Bahasa-Bahasa Papua dan Bahasa Indonesia dong bakalai di Tanah Papua

Karikatur; salampapua.com

Oleh: Izak Morin
(Program Studi Bahasa Inggris FKIP Uncen)

Setiap kelompok etnis di Tanah Papua pu bahasa sendiri-sendiri. Waktu dong mo bicara Bahasa Indonesia pasti dong pu bahasa de bakalai deng Bahasa Indonesia terutama ejaan, intonasi, pengucapan dan pemilihan kata yang tepat. Bahasa Papua pasti kase kumur Bahasa Indonesia. Tapi, sayang karena wasit selalu kase menang Bahasa Indonesia. Wasit komin lagi. Tra adil skali ya.
Karena jumlah bahasa di Papua mencapai 253 maka beberapa contoh di bawah ini kitong pake saja untuk kase tunjuk bagemana Bahasa Papua dan Bahasa Indonesia dong dua baku skot.
Orang Biak dong tra bisa ucapkan bunyi sengau [-ng] yang muncul pada ujung sebuah kata seperti ‘sombong’ dan ‘kosong’. Beberapa tahun yang lalu kalo kitong nae taksi di Biak, yaitu dari Pasar Inpres ke Samofa dan Angkasa kondektur nan tanya kalo su mo dekat Lampu Merah. De tanya begini: Lampu Merah! Kalo trada yang bicara, kondektur bilang: Koson! De tanya lagi: Mandiri! Koson! Tapi, sekarang kalo nae taksi di Biak kata ‘koson’ su trada. 

Jadi, kalo kondektur tanya: Lampu Merah! Trada yang bicara, kondektur nanti bilang: Bebas! Hal ini terjadi karena beberapa tahun lalu kondektur dapa tegur trus dari penumpang begini: Bukan koson tapi k o s o n g! Hal yang sama juga terjadi kalo orang Biak yang mo perbaiki kesalahan sesama orang Biak. Misalnya, ada nene satu deng de pu cucu. Nene ini pernah jadi guru Bahasa Indonesia. 

Satu hari de jaga de pu cucu begini mas es lewat baru toki-toki de pu lonceng. Cucu lari masuk dan bilang de pu nene: Nene minta ‘uan’ kee, sa mo beli es! Trus nene perbaiki cucu pu kesalahan: Bukan ‘uan’ tapi ‘u a n g’ coba ko ‘ulan’? Eeh.. nene mo kase bae begini ternyata nene juga tra bisa ucapkan ‘ulang’. Bahasa Biak juga trada konsonan [h] dan [l]. Jadi, kata seperti ‘habis’ dan ‘marah’ dong dua pu bunyi [h] akan hilang dalam pengucapan. Demikian juga kata ‘lari’ dan ‘kapal’ akan berubah jadi ‘rari’ dan ‘kapar’ kalo kitong dengar tete-tete dan nene-nene dong bicara-bicara di kampung.
Bahasa Me tra pu [s], [c], [r] , [l] dan [h]. Jadi, kalo ada kata Bahasa Indonesia seperti: ‘sekolah’ maka [s] jadi [t], [r] dan [l] jadi [d] dan [h] hilang dalam ucapan. Orang Me dong ucapkan kata ‘sekolah’ menjadi ‘tekoda’ atau kalimat seperti: ‘adooo..jang kam suruh sa cuci wc ka? menjadi ‘adooo…jang kam tudu ta tuti wete ka? (Bunyi [d] diucapkan agak lembut). Bahasa Indonesia juga kase kumur Bahasa Me. Misalnya, nama kota Enagotadi/EnaLotadi menjadi ‘Enarotali’ (sumber info dari Niko Kobepa)
Kalo kitong dengar ada orang yang bilang: ‘Selamat mpanggi imbu-imbu ndan mbapa-mbapa ngguru (Selamat pagi ibu-ibu dan bapa-bapa guru) kitong pasti tau bahwa de dari suku Lani/Dani. Kata ‘Dani’ sebenarnya diucapkan ‘nDani’ oleh orang Lani/Dani tetapi Bahasa Indonesia kase tampias [n] sehingga yang tinggal hanya kata ‘Dani’. Kalimat di atas kas tau kitong bahwa dalam Bahasa Lani/Dani ada prenasalisasi atau penambahan bunyi nasal (sengau/hidung) di posisi awal. Bila ada bunyi [b] dan [p] ada kecendrungan bunyi [m] dilekatkan di depan karena bunyi-bunyi [b], [p] dan [m] ini ketika diucapkan ada hubungannya dengan bibir, bedanya udara keluar melalui mulut untuk [b] dan [p] sedangkan ketika [m] diucapkan udaranya keluar melalui hidung. Contoh kata bahasa Dani: mbi= petatas/ubi jalar (sumber info dari Niko Kobepa)
Kalo orang Ayamaru dong bicara pasti kitong tau bahwa dong dari Ayamaru karena ada bunyi [kh] di setiap kata Bahasa Indonesia yang berakhir dengan huruf [h] seperti kata ‘parah’, ‘wah’ dll. Kalo ada orang yang bicara dengan menambahkan ‘o’ di akhir setiap kata atau kalimat seperti : “Basar o”, “Merah o”, “Tra boleh molo-molo lagi o” dll maka kitong tau bahwa orang tersebut pasti datang dari Fak-Fak, Kaimana, atau Teluk Bintuni. Kalo ada ‘ya’ di ujung setiap kata atau kalimat seperti ‘trada ya’, ‘bikin ganas skali ya’ maka kitong tau bahwa orang yang bicara begini pasti dari Sentani.
Contoh-contoh di atas kas tunjuk kitong bahwa kitong pu Tanah Papua ini kaya skali dengan bahasa. Jadi, kitong pu kekayaan bukan saja dalam tanah, di atas tanah, di laut dan di udara tetapi di dalam manusia Papua sendiri. Perbedaan-perbedaan yang ada di antara kitong pu bahasa-bahasa jangan kitong pake untuk saling remehkan satu sama lain. Jangan kitong baku hatam sendiri. Jangan kitong pake Bahasa Indonesia sebagai alat ukur atau patokan untuk kase nilai kitong pu bahasa ‘BAIK’ atau “TIDAK BAIK’. Sama saja dengan Bahasa Inggris. Jangan kitong pake Bahasa Inggris Baku di British sebagai alat ukur ‘baik’ atau ‘tidak baik’ untuk nilai orang-orang di Cina bicara Bahasa Inggris, orang-orang di India bicara Bahasa Inggris, orang-orang di Afrika bicara Bahasa Inggris, orang-orang di Pasifik bicara Bahasa Inggris, orang Jepang bicara Bahasa Inggris, orang Papua bicara Bahasa Inggris, dll.
Semua bahasa di dunia duduk sama rendah berdiri sama tinggi. Yang beda di antara bahasa-bahasa adalah satu lebe banyak dipake sedangkan yang laennya trada. Itu saja de pu beda. Trada yang luar biasa. Oleh karena itu, kitong harus belajar hargai kitong pu kekayaan bahasa yang ada di negeri ini. Siapa lagi yang mo hargai kalo bukan kitong sendiri?
Kalo kitong pu sodara-sodara atau teman-teman atau anana sekolah ada yang ucapakan kata Bahasa Indonesia tra sesuai dengan aturan ‘intonasi’, ‘ucapan’ dan ‘ejaan’ Bahasa Indonesia Baku, kitong tra boleh ejek dan bilang ‘Bicara Bahasa Indonesia yang betul ka?’ Ungkapan seperti ini hanya kase jatuh kitong pu martabat atau kitong pu hargai diri sendiri. Seolah-olah Bahasa Indonesia jauh lebe bae dari bahasa-bahasa di kitong pu negeri ini. Kitong yang ada di tanah ini harus tau bahwa kitong pu bahasa-bahasa juga saat ini sedang bakalai deng Bahasa Indonesia. Kalo kitong pu bahasa-bahasa tra kuat maka kitong nanti kalah dalam pertarungan ini. Marilah kitong saling hargai dan jangan saling menjatuhkan. Bahasa adalah kitong pu jati diri di Negeri Cenderawasih ini. Kitong harus bilang:
Syukur bagiMu Tuhan
Kau brikan bahasa-bahasa ini bagi kitorang
Bri kitong rajin untuk menggunakannya
Bri kitong niat bae untuk menghargainya
Sepanjang kitong masih hidup di Tanah Penuh Harapan ini


Posting Komentar

0 Komentar