Mutiara Hitam dari Timur


Oleh; Ririn Fitri Pebriani

Titus Florensius, seorang anak lelaki berusia 15 tahun keturunan Papua ini berjalan menyusuri jalan setapak dan berbukit-bukit selama 2 jam untuk sampai ke sebuah tempat dimana ia menimba ilmu. Tubuhnya besar dan kulitnya berwarna hitam kelam, kedua tangannya membawa sebuah buku tulis yang kusam dan sebatang pena yang tak pernah ia lupa untuk dibawa. Matanya meyipit karena terkena pancaran matahari pagi. Sesampainya di sekolah, teman-teman sekelas dan sang guru telah menanti dirinya. Titus merupakan anak yang pandai, ia sangat berbeda dengan anak-anak seusianya pada umumnya. Walau perjalanannya menuju sekolah amat melelahkan, namun Titus tetap semangat. Titus ingin melihat generasi muda Papua menjadi generasi yang pandai. Titus ingin Papua bisa sejajar dengan wilayah lain di Indonesia bahkan di dunia karena bisa hidup modern. Titus ingin Papua tidak hanya terkenal karena primitif dan perangnya.

“Aku ingin menjadi orang Papua yang pintar, yang bisa membawa nama Papua di kancah internasional,” itulah tekadnya dalam hati.

Titus berasal dari keluarga miskin yang tinggal di daerah terpencil di Papua. Ayahnya merupakan seorang penjaga hutan dan ibunya merupakan seorang ibu rumah tangga. Ayahnya sangat mencintai pekerjaannya. Beliau seorang pekerja keras. Oleh karena ayahnya sangat terikat dengan hutan, rumahnya pun berada di pinggir hutan.

Berkat kepandaian dan keuletannya, Titus mendapat beasiswa untuk meneruskan sekolahnya ke tingkat selanjutnya, yaitu Sekolah Menengah Atas di kota Jayapura. Titus tinggal di asrama sekolah tersebut. Ketika kelas XI, Titus menjadi salah satu wakil sekolahnya untuk mengikuti Olimpiade Kimia. Otaknya yang sangat cemerlang membawanya ke tingkat yang sangat tinggi, yaitu tingkat internasional dan menjadi wakil Indonesia. Titus mendapat beasiswa untuk kuliah sampai S3 di kampus manapun di Indonesia termasuk di Institut Teknologi Bandung (ITB).

Titus dibawa ke DKI Jakarta, kota yang sangat ingin ia kunjungi. Di Jakarta ia pun di karantina bersama dengan wakil Indonesia lainnya. Titus merupakan satu-satunya wakil Indonesia yang berkulit hitam dan berasal dari Papua. Oleh karena itu, Titus mendapat sebutan dari teman-temannya sebagai MUTIARA HITAM DARI TIMUR. Pada umumnya, yang menjadi wakil Indonesia di kancah internasional merupakan anak berketurunan China dan berasal dari Pulau Jawa. Hal tersebut tidak membuat dirinya ciut, melainkan membuat dirinya lebih termotivasi untuk mengikuti Olimpiade Sains Internasional.

Setiap hari ia dibina oleh para pembina dalam riset yang Titus lakukan. Salah satu pembina favoritnya, yaitu Pak Abdul. Pak Abdul merupakan pembina yang memiliki karakter humoris dan selalu membuat suasana yang hangat ketika kegiatan pembinaan. Ternyata ada salah seorang dari teman olimpiadenya yang tidak menyukai Titus. Namanya Yoga. Yoga selalu memandang remeh Titus hanya karena Titus berasal dari Papua.

Satu bulan lagi, Titus beserta kawannya yang lain akan diterbangkan ke Montreal, Kanada untuk mengikuti olimpiade tersebut. Tiba-tiba Titus mendapat kabar bahwa ibunya di Papua menderita sakit yang cukup parah. Hal tersebut membuat Titus sangat sedih. Titus mencoba berbicara kepada Ketua Olimpiade Indonesia, Pak Yusuf, agar bisa diizinkan pulang ke Papua untuk menengok ibunya.

“Pak, saya ingin meminta izin supaya bisa pulang ke Papua walau hanya sebentar. Ibu saya sakit parah, Pak,” pinta Titus dengan sangat memelas.

“Bagaimana ya? Saya mengerti pasti kamu sangat ingin melihat keadaan ibumu, tapi bagaimana?

Olimpiade sebetar lagi. Kita harus mengejar waktu,” ucap Pak Yusuf.

“Saya mohon, Pak!” pinta Titus sambil bersujud di kaki Pak Yusuf.

“Berdirilah! Saya akan mempertimbangkannya terlebih dahulu. Nanti malam sekitar jam 7 temui saya lagi saja!” jelas Pak Yusuf.

“Baiklah, Pak. Tapi saya mohon, izinkanlah saya. Saya berjanji sepulangnya dari Papua saya akan lebih bekerja keras lagi dalam mempersiapkan olimpiade ini,” ucap Titus.

Titus pun pergi meninggalkan ruangan Pak Yusuf dan kembali ke kamarnya. Di kamar, Titus selalu berdoa agar ibunya cepat sembuh dan dirinya bisa diizinkan untuk pulang menemui ibunya. Pikirannya kusut. Ia tak bisa konsentrasi terhadap risetnya kerena selalu memikirkan kesehatan ibunya.

Jam 7 malam pun tiba. Titus segera menemui Pak Yusuf.

“Baiklah Titus, setelah saya mempertimbangkan, saya mengizinkan kamu untuk pulang ke Papua selama 2 hari saja. Kamu akan ditemani oleh utusan saya, yaitu Pak Indra,” jelas Pak Yusuf dengan bijak.

“Terima kasih, Pak!” ucap Titus.

Keesokan harinya, Titus bersama Pak Indra terbang menuju Papua. Keluarga Titus di Papua kaget dengan kehadiran dirinya.

“Titus, mengapa kau ada di sini? Bagaimana dengan olimpiadenya?” tanya sang ibu yang sedang tergolek lemah di atas kasur.

“Aku mendengar ibu sakit, makanya aku datang kemari untuk melihat keadaan ibu. Aku takut ibu kenapa-kenapa. Aku kangen ibu,” ucap Titus.

Selama di Papua, Titus selalu merawat ibunya agar cepat sembuh. Kahadiran Titus membuat keadaan ibunya lebih baik. Ternyata 2 hari telah berlalu. Sekarang waktunya Titus dan Pak Indra untuk kembali ke Jakarta. Sesampainya di Jakarta Titus segera menepati janjinya dengan lebih rajin lagi mempersiapkan olimpiade yang harus ia ikuti.

Setelah 6 bulan mengikuti karantina, akhirnya Titus beserta rombongan diterbangkan ke Montreal, Kanada. Titus teringat akan ibunya yang masih sakit walau keadaanya sudah mulai membaik. Sesaat sebelum terbang, Titus menghubungi keluarganya di Papua lewat sambungan telfon. Titus meminta doa kepada seluruh keluarganya di Papua terutama kepada ayah ibunya.

Sang ibu berpesan, “Titus, banggakanlah kami selaku orang Papua ya! Kau harus ingat itu!”

Setelah berjam-jam berada di pesawat, akhirnya Titus beserta rombongan sampai di Dorval International Airport yang berada di Montreal, Kanada. Titus sangat terpukau melihat sekelilingnya. Titus tak pernah bermimpi bisa mengunjungi kota ini.

“Waw, sungguh luar biasa!” ucap Titus penuh kekaguman.

“Aduh, kampungan sekali ya anak Papua yang satu ini. Belum pernah melihat yang seperti ini?” ucap Yoga dengan penuh keangkuhan.

Titus hanya menghela nafas dan tetap bersabar. Melihat Titus yang penuh rasa kagum terhadap keadaan disekitarnya, sang pembina favorit Titus, yaitu Pak Abdul sedikit menjelaskan mengenai kota Montreal, Kanada.

“Montréal adalah kota terbesar kedua di Kanada dan kota terbesar di provinsi Quebec. Selain itu, Montreal juga merupakan salah satu kota berbahasa Perancis terbesar di dunia. Kota ini terletak di daerah barat daya Quebec. Kota-kota di sekitarnya antara lain adalah New York City, Ottawa, Quebec City, dan Toronto. Letak tepat kota ini adalah di Pulau Montreal, daerah Sungai Saint Lawrence dan Sungai Ottawa. Pelabuhannya terletak di jalur yang menghubungkan Great Lakes dengan Samudera Atlantik. Nama kota ini diambil dari Mount Royal,” jelas sang pembina.

Rasa kagum Titus semakin memuncak ketika mendengar penjelasan dari Pak Abdul. Titus beserta rombongan dibawa ke sebuah hotel berbintang di kota tersebut.

Hari yang sangat mendebarkan pun tiba. Hari ini waktunya Titus untuk mempresentasikan risetnya selama ini. Titus pun presentasi dihadapan para profesor dari berbagai negara sebagai penguji dalam kegiatan International Chemistry Olympiad. Karena sangat gugup dan tegang, jantung Titus pun berdetak sangat kencang.

“Sebelum saya menjelaskan mengenai riset yang telah saya lakukan, saya akan memperkenalkan diri saya terlebih dahulu. Perkenalkan, nama saya Titus Florensius. Saya berasal dari Indonesia,” ucap Titus dalam bahasa Inggris yang sangat fasih.

Tiba-tiba salah satu profesor memberhentikan Titus, “Kamu berasal dari Indonesia?”

Titus menjawab, “Ya, betul sekali. Saya berasal dari Indonesia, tepatnya dari Papua.”

Sang profesor telihat sangat heran dengan Titus. Sang Profesor belum pernah melihat orang Indonesia yang berkulit hitam dan rambut keriting seperti orang Afrika. Selama ini sang profesor hanya mengetahui orang Indonesia itu berkulit putih. Melihat sang profesor yang penuh rasa ingin tahu tentang Titus, akhirnya Titus pun sedikit menjelaskan tentang dirinya dan Papua. Sebenarnya memang itu keinginan terbesar Titus, yaitu bisa memperkenalkan Papua dihadapan orang-orang sedunia.

“Saya memang berasal dari Indonesia, tepatnya dari pulau Papua. Pulau Papua atau Guinea Baru atau yang dulu disebut dengan Pulau Irian adalah pulau terbesar kedua setelah Greenland di dunia yang terletak di sebelah utara Australia. Pulau ini dibagi menjadi dua wilayah yang bagian baratnya dikuasai oleh Indonesia dan bagian timurnya merupakan negara Papua Nugini. Pulau Papua bentuknya menyerupai burung rajawali. Istilah "Papua" digunakan untuk menunjuk kepada pulau ini secara keseluruhan. Nugini berasal dari kata New Guinea, nama yang diberikan oleh orang Barat, yang di-Indonesiakan. Mereka dahulu berpendapat bahwa tanah Papua mirip Guinea, sebuah wilayah di Afrika. Jadi mereka sebut Guinea baru. Papua dengan Afrika memang memiliki kemiripan terutama dari segi warna kulit dan rambut,” jelas Titus dengan penuh rasa bangga akan tanah kelahirannya, yaitu Papua.

Mendengar penjelasan dari Titus, sang profesor pun mengangguk-anggukan kepalanya. Titus tak pernah membayangkan bahwa dirinya bisa memperkenalkan Papua yang merupakan bagian dari negara Indonesia dihadapan orang-orang sedunia.

Kemudian Titus kembali menjelaskan mengenai risetnya. Akhirnya selesai sudah tugas Titus dalam kegiatan olimpiade ini. Sang pembina favoritnya, Pak Abdul, merasa bangga dengan penampilan anak binaannya.

“Kau ini memang benar-benar MUTIARA HITAM DARI TIMUR,” puji sang pembina.

Akhirnya pengumuman pemenang dari International Chemistry Olympiad pun diumumkan. Ternyata, Titus mendapat medali emas, tetapi erbeda dengan Yoga. Yoga hanya mendapat medali perunggu. Lengkap sudah kebahagian Titus saat itu. Tidak hanya bisa memperkenalkan Papua, Titus pun mendapat medali emas dari olimpiade itu. Akhirnya Titus bisa membuktikan pada Yoga dan khalayak umum bahwa ORANG PAPUA PUN BISA. Sejak saat itu, Yoga tidak pernah menganggap remeh lagi Titus. Yoga menyadari kesalahannya dan segera meminta maaf pada Titus. Dengan rendah hati Titus pun memaafkan Yoga.

Saat itu, karena Titus mendapat medali emas maka ia berhak mendapat tawaran kuliah gratis di Harvard University sampai tingkat S3. Dalam tawaran ini tidak hanya biaya kuliah yang ditanggung oleh pihak penyelenggara olimpiade, begitu juga dengan biaya hidup Titus selama kuliah di universitas tersebut, bahkan Titus pun akan mendapat uang saku per bulannya selama ia kuliah di sana. Tak mungkin ada orang yang bisa menolak tawaran tersebut, begitu juga dengan Titus. Namun sebelum Titus menerima tawaran tersebut, Titus akan meminta izin terlebih dahulu kepada kedua orang tuanya di Papua.

Sekarang waktunya Titus beserta rombongan untuk pulang ke Indonesia. Titus pulang ke Indonesia dengan membawa suatu kebanggaan bagi Indonesia khususnya Papua, yaitu Medali Emas dari International Chemistry Olympiad.

Sekali lagi sang pembina favorit Titus mengatakan, ”Kau ini benar-benar MUTIARA HITAM DARI TIMUR.”
***

Unsur Intrinsik dari Cerpen Mutiara Hitam dari Timur
Tema : Anak Daerah
Alur : Maju

Tokoh dan Penokohan :
• Titus : ulet, pintar, sabar, dan pemaaf
• Ayah Titus : pekerja keras
• Ibu Titus : bijak
• Yoga : iri hati
• Pak Abdul : humoris dan baik
• Pak Yusuf : bijak dan baik
• Pak Indra : baik
• Profesor : baik dan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi

Latar Tempat : Papua, Jakarta, Montreal, Kanada
Sudut Pandang : Orang ke-3

Amanat: “Kita harus bisa menjadi manusia yang dapat membanggakan nama keluarga, daerah, negara, dan bangsa kita. Kita pun harus mempunyai keyakinan dan keuletan dalam rangka meraih mimpi kita dan janganlah pernah menganggap remeh seseorang karena bisa jadi orang tersebut lebih baik dari kita.“

Posting Komentar

0 Komentar