Nieuw-Guinea-Raad, Penentuan Nasib Sendiri (Bagian 2)


Oleh; Joost W. Mirino*

Penentuan Nasib Sendiri
 
Pemilihan Angota Nieuw Guinea Raad tahun 1961.
Foto;  Henk Lindeboom/Anefo Nationaal Archief

Untuk mempercepat perkembangan kesadaran politik, pemerintah Belanda mencurahkan “perhatian dan tanggung jawab” terhadap kepentingan umum dengan membentuk sebuah badan perwakilan (seluruh) rakyat: Nieuw-Guinea Raad/NGRdiresmikan pada 5 April 1961.

Selain NGR, terdapat empat badan perwakilan tingkat rendah. Dewan daerah Dafonsoro (untuk onderafdeling Hollandia, di luar kota Hollandia) berdiri sejak 1961. Dewan daerah Biak-Numfor, sejak 1959. Dewan-dewan daerah Yapen-Waropen dan Fakfak, keduanya dibentuk pada 1960. Pembentukan dewan-dewan kampung, kota dan daerah akan disusulkan di tempat-tempat lain di tahun-tahun berikut. 

Arti penting NGR terletak pada keterlibatannya dalam mempertimbangkan urusan yang akan dilakukan nanti menyangkut pengembangan politik, ekonomi dan kebudayaan. NGR berhak menentukan bagaimana melaksanakan hak menentukan nasib sendiri nanti. Kurang dari satu tahun NGR dibentuk−saat dirasa sudah layak oleh NGR sendiri−diharapkan menyampaikan nasihat menyangkut hal itu.

Jumlah anggota NGR 24 (16 dipilih, 12 ditunjuk oleh gubernur). Seturut perkembangan dan pembangunan daerah-daerah pedalaman nanti, jumlah anggota akan ditingkatkan dari 24 menjadi 48.

Anggota-anggota yang ditunjuk rata-rata mewakili daerah-daerah yang tingkat perkembangan rakyatnya belum memungkinkan untuk ikut memilih. Penunjukan wakil-wakil ini dilakukan teliti demi representasi dalam NGR. Karena itu, 10 dari anggota yang ditunjuk akan dianggap mewakili daerah tertentu. Di sejumlah daerah, rakyat diperbolehkan mengusulkan anggota yang ditunjuk.

Pemilihan anggota-anggota NGR tidak didasarkan pada golongan rakyat, sehingga tidak disediakan kursi-kursi khusus. Para pemilih tidak dibedakan menurut golongan, tapi diberikan hak yang sama. Kecuali mereka harus memenuhi syarat-syarat: berkebangsaan Belanda (orang Papua berkewarganegaraan Belanda), berdomisili di Nederlands-Nieuw-Guinea minimal tiga tahun dan berusia di atas 21 tahun. Syarat-syarat ini juga berlaku untuk hak dipilih, kecuali orang harus berusia di atas 23 tahun.

Pemilihan dilakukan dengan sistem distrik (districtenstelsel). Di tiap distrik pemilihan, dipilih satu orang−mengikuti cara pemilihan Inggris. Kecuali di Schouten-eilanden dan Yapen-Waropen yang rakyatnya lebih banyak, dipilih satu orang.

Di distrik-distrik pemilihan di kota Hollandia dan Manokwari, dilakukan pemilihan langsung. Sementara di distrik-distrik lain, pemilihan tak langsung (dipilih wakil-wakil pemilih). Caranya, setiap distrik pemilihan dibagi menjadi lingkungan-lingkungan pemilihan. Dari sini akan dipilih satu orang wakil pemilih dari kurang-lebih 50 orang dalam daftar pemilih.

Saat pemilihan berlangsung, orang yang tak bisa baca-tulis membisikkan nama calon favoritnya kepada komisi pemilihan (‘whispering ballot’)−cara yang digunakan di berbagai daerah di Afrika.

Dari 14 distrik pemilihan, terjaring 16 anggota NGR yang akan dipilih. Mereka dipilih dari 95 calon yang diajukan. Para calon tidak boleh mewakili partai politik. Soalnya, selain Demokratische Volks Partij (DVP), partai-partai politik yang baru muncul di Nieuw-Guinea kebanyakan bersifat kedaerahan.

Partai-partai Politik di Nieuw-Guinea

1.   Demokratische Volks Partij (DVP). Badan pelaksana sementara: Arnold Runtuboi (Ketua), Mozes Rumainum (Sekretaris), Petrus Moabuay (Bendahara) dan Zeth Bagre. Tujuan: membentuk sebuah federasi politik dengan Australia-Nieuw-Guinea dan kemungkinan dengan daerah-daerah Melanesia lain (Federasi Melanesia). Tidak dinyatakan tentang tanggal, tujuan penyerahan.

2.   Partai Nasionaal (Parna). Pengurus: Herman Wajoi (Ketua), Amos Indey (Ketua Muda, Sekretaris), S. Malibela dan Frits M. Kirihio (Sekretaris). Tujuan: mempercepat penempatan orang-orang Papua dalam bidang pemerintahan dan pelaksanaan hak penentuan nasib sendiri Nieuw-Guinea di bawah pimpinan Belanda.

3.   Partai Kesatuan Nieuw-Guinea (EPANG). Para pemimpin: Lodewijk Mandatjan (Ketua), H.F.W. Gosewisch (Ketua Muda). Program: mencapai kemerdekaan dalam tempo 15 tahun, diikuti penggabungan Nieuw-Guinea ke dalam uni yang ada saat itu antara Nederland, Nederlandse-Antillen dan Suriname.

4.   Partai Persatuan Orang Nieuw-Guinea (PONG). Pengurus: Johan Ariks (Ketua). Program: hendak dicapai kemerdekaan, bekerjasama dengan Nederland di lingkungan uni. Partai hanya terbuka untuk orang Papua.

5.   Partai Serikat Pemuda-Pemudi Papua. Pengurus: Johan Wamaer (Ketua). Tujuan: dikehendaki kedaulatan sendiri, bekerjasama dengan Nederland di bawah pengawasan Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB). Partai hanya terbuka untuk orang Papua.

6.   Partai Kekuatan Menuju Persatuan atau Kena U Embay (KUE). Pengurus: Ezau Itaar (Ketua), Agus Kereuta (Ketua Muda), Willem Assaway (Bendahara). Tujuan: dikehendaki kedaulatan sendiri tanpa ketentuan tanggal, tujuan penyerahan  kedaulatan, diikuti kerjasama dengan Nederland dalam satu uni.

7.   Partai Sama-sama Manusia. Pengurus: Hussein Warwey (Ketua), Luis Rumaropen (Ketua Muda), M. Onggé dan Z. Abaa (Sekretaris). Tidak ada program mengenai masa depan Nieuw-Guinea secara ketatanegaraan.

8.   Partai Persatuan Christen-Islam Radja Ampat (Perchisra). Pengurus: Moh. Nur Majalibit (Ketua), J. Rajar (Sekretaris), Abdullah Arfan (Penasihat Pertama). Tujuan: hendak bekerjasama dengan pemerintah Nederland demi kemakmuran Radja Ampat dan seluruh Nieuw-Guinea.   

Tugas utama NGR adalah ikut menetapkan perundang-undangan di Nieuw-Guinea dengan mengajukan usul perubahan (hak amandement). Berikutnya, memberikan nasihat terhadap rencana undang-undang Belanda dan penyelenggaraan pemerintahan secara umum yang akan diberlakukan di Nieuw-Guinea atau yang bersinggungan dengan daerah ini. NGR juga berhak merancang dan mengusulkan undang-undang/ordonansi (hak inisiatief), meminta keterangan dari pemerintah tentang berbagai hal (hak interpellatie) dan mengajukan permintaan kepada pemerintah (hak petitie).

Untuk sementara waktu, upaya bersama untuk mengadakan begroting, terbatas pada perundingan-perundingan berdasarkan memorandum tentang uraian umum mengenai pengeluaran-pengeluaran pada tahun berikut. Dalam perdebatan tentang begroting, segala kebijakan pemerintah dibahas dari berbagai sisi di depan publik. Laporan tentang pembahasan akan disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat di Belanda. Besaran anggaran dalam rencana anggaran bisa ditambah atau dikurangi dalam masa sidang tahun ketiga.

Masa sidang NGR ditetapkan 4 tahun, kecuali masa sidang pertama ditetapkan menjadi 3 tahun.

Ketua NGR ditunjuk oleh Raja (Ratu) berdasarkan tiga nama yang diajukan NGR. Untuk masa sidang pertama−yang tidak memungkinkan NGR menyusun daftar nama−telah ditunjuk sebagai ketua Tuan J.H.F. Sollewijn Gelpke. Pemilihan anggota NGR berlangsung dari 18-25 Februari 1961.
                                  
Susunan Pengurus Nieuw-Guinea Raad

Ketua:
J.H.F. Sollewijn Gelpke

Anggota-anggota yang dipilih:

N. Jouwe (Hollandia)
Mr. J.O. de Rijke (Hollandia-Kota)
M. Suwae (Nimboran)
M.W. Kaisiepo (Schouteneilanden)
B. Mofu (Schouteneilanden)
M.B.Ramandey (Yapen Waropen)E.J.Bonay (Yapen-Waropen)
H.F.W. Gosewisch (Manokwari)
P. Torey (Ransiki)
Abdullah Arfan (Raja Ampat)
A.van Zeeland (Sorong)
A.S. Onim (Teminabuan)
D. Deda (Ayamaru)
N. Tanggahma (Fakfak)
M. Achmad (Kaimana)
A.K. Gebze (Merauke)

Anggota-anggota yang diangkat:

Nyonya D. Tokoro-Hanasbey  (anggota istimewa)
F. Poana (Mimika
Th. Meset (Sarmi)
V.P.C. Maturbongs (Mappi)
C. Kiriwaib (Muyu)
S. Samsakai (Frederik-Hendrikeiland)
D. Walab (Asmat-Pantai Kasuari)
B. Burwos (Manokwari/Steenkool)
Dr. F.C. Kamma (Pegunungan Timur/Keerom)
K. Gobay (Paniai/Wisselmeren)
Dr. L.J. v. d. Berg (Tigi/Wisselmeren)
H. Womsiwor (anggota istimewa)

Komite Nasional tentang Simbol Nasional
Pada 10 Oktober 1961, NGR menggunakan hak inisiatifnya untuk menetapkan rancangan bendera dari Jouwe menjadi bendera nasional, Hai Tanahku Papua, gubahan I.S Kijne menjadi lagu kebangsaan. Hari berikutnya, 11 Oktober, delapan orang utusan NGR yang dipimpin Kaisiepo menemui Gubernur (Platteel) dan memperkenalkan bendera Bintang Kejora.    

Pada 19 Oktober 1961, berlangsung momen historis paling penting −sebagaimana dilaporkan khusus mingguan dwi-bahasa (Melayu dan Belanda) terbitan Dinas Penerangan Belanda di Nieuw-Guinea pada masa itu, Pengantara. Atas inisiatif sejumlah anggota NGR: N. Jouwe, E.J. Bonay, N. Tanggahma dan F. Torey, diselenggarakan sebuah sidang di gedung Nieuw-Guinea Raad di Hollandia.

Puluhan peserta dihadirkan. Mereka “terdiri dari kaum jang terkemuka dari seluruh tanah Nieuw-Guinea, diantaranja, kepala-kepala adat, para bestuur [dan] dari persatuan perburuhan.”  Termasuk “tuan Radja Bauw dari Roembati dan tuan Pendeta Rumainum ketua Geredja Kristen Indjili, ialah geredja Papoea jang berdiri sendiri mulai dari tanggal 18 october 1956 [yang benar 26 Oktober 1956, penulis bab ini]”

Tujuan hajatan ini: “menimbang dan menetapkan pendirian berhubung dengan segala hal jang amat penting bagi nusa dan bangsa.” Soalnya, “Sudah beberapa lama orang dikalangan Papoea giat membitjarakan keadaan sekarang.”     

Sebelum sidang dimulai, tampil sejumlah anggota NGR menyampaikan pidato-pidatonya. N. Jouwe, E.J. Bonay dan F. Torey. Lalu, H. Wajoy dari Partai Nasional (PARNA), Runtuboy dari DVP. E. Itaar dari Kena U Embay dan W. Inury.

Sesudah pidato-pidato tersebut, sebanyak 17 peserta membentuk Komite Nasional Papoea. Susunan kepengusannya: W. Inury (Ketua), N. Jouwe (Ketua Muda), M.W. Kaisiepo (Sekretaris), H. Mori Muzendi (Sekretaris II), dengan anggota E.J. Bonay, B. Gebze, E. Jufuway, B. Koenjab, S. Malibela, Th. Meset, A.S. Onim, F. Poana, F.J.S. Rumainum, D. Sarwom, Z. Zonggonauw, N. Tanggahma dan F. Torey. Komite ini didorong oleh seorang warga Indo-Belanda, J. O. De Rijke.

Bersamaan dengan itu, komite ini “menetapkan pendiriannja berhubung dengan bendera nasional dan lagu kebangsaan nasional beserta lambang negara.”

      MANIFEST
Kami jang bertanda tangan dibawah ini, penduduk tanah Papoea bahagian Barat, terdiri dari berbagai golongan, suku dan agama, merasa terikat dan bersatu padu, sebagai satu bangsa dan satu tanah air;

MENJATAKAN

Kepada penduduk sebangsa dan setanah air
Bahwa :


1. Berdasarkan fasal 73 Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa bahagian a dan b; 
2. Berdasarkan maklumat akan kemerdekaan bagi Daerah-Daerah dan Bangsa-Bangsa jang belum  berpemerintah sendiri, sebagai termuat dalam Resolusi jang diterima oleh Sidang Pleno Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam Sidangnja jang ke-15, dari 20 september 1960 sampai 20 december 1960, no. 1514 (XV);
3.     Berdasarkan hak mutlak dari kita penduduk tanah Papoea bahagian Barat atas tanah air kita;
4.     Berdasarkan hasrat dan keinginan bangsa kita akan kemerdekaan kita sendiri; maka kami dengan perantaraan Komite Nasional dan Badan Perwakilan Rakjat kita Nieuw-Guinea Raad mendorong Gubernemen Nederlands Nieuw-Guinea dan Pemerintah Nederland supaja mulai dari 1 november 1961 : 
a.     Bendera kami dikibarkan disamping bendera Nederland; 
b. Njanjian Kebangsaan kami ,,Hai tanahku Papoea” dinjanjikan atau dilagukan disamping   Wilhelmus; 
c.     Nama tanah kami mendjadi PAPOEA BARAT dan
d.     Nama bangsa kami mendjadi PAPOEA

Atas dasar-dasar ini kami bangsa Papoea menuntut untuk mendapat tempat kami sendiri, sama seperti bangsa-bangsa merdeka dan diantara bangsa-bangsa itu kami bangsa Papoea ingin hidup sentosa dan turut memeliharakan perdamaian dunia.
Dengan manifest ini kami mengundang semua penduduk jang mentjintai tanah air dan bangsa kita Papoea menjetudjui Manifest ini dan mempertahankannja, oleh karena inilah satu-satunja dasar kemerdekaan bagi kita bangsa Papoea

Hollandia, 19 october 1961.

W. Inury
D. Sarwom
F. Poana
A. Onim
F.J.S. Rumainum
E. Itaar
M. Suwae
J.S. Dekeniap
S.L. Rumadas
T.S. Akwan
H. Jomungga
M. Berotabui
F. Torey
M.W. Kaisiepo
J.J. Roembiak
J. Jaap
M. Ongge
P.H. Jochu
Iz. Menufandu
M. Wai
N. Jouwe
H. Mori Muzendi
P. Koenjab
W. Zonggonauw
F. Jufuway
A.J.A. Runtuboy
E. Noembery
B. Gebze
Th. Meset
J.E. Bonay
N. Tanggahma
H.I. Bauw
Sp. Malibela
T. Dansidan
W. Giay
Nemnay
A. Sefa
J. Manory
L. Ajamiseba
M. Rumainum

dan 12 tak dapat dibatja

“Dengan suara bulat Komite Nasional bersetudju lagu Hai Tanahku Papoea jang mulanja ditjipta ds. I.S. Kijne [pada 1923] mendjadi lagu kebangsaan dan gambaran bendera nasional dan lambang nasional dari tuan Jouwe diterima dengan 14 dan 17 suara.”

HAI TANAHKU PAPOEA

1.    Hai Tanahku Papua,
Kau tanah lahirku,
Kukasih akan dikau
sehingga adjalku.
                 *  *  *
        2. Kukasih pasir putih,
         dipantaimu senang,
        dimana lautan biru
        berkilat dalam t’rang.
*  *  *
3. Kukasih bunji ombak,
jang pukul pantaimu,
njanjian jang selalu
senangkan hatiku.
*  *  *
4. Kukasih gunung-gunung,
besar, mulialah,
dan awan jang melajang
keliling puntjaknja.
*  *  *
5. Kukasih hutan-hutan,
selimut tanahku,
Kusuka mengembara
dibawah naungmu.
*  *  *
6. Kukasih engkau tanah,
jang dengan buahmu,
membajar keradjinan
dan pekerdjaanku.
*  *  *
7. Sjukur bagimu Tuhan,
Kau b’rikan tanahku,
b’ri aku radjin djuga
sampaikan maksudMu.


PANDJI PAPOEA
SEBAGAI DISETUDJUI KOMITE NASIONAL

      Djika kami ingat keadaan sekarang, kami lihat :

      Merah melambangkan api politiek jang sedang meradjalelah dan hendak memperkosa nasib, tanah dan bangsa Papoea;
      Bintang putih ditengah merah itu melambangkan bangsa Papoea jang sedang bangkit mendesak ditengah api politiek itu untuk memperoleh tempatnja sendiri disamping bangsa-bangsa lain dibumi; tudjuh baris membumi biru mengibaratkan tersebarnja bangsa Papoea diantara enam keresidenan jang dilambangkan oleh enam baris putih membumi pula.
     
      Djika kami pandang kemudian hari, kami lihat :
      Bintang putih−bintang kedjora−adalah bangsa Papoea jang penuh perasaan sutji dan hukum mengambil tempatnja diantara bangsa-bangsa didunia ini;
      Bintang putih diatas lapangan merah adalah bangsa Papoea jang bersedia pula dengan berani dan hati djudjur mempertahankan tempat-tempatnja didunia jang penuh pertempuran dengan sekalian berusaha sepenuh tenaganja membangun negara jang makmur dan bahagia;
      Tudjuh baris biru diantara enam baris putih melambangkan semua suku bangsa, dengan berbagai bahasa dan kebiasaan hidupnja jang bersama-sama hidup diberbagai residentie sekarang ini jang nanti akan mendjadi provinsie dikemudian hari.

      (Dikutip persis laporan Pengantara).

Rancangan bendera yang diajukan Jouwe berhasil menyisihkan rancangan yang juga disodorkan Tanggahma dan dan Bonay.

“Sesudah itu para hadirin berdiri dengan hati jang njata terharu jang dapat dilihat oleh jang menonton dari katja-katja didinding gedung maka ketua Komite Nasional, Willem Inury, membatjakan Manifest, jang diakui dan ditandatangani seluruhnja oleh Komite Nasional dan selandjutnja para hadirin diundang pula akan menandatangani Manifest tersebut.”

Jouwe melukiskan suasana pada waktu itu kepada wartawan yang menanyainya: ,,Kami merasa suka hati sebab malam ini terang bagi dunia bahwa kami tidak dibudjukan suatu apa dari fihak Nederland. Ini malam terang-terangan kami keluarkan hasrat dan keinginan kami sendiri, ialah keinginan akan berdiri sendiri ditempatnja sendiri didunia ini.”

Rancangan bendera nasional yang diajukan Jouwe: “ada sebagian berwarna merah dibagian tiang dan ditengah-tengah merah itu sebuah bintang putih. Lagi pula disebelah merah itu tudjuh garis warna biru dengan dasar garis warna putih. Sementara lambang nasionalnya: “burung mambruk jang berdiri dengan dimuka dadanja terletak bendera nasional dengan dikakinja sebuah pita dimana ditjatat perkataan ,,banjak dalam satu.” “ [Kini: One People One Soul].

[Potongan-potongan yang diapit tanda petik (“… ”) diambil sesuai laporan Pengantara].

*Joost W. Mirino; Jurnalis di Papua






Posting Komentar

0 Komentar