PEMBERONTAKAN JIWA

Oleh; Andy Tagihuma

Untuk seluruh masyarakat Raja Ampat dan Pecinta Raja Ampat, malam ini dapat menyaksikan film yang telah di garap oleh Dedi Mizwar dan area shootingnya di Raja Ampat melalui SCTV Satu Untuk Semua jam 22.00 WIB or 24.00 WP:) (Catatan di wall FB Insos Tjoe)

Kira-kira begitulah kalimat di status FB seorang teman yang di post Sabtu pukul 14:15. Status ini membuat sa pu pikiran terganggu, sejumlah tanya pun muncul dalam benak.

Waktu terasa berjalan lambat, sementara berbagai pertanyaan terus menari-nari, lahirlah gelisah. Seandainya jam bisa di percepat, maka dia akan sa paksa untuk segera tiba di jam 12. Pucuk yang di nanti pun tiba, jarum detik yang merayap mencapai pukul 24. Bersama dua teman kami duduk manis di kursi rotan menanti dimualinya Mutiara Hitam, di torang pu depan ada sebuah meja kaca kecil dan segelas kopi hangat yang sa buat khusus untuk menemani perjalanan panjang menyusuri riak ombak Raja Ampat.

Memikat, begitulah awal "Mutiara Hitam" sa rasakan, drama Mutiara Hitam memang luar biasa. Anak-anak Papua bermain bola kaki pata kaleng mengawali jalan cerita Mutiara Hitam. Sebuah kaleng menjadi gawang bagi dua kelompok anak yang bermain bola, jika bola di tendang dan tepat mengena pada kaleng maka terjadilah gol, inilah yang di di kenal dengan bermain bola pata kaleng. Di hampir seantero Papua, bermain pata kaleng sudah menjadi kebiasaan sehari-hari. Entah itu anak-anak di pesisir pantai, digunung, di lembah, dan di semua dataran Papua.

Kebiasaan bermain pata kaleng sejak kecil inilah yang selalu melahirkan pesepak bola di Papua, setiap tahun selalu saja ada pemain sepak bola yang muncul dari Papua. Bakat alam, dan kebiasaan bermain bola sejak usia dini menjadi paduan yang klop. Bila tak ada bola, kadang plastik di kumpul dan di gulung hingga menjadi bola, bahkan kalau tidak ada plastik, pohon pakis di tebang, isi dalam pakis yang lembek dan mirip gabus bila kering di bentuk menjadi bola. Ukurannya bisa sebesar bola tenis, bila bola telah jadi, maka permainan pun di mulai. Jumlah pemainnya berfariasi, tergantung banyaknya anak yang ada, biasa 5 orang, bisa lebih, bahkan pemainnya bisa sampai 12 orang satu tim.

Mutiara Hitam, diseting berlatar Raja Ampat yang eksotis dan memiliki panorama bawah laut yang sangat indah. Keindahan Raja Ampat sudah sangat terkenal bagi para penyelam di dunia. Sehingga tidaklah mengherankan jika hampir 80% foto bawah laut di dunia di ambil dari Raja Ampat.

Film drama Mutiara Hitam sangat kental dengan kehidupan riil di Papua, misalnya saja rumah di tepi laut yang sederhana, suasana pasar di Papua, budaya makan pinang, nelayan yang menggunakan dopis (bom ikan), semuanya itu terangkum peradegan. Dan yang lebih mengentalkan ke-Papua-an Mutiara Hitam adalah dialog yang menggunakan dialek Melayu Papua, sesekali terselip bahasa Biak yang menghidupkan jalan cerita Mutiara Hitam.

Inti dari drama Mutiara Hitam adalah kisah kehidupan seorang anak bernama Jeko Mambrasar, ia bercita-cita menjadi pemain sepak bola terkenal seprti Boas Salossa. Sayangnya cita-citanya tidak di dukung oleh Bapanya. Ketidaksetujuan Bapa Jeko karena pengalaman pahitnya sebagai mantan atlit nasional yang hidup menderita, akibat tidak di perhatikan dan di hargai lagi. Dalam sebuah dialog bapanya mengatakan kepada Jeko, "… Bapa ini pahlawan yang bertahan hidup dengan bom ikan", kemudian di lanjutakn lagi dengan "… Sa pergi ke Jakarta, dan balik jadi nelayan". Lalu bapa Jeko pun mencontohkan atlet-atlet nasional yang hidupnya menderita, untuk menyambung hidup ada yang bejualan jamu…. dll.

Kisah getirnya menjadi atlet, membuat sang Bapa bersikeras agar Jeko harus belajar dan melupakan impiannya menjadi atlet bola kaki. Disisi lain bapanya juga mengharapkan agar Jeko bisa mengganti profesi bapanya sabagai nelayan, kalau Jeko bisa belajar menyelam selama empat bulan maka, dia akan jadi penyelam mutiara yang hebat.

Suatu waktu, bersama ayahnya, Jeko ikut melaut, di tengah laut, ayanya me nasehati agar Jeko harus tetap belajar, agar dapat bersekolah yang "tinggi". "Jeko bisa bikin apa saja yang bapa mau, tapi cita-cita dalam hati ini tra bisa di ganti". Sebuah ungkapan pemberontakan jiwa seorang anak yang kemauannya positifnya tidak di dukung sang bapa. Pada bagian ini ada sebuah pesan bagi orang tua, jangan memaksa keinginan pada anak, biarkanlah anak menentukan pilihannya, toh pilihannya itu bersifat positif.

Keinginan antara sang bapa dan anak saling bertolak belakang dan belum menemukan titik temu. Jeko tetap pada pendiriannya, cita-citanya untuk menjadi "Boas" harus terwujud. Jiwa Jeko berontak, hingga dia berteriak di pinggir pantai melepas gundah yang mengumpal di dada.

Tanpa alas kaki, Jeko dapat bermain dengan hebat, namun bila bermain dalam sebuah tim tentunya ada aturan yang melarang pemain yang tidak menggunakan sepatu. Jeko pun tak kehilangan akal, dia mengukur telapak kakinya lalu ukuran tersebut di kirim ke Ortisan Salossa, Jeko meminta Ortis untuk mengirim sepatu bola sepak karena dia ingin menjadi pemain bola yang terkenal seperti Boas, adiknya Ortisan.

Sepatu yang di nanti belum juga tiba, mamanya merasakan apa yang yang berkecamuk dalam diri Jeko. Mamanya memberi perhatian walaupun hanya dengan memberi Jeko sepasang sepatu bekas, milik bapanya yang dulu di pakai sewaktu masih menjadi atlit atletik.

Tenyata sepatu yang di minta Jeko, telah di kirim Ortisan, sayangnya kiriman tersebut terlempar dari motor tukang posa dan jatuh ke laut. Paket kiriman tersebut di temukan oleh bapanya Edo. Sepatu tersebut di bawa pulang ke rumah, tiba di rumah ternyata membawa perdebatan antara Bapa Edo, mama, dan Edo. Dalam perdebatan ini muncullah kalimat "Kalo ada alamatnya jang ko pake itu", sebuah pernyataan yang sudah lama jarang terdengar lagi. Pernyataan atau pesan yang merupakan kearifan lokal ini, dulu sangat ditaati, bahakan dalam kehidupan sehari-hari anak-anak selalu di ingatkan oleh orang tua, tentang pesan tersebut, "Jangan mengambil barang yang bukan milikmu".

Sa jadi ingat pengalaman masa kecil, kalau pergi bermain dan lewat kebun orang, biar ada buah apa saja yang jatuh dari pohon, kami tidak berani untuk mengambilnya. Selalu ada tema yang mengingatkan untuk jangan mengambil yang bukan milik kita.

Dahulu, bila pesan tersebut di langar, akibatnya bisa fatal, di denda bahkan kadang bisa sampai terjadi perang antar klen dan suku. Nilai moral ini sekarang semakin terkikis, dan mengambil barang yang bukan milik sudah menjadi hal yang biasa.

Selain "konflik" dengan bapanya di rumah, alur cerita Mutiara Hitam juga di bumbui konflik antara Jeko dan Edo, teman sekelas yang juga ikut dalam seleksi tim sekolanya. Edo anak kepala kampung, meskipun punya "fasilitas" namun kurang lincah bermain sepak bola di banding Jeko. Merasa dirinya memiliki saingan dalam tim seleksi, Edo meminta agar Jeko mengalah dan tidak masuk tim sepak bola, karena bapanya pernah menolong bapa Jeko, sehingga sebagai balas budi Jeko harus mengalah. Jeko tidak mau dan terus mengikuti keinginannya menjadi pemain sepak bola. Edo akhirnya menggunakan cara keras, dia memukul Jeko. Salah seorang teman mereka yang melihat peristiwa di dekat sekolah segera berlari dan melaporkannya pada pak guru. Sebagai hukumannya, Edo pun di skors dan tidak masuk dalam tim sepak bola.

Bapa Edo tidak bisa menerima anaknya di keluarkan dari tim sepak bola, dia sudah terlanjur memesan baju seragam tim. Edo pu bapa menuju jeko pu rumah, setibanya di jeko pu rumah, Edo pu bapa minta bicara dengan Jeko pu bapa sambil memberikan sepatu. Bapa Jeko tra langsung terima tapi dia langsung bertanya "Bapa datang bawa sepatu ini maksudnya apa?". Sambil basa basi Edo pu bapa de minta agar Jeko pu bapa bisa melobi guru di sekolah agar Edo bisa masuk kembali ke tim sepak bola. Tapi Jeko pu bapa tra mau sambil de bilang "Tra bisa bapa, lebih baik bapa ambil kembali sepatu ini". Edo pu bapa marah dan langsung pulang.

Saat ketegangan atara Jeko pu bapa dan Edo pu bapa belum reda, Jeko berjiwa besar dan mengajak Edo untuk kembali masuk dalam tim bola kaki sekolanya, dia meninggalkan masalah pribadi dan egonya, agar tim bola kakinya tetap utuh. Bagi Jeko persatuan merupakan senjata dan kekuatan bagi tim sepak bolanya. Dan apa yang di lakukan Jeko memang benar, mereka dapat bermain bola sebagai sebuah tim yang utuh dan selalu menang hingga mencapai tangga juara.

Sayangnya ending dari drama ini kurang memuaskan, walaupun tim Jeko telah juara, namun konflik antara bapanya Jeko dengan bapa Edo tak terselesaikan.

Walaupun sepintas Film drama "gaya Papua" ini memiliki alur cerita yang mirip dengan "Denis Senandung Di atas Awan". Namun dengan "gaya" dan pesan yang sarat dengan budaya Papua membuatnya berbeda. Banyak nilai budaya yang mulai terkikis muncul dalam "Mutiara Hitam".

Selain dua seri Anak Seribu Pulau yang shooting di Papua, jarang sekali kitorang menikmati film yang bergaya Papua dengan nilai-nilai lokal yang ada.

Malam itu terasa semakin indah dengan sebuah kejutan yang mempesona, "Mutiara Hitam" ko andalan!

Agar "Mutiara Hitam" dapat di putar ulang, silahkan kunjungi

http://www.facebook.com/pages/Sinema-20-Wajah-Indonesia/148514465181875

Abe, 27/11/10

Posting Komentar

0 Komentar