NOKEN DALAM PERSPEKTIF PEREMPUAN ADAT PAPUA SEBAGAI UNSUR KEBUDAYAAN PAPUA

 Oleh : Lukas Walilo 
 
Mama-mama penjahit Noken
Barangkali perempuan Papua berada dalam posisi yang mencari dan mengupayakan noken sebagai bentuk ungkapan jatidiri. Perempuan  Papua mengembangkan diri dengan kemahiran menganyam noken. Noken dalam pemahaman perempuan Papua adalah salah satu warisan budaya yang melekat dan menyatu dalam perempuan Papua yang sejati.  Perempuan Papua telah mengalami krisis identitas. Dengan itu, dalam kesempatan selanjutnya mesti melestarikan budaya noken dengan membiasakan diri selalu menganyam, merajut dan memfungsikan noken. 

Noken merupakan identitas budaya dalam unsur-unsur kebudayaan di Papua. Dalam kebudayaan Papua, noken identik dengan keterampilan para perempuan Papua. Dan itu di dalamnya mereka menampilkan nilai filosofi hidup, nilai sosiologis, nilai antropologis, nilai ekonomis, nilai politis, nilai pendidikan tradisional, nilai psikologis kaum perempuan, dan nilai normatif hidup sebagai perempuan Papua. Sedemikiannya kayanya nilai-nilai yang terkandung dalam noken sebagai budaya yang patut di lestarikan dan direfleksikan dalam budaya noken. Noken tidak hanya menemukan nilai-nilai dan menampilkan identitas, melainkan ungkapan diri yang sejati sebagai orang berbudaya di muka bumi ini. Perlu disadari oleh berbagai pihak di atas Tanah Papua bahwa noken merupakan warisan budaya takbenda yang menyatu dan melekat pada perempuan Papua.

Noken sebagai warisan budaya takbenda yang hidup melekat dan menyatu dengan perempuan Papua, dan tidak lain merupakan ahli waris dari pengada noken untuk tetap eksis dalam kehidupan perempuan Papua. Noken memberikan pemahaman baru tentang mata budaya, identitas dan ungkapan diri sebagai manusia berbudaya. Karena noken Papua mengenalkan proses pembuatan sebagai kemahiran dari perempuan Papua. 

Dengan demikian, sebagai kebudayaan takbenda yang hidup bersama masyarakat dan terlebih perempuan Papua, kemudian berfungsi sebagai memelihara, merawat, menjaga dan membesarkan manusia Papua. Dengan ditetapkannya tanggal 4 Desember sebagai hari noken, perlu mengkondisikan noken sebagai bahan warisan budaya Papua di dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan fokus perhatian bahwa perlu melestarikan diberbagai kegiatan apa saja dan di mana saja. Pertanyaan mendasar dalam pembahasan selanjutnya “bagaimana mengembangkan dan melestarikan noken sebagai warisan dan implikasinya dalam kehidupan konkret di atas Tanah Papua”?

Cerminan  Noken Papua Sebagai Unsur kebudayaan

Noken Papua bukan tas dengan berbagai merek dan tidak bisa disamakan dengan tas yang kita ketahui sekarang. Masyarakat Papua perlu mengenal noken Papua sebagai warisan leluhur orang Papua. Dengan tidak menyamakan tas buatan pabrik yang akhirnya bukan noken. Walaupun secara harafia, noken sama dengan tas karena dilihat dari fungsi pemakaiannya. Namun, dalam pemahaman noken sendiri tidak dilhat dari aspek funngsi saja, melainkan dari aspek filosofi, identitas dan ungkapan diri yang sejati seturut awal penciptaan dan pengadaan. Noken tetap unik dan khas dalam proses pengadaan bahan baku sampai proses pembuatan noken. Kita akan keberatan dan terganggu dengan pemahaman bertentangan, namun perlu mengenal dan memahami noken Papua dalam perspektif manusia adat Papua.

Noken Papua adalah daya cipta, daya kreaktif, daya imajinasi kemahiran yang dimiliki oleh perempuan adat Papua. Noken Papua merupakan keterampilan atas harapan untuk menampilkan nilai-nilai yang ada dalam noken adat Papua. Pada tentu noken sendiri memoles bakat alami dan harapan perempuan Papua melalui kemahiran menganyam, merajut dan memfungsikan noken adat itu. Sehingga sebagai ungkapan penghayatan terhadap noken, perlu dipahami dari pencarian bahan baku, proses pembuatan (model dan bentuk) serta fungsi noken. 

Terdapat beberapa penjelasan alamiah  untuk memperkenalkan perempuan Papua perajin noken, sekaligus memberikan pemahaman bersama dalam kehidupan bermasyarakat adalah:

1.      Noken adat Papua adalah bahan yang dirajut dan dianyam dari kulit kayu pohon, serat kayu dan dicampuri sedikit dengan abu khusus dan diberi variasi warna alami dari hutan demi mengungkapkan keaslian dari hasil sebagai warisan budaya.

2.      Noken adat Papua adalah kerajinan tangan hampir semua suku asli di Papua (307 suku asli Papua) yang menghidupkan sebagai ungkapan unsur kebudayaan khas Papua, dengan menjamin kelangsungan hidup untuk mengisi anak (0-5 tahun), mengisi barang apa saja, dan menggenapi kepuasan diri.

3.      Noken adat Papua merupakan hasil karya seni yang ditampilkan oleh perempuan Papua yang menghargai warisan budaya.

4.      Noken adat Papua adalah hasil karya cipta untuk mendatangkan barang lain sebagai kebutuhan ekonomis, yang menghidupkan kebutuhan sehari-hari dalam rumah tangga.

5.      Noken adat Papua adalah sesuatu yang mendapat perhatian penuh dari tokoh-tokoh adat Papua demi melestarikan budaya warisan leluhur.

6.      Noken adat Papua adalah hasil karya seni para perajin untuk membentuk karakter dan batin secara dewasa, dalam tata normatif kehidupan bermasyarakat pada umumnya.

Dari uraian di atas, menjadi jelas bahwa noken rajutan dan anyaman Papua merupakan khas warisan leluhur Papua dan sebagai ungkapan batin dalam kehidupan perempuan Papua. Dalam hal bahan baku, model, bentuk dan fungsi telah memiliki banyak unsur di balik rajutan noken adat Papua. Dalam semua yang serba alami dan yang dipunyai oleh masyarakat Papua telah tergambarkan sebagai ungkapan identitas dan karya seni yang ada secara ke-Papua-an. Noken telah terkenal dalam kehidupan masyarakat Papua dengan kearifan lokal dari budidaya budaya Papua. Noken dibuat dari berbagai bahan  seperti kulit kayu, serat kayu, abu khusus, rotan, kayu kering khusus dan pewarna alami dari hutan. Noken adalah hasil kerajinan tangan dari perempuan Papua. Noken adat Papua identik dengan perempuan Papua. Dengan itu, untuk mengisi anak, barang bawaan, barang pribadi, dan menghiasi sebagai perabotan rumah tangga. 

Kehidupan masyarakat asli Papua memang tidak terlepas dari noken, termasuk masyarakat pendatang yang ada di atas Tanah Papua dalam era sekarang ini. Kemanapun dan dimanapun masyarakat Papua ada, noken selalu di bawakan dalam penampilannya. Pada diri masyarakat Papua, noken digunakan sebagai wadah pelengkap dari kebutuhan diri yang tak terpisahkan dari kehidupanya. Dalam 307 suku asli Papua semuanya memfungsikan noken sebagai hasil budidaya kebudayaan Papua. Masyarakat adat Papua memahami noken sebagai pembentukan dirinya untuk menjadikan komunitas adat noken. Artinya orang Papua mengakui noken sebagai lambang kebanggaan dirinya, identitas dirinya, kebesaran dirinya, karena noken mengasah kemahiran tersendiri. Tentu itu dalam pemahaman pendidikan tradisional  maupun  pendidikan formal budaya. Sangat penting sekali adalah noken biasa digunakan dalam upacara adat untuk kepentingan manusia dan kehidupan di atas muka bumi ini.

Oleh sebab itu, mulai hari ini dan ke depan menyadari diri untuk melestarikan noken sebagai warisan leluhur Papua. Adapun sikap yang perlu dibuat adalah melindungi dan melestarikan dengan mencari dan membuatnya dalam kerajinan tangan oleh perempuan Papua sekarang. Noken sumber inspirasi bagi perempuan Papua untuk tetap melekatkan diri terhadap warisan budaya ini.

Pemaknaan Noken Papua Dalam Perspektif Perempuan Papua Dan Dalam Otsus Papua

Pemaknaan noken adat Papua merupakan upaya untuk mengenal, memahami, mendalami, mengetahui, membuat noken Papua ini. Dan kelanjutannya untuk menghayati sebagai ungkapan warisan leluhur orang Papua. Pemaknaan noken tidak bisa asal-asalan akan tetapi harus memberi keseriusan hingga ada kontak batin yang muncul sebagai kepuasan diri. Kearifan lokal ini perlu mendapat tempat lebih dalam kegiatan perempuan adat Papua di zaman sekarang. 

Pemaknaan noken akan didorong dari perempuan Papua sendiri, untuk menjadikan sebagai kearifan lokal dari masing-masing suku di atas Tanah Papua. Sehingga ada penyatuan dengan noken adat Papua, karena perempuan adat Papua identik dengan perajin noken yang handal. Pemaknaan atau penilaian sebelum dan setelah mengakui noken itu akan ada tawaran untuk melestarikan dan menggunakannya diberbagai komunitas di atas Tanah Papua. Karena noken merupakan hasil warisan budaya dan ungkapan batin perempuan Papua untuk mendalami makna hidup dirinya. 

Contoh konkretnya adalah yang diperlihatkan oleh Ibu Katharina Yobe dalam melestarikan noken sebagai warisan budaya. Ia lewat komunitas noken telah berusaha untuk melestarikan hasil karya dalam kehidupan bermasyarkat. Menurutnya, noken adat Papua adalah bagian dari hasil karya seni perempuan adat Papua untuk mengisi anak dan mengisi barang apa saja. 

Noken memiliki banyak makna dan salah satunya untuk mengembangkan daya juang dalam kehidupan bermasyarakat. Ia memahami noken bukan hanya sekadar hasil karya seni yang dilestarikan, melainkan memiliki nilai tambah karena bisa mendatangkan kebutuhan rumah tangga. Nilai tambah itu adalah mendapat dukungan dari berbagai pihak (pemerintah), untuk menjadikan noken sebagai hasil pameran diberbagai kegiatan budaya. Ibu  Yobe mengatakan bahwa dengan noken, dirinya bisa lihat pulau Jawa dan pulau Sumatera, untuk  mengikuti pameran noken sebagai hasil budidaya dari kebudayaan yang ada di Papua khususnya. 

Noken dalam instrument Otsus undang-undang nomor 21 tahun 2001 telah mencanangkan bagi masyarakat Provinsi Papua, seperti beberapa istilah yang tersirat dan tercatat adalah: “adat, masyarakat adat, hukum adat dan masyarakat hukum adat”, dengan memaknai kata “adat” itu noken mendapat perhatian penuh sebagai bentuk kearifan lokal yang mulai dilestarikan dan dijaga. Pemerintah melalui Dinas Kebudayaan Provinsi Papua memakai noken pada jam kantor, turut di apresiasi. Melalui tanggal 4 Desember 2015 sebagai hari noken, akan membawa minat dan motivasi tersendiri dalam kehidupan birokrasi di lingkungan Pemerintah Provinsi Papua. 

Berkaitan dengan makna, peran dan fungsi noken dapat diperkuat oleh posisi Otsus dalam mengatur kearifan lokal di atas Tanah Papua. Noken dibekali dengan rasa solidaritas menyatu dalam noken rajut dan anyam untuk menyatukan sesama masyarakat adat dalam wilayah budaya Papua, guna menyatukan tujuan bersama dalam melestarikan noken adat Papua sebagai identitas diri dan kepuasan batin dari seorang perempuan  Papua. Perlu disadari oleh pemeritah daerah bahwa noken sebagai warisan budaya yang perlu diangkat dalam berbagai kegiatan dan kehidupan bermasyarakat sebagai orang-orang yang berada di atas Tanah Papua.

Kesimpulan 

Pengembangan kemahiran mata budaya noken, sangat mudah dapat pada masa lalu sebagai identitas diri, dan pada masa sekarang sangat sulit menemukan dalam keterampilan perempuan Papua, hanya bisa ditemukan dalam ucapan bahasa. Untuk mendatangkan dan menemukan noken asli adat Papua yang semakin sulit, mesti pemerintah menfasilitasi agar tetap mempertahankan potensi budaya tersebut sebagai warisan budaya, tidak hanya mencanangkan dalam bentuk ulasan kata-kata. Misalnya dalam kesempatan seperti ini, untuk merayakan hari noken. Saya berpikir bahwa merayakan hari noken, perlu ada upaya untuk mengadakan dan melestarikan hutan yang ada sebagai sumber bahan baku. 

Dalam penjelasan singkat, saya menjabarkannya sebagai saran untuk menjaga noken adat Papua dalam kehidupan bermasyarakat di Papua, diantaranya sebagai berikut:

1.      Membantu perajin noken yang adalah perempuan Papua melalui regulasi birokrasi di daerah masing-masing di Papua untuk mengembangkan potensi budaya noken. 

2.      Membantu para perajin untuk menemukan identitas diri sebagai perempuan Papua sejati melalui rajut dan anyam noken, dengan menciptakan situasi seperti pameran dan tidak hanya di kota-kota maju, tetapi terlebih di pedalaman Papua.

3.      Memungkinkan untuk pemerintah sebagai anak noken adat Papua yang dibesarkan dalam noken, mungkin zaman sekarang tidak. Namun perlu ada keberpihakan dalam pengembangan dan pelestarian dalam bentuk apa pun.

4.      Perlu memberikan pendidikan tradisional seperti noken di sekolah-sekolah kepada perempuan muda Papua dan perempuan non-Papua, agar mereka tahu merajut dan menganyam, kalau tidak akan hilang seiring dengan perkembangan pola pikir perempuan muda Papua sekarang.

5.      Perlu ada komitmen untuk mencanangkan di setiap kampus atau sekolah memakai noken sebagai bentuk dari pelestarian budaya Papua.

Di zaman sekarang yang dihadapkan pada masyarakat berpikiran modern dan berpenampilan tradisional, perlu ada pengetahuan dan pemahaman tentang penganyaman  dan perajut noken di genarasi perempuan Papua. Hal ini terlihat dari tradisi penganyam dan perajin noken masih dikuasai  dan dipertahankan oleh generasi tua perempuan Papua atau lanjut usia (lansia). 

Keadaan demikian, dikawatirkan tradisi anyam dan rajut noken akan hilang ditelan oleh arus modernisasi dan industrialisasi. Ke depan generasi perempuan muda Papua nyaris tidak akan memiliki pengetahuan tentang menganyam dan merajut noken.  Oleh karena itu, pengetahuan dan pemahaman tentang menganyam dan merajut noken perlu dilestarikan pada perempuan muda Papua. Di sini sangat diperlukan peran pemerintah (Provinsi, Kota, Daerah)  di Papua untuk menfasilitasi, membuka sanggar-sanggar budaya sebagai tempat pembinaan dan pengembangan keterampilan budaya dan termasuk menemukan identitas diri sebagai perempuan Papua yang sejati di masa sekarang dalam situasi serba instan  dengan pola pikir modern ini.

     Penulis, mahasiswa STFT “Fajar Timur” semester V, Abepura-Jayapura, Papua

Posting Komentar

0 Komentar