari mana?"

"Sa dari rumah, langsung ke sini"

Panas semakin membakar cerita kami yang mengalir seperti tetes-tetes keringat, yang tak juga kunjung usai.

"Kk, saya dengan beberapa teman sedang memulai belajar bersama anak-anak, jumlah mereka sekitar 20-an orang" initnya kami membantu mereka untuk lancar membaca dan berhitung.

"Itu bagus, di beberapa titik di Jayapura juga banyak anak yang perlu mendapat perhatian khusus" kata Kaka sambil terus mengunyah pinang.

Lanjutnya lagi, "Sa ada teman yang pintar matematika, dia punya cara-cara untuk mendidik anak agar pandai berhitung"

"Oh ya" sa pu mata berninar-binar, ahhh satu lagi hal baru tentang anak Papua yang punya kemampuan lebih.

"Kaka dulu de kuliah di mana?"

"Dia kuliah di Surabaya Fak. Kedokteran"

"Oh ya, jadi dia dokter?"

"Tidak, entahlah, padahal dia kuliah hingga selesai, tetapi bahkan sekarang banyak pejabat yang memintanya untuk menjadi guru privat bagi anak-anak mereka! Dan mungkin mereka, para pejabat itu saling memberi tahu tentang teman ini"

Kaka pu teman, dia tidak beriklan untuk guru privat, tatapi entahlah dari mana para pejabat itu tahu. Dia bahkan perna di minta oleh Surya Institute di Jakarta untuk mengajar di sana, tetapi dia tidak mau.

Wooow..... sa buka mulut besar dan hampir saja lalat tabrak masuk, hahahahaha....

"Ko sabar dulu, masih ada satu lagi nih, tapi agak unik. Anak ini --sebut saja namanya Pace Pinang-- dia dulu kuliah di UNIPA Mnukwari". Satu hari ada praktek bedah ikan, beberapa ikan di letakkan di atas meja bedah, dan pembedahan pun di lakukan, namun baru sebatas membuka perut ikan.

Atas kesepakan bersama, ikan yang belum selesai di bedah itu di tinggalkan, dan mahasiswa istirahat untuk makan siang.

Saat mahasiswa sedang makan siang, Pace Pinang membawa semua ikan-ikan yang akan menjadi bahan praktek itu ke asrama, dia asrama ia menyuh teman-temannya itu untuk menggoreng ikan yang dia bawa.

Ketika mahasiswa masuk, mereka kaget, ikan-ikan sudah lenyap semua.
Kita dua tertawa terbahak-bahak.

Ada satu lagi, di waktu lain, mereka praktek menanam jagung, dosennya dari IPB Bogor. Dosen ini memperkirakan dua atau tiga bulan jagung hibrida tersebut sudah siap untuk di panen. Dosen itu pulang ke Bogor, tiga bulan kemudian kembali ke Mnukwari.

Anak-anak, mari kita ke kebun untuk melihat jagung yang kita tanam. Setibanya di kebun, sang dosen memegang jangung, namun anehnya jagung tersebut kempes saat di pegang. Ketika di buka, isinya tidak ada, ini jangung aneh.

Ternyata setelah di cek, Pace Pinang sudah lebih dahulu memanen jagung, isinya saja yang di ambil, dan di rapikan kembali, sehingga tak nampak kalau jagung tersebut telah hilang.

Hahahahahahahaha, kami tertawa sampai perut sakit.

Satu lagi yang unik dari Pace Pinang; Ketika dosen IPB itu mengajar, dosen menjabarkan rumus dengan panjang lebar.

"Permisi Pa Dosen, bisa saya maju?"

"Silahkan kata dosen"

Pace Pinang memangkas rumus yang panjang itu, dengan caranya sendiri yang sederhana dan hasilnya sama dengan hasil rumus pak dosen.

Pak dosen menganguk-nganguk, ya hasilnya sama.

Sekian dulu cerita pengantar istirahat siang, hehehehehehe...... Ibiroma Wamla

Ket; fotonya Fransiskus Xaverius Kobepa