Jurnalistik Praktis: Dikembangkan Berbasis Konteks Tanah Papua

 
Cover  buku Jurnalistik Praktis:Dikembangkan Berbasis Konteks Tanah Papua (foto: HED).

Judul Buku      : Jurnalistik Praktis: Dikembangkan Berbasis Konteks Tanah Papua
Penulis            : Yermias Degei dan Yohanes Adven Sarbani      
Penerbit          : Lembaga Pendidikan Papua (LPP)
Tebal                : 230 halaman
Cetakan          : 1 - Jakarta: Juni 2015
ISBN                : 978-602-96659-8-7

Zaman benar-benar menuntut setiap orang untuk menulis. Terutama menuliskan suatu kejadian atau peristiwa yang dapat dipertanggungjawabkan keabsahannya, aktual, dan informatif dengan kaidah penulisannya yang baku. Seiring juga dengan semakin banyaknya media pemberitaan, baik itu media cetak, elektronik maupun media masa, dibutuhkan para jurnalis yang militan dan mumpuni. Adalah di Papua misalnya, yang kita tahu bahwa disana sangat sarat dengan beraneka persoalan, mulai dari masalah pendidikan, ekonomi, sosial, budaya, HAM, kesehatan dan lain-lain yang entah kapan membaiknya.

Buku dengan judul "Jurnalistik Praktis (Dikembangkan Berbasis Konteks Tanah Papua)" yang ditulis oleh Yermias Degei dan Yohanes Adven Sarbani ini, mengulas dengan gamblang tentang bagaimana cara seseorang yang sebelumnya awam dengan dunia jurnalistik, kemudian bisa menjadi seorang jurnalis yang handal dan profesional. 

Kedua penulis yang sama-sama alumnus Sanata Dharma Yogyakarta, juga pernah jadi wartawan magang di Harian Bernas Jogja ini dalam ulasannya menggunakan beberapa pendekatan, yaitu contoh-contoh pembahasan dan ilustrasi berupa karikatur berkonteks Papua. Ini yang lebih bikin buku ini menarik, dan akan rugi apabila mereka (dari Papua) yang ingin menjadi jurnalis tapi belum memiliki dan menelaah buku ini.

Buku ini terdiri dari tujuh bab. Bab pertama mengulas tentang "Pengantar Jurnalistik"; bab kedua mengulas tentang "Pegertian, Nilai, dan Tema Berita"; bab ketiga mengulas tentang "Teknik Perencanaan Berita"; bab keempat mengulas tentang "Teknik Peliputan Berita"; bab kelima mengulas tentang "Teknik Penulisan Berita"; bab keenam mengulas tentang "Teknik Penyuntingan Berita"; dan pada bab terakhir mengulas tentang "Materi Tambahan", yang di dalamnya diulas bagaimana cara menulis artikel, resensi buku, dan bahasa jurnalistik Indonesia beserta contoh-contoh. Di bagian akhir masing-masing bab, dilengkapi dengan latihan-latihan.

Sebuah Peristiwa dan Kiprah Seorang Jurnalis 

Kita tidak bisa melepaskan diri dari kebutuhan akan informasi: berita. Kita membutuhkan informasi agar tahu peristiwa-peristiwa yang terjadi. Kita juga membutuhkan berita yang terpercaya dan terbaik agar mampu menentukan  sikap dan tindakan. Disinilah kiprah jurnalis atau wartawan terdapat. Singkatnya, kita bisa mengetahui peristiwa yang terjadi di suatu daerah yang bahkan belum kita tahu menahu sekalipun, sebab ada wartawan disana yang meliput dan mempublikasikan apa yang terjadi disana. 

Bisa membayangkan pentingnya peranan jurnalistik itu? Jika masih belum bisa, sekarang ingat kembali peristiwa kelaparan di kabupaten Yahukimo pada tahun 2007, gempa bumi di kabupaten Nabire pada 2004, bentrok 16 Maret 2006, badai di Biak tahun 2009, pemilihan umum 2004, peristiwa bentrok antar warga di Timika 2014, kontak senjata antara TNI dan TPM/OPM di Puncak Jaya, dan berbagai kegiatan dan peristiwa lainnya di tanah Papua.

Semua peristiwa itu kalau tidak diberitakan, apa yang akan terjadi? Bagaimana penanganan para korban bencana itu? Bagaimana mengatasi konflik? Mereka membutuhkan bantuan dan dukungan secepatnya tapi karena tidak ada informasi beritanya tidak ada yang tahu. Bukankah mereka akan semakin menderita, bukankah banyak orang yang terbunuh dalam konflik itu? Adanya pemberitaan tentang kelaparan, gempa, bentrok, kontak senjata, badai, dan Pemilu tersebut mengundang partisipsi, mengundang para relawan dan dermawan untuk segera bertindak memberikan bantuan dan dukungan (halaman 2).

Wartawan Harus Memiliki Keingintahuan

Para bakal wartawan, sebagaimana dijelaskan Luwi Ishwara (halaman 16), harus memiliki beberapa bekal. Satu dari beberapa bekal yang disyaratkannya adalah: keingintahuan. Keingintahuan adalah "senjata" handal. Sebab keingintahuan menghasilkan kreativitas. Kreativitas melahirkan imajinasi, ketekunan, semangat, dan penilaian yang baik. Wartawan yang kreatif bisa mengambil inisiatif sendiri, yang disebut self-starter. Mereka tidak menunggu sampai ada penugasan tetapi mengembangkan gagasan-gagasan sendiri. Hal ini benar. Bukankah fisikawan asal Papua, Septinus George Saa menjadi tenar karena salah satu bekalnya adalah memiliki keingintahuan yang besar? Thomas Alva Edison, si penemu bola lampu pertama yang adalah kini salah satu dari para penemu terbesar sepanjang sejarah pun sama. Ia kemudian menjadi masyur karena ada keingintahuan yang tinggi pada dirinya.

Sebuah Berita Harus Memenuhi Persyaratan Teknis 5W + H

Berita yang tidak memenuhi persyaratan teknis akan membingungkan pembaca, karena tidak tersaji dengan lengkap. Jadi, kelengkapan data dalam sebuah berita dapat diukur dengan mengajukan enam pertanyaan dari rumusan 5W + H, sebagai persyaratan teknis. Di (halaman 57) penulis memberikan contoh:

"Nabire, Sepuluh orang tewas akibat mobil yang mereka tumpangi ditabrak truk di Jalan Merdeka Nabire, depan SMA YPPK Adhi Luhur, Kamis, (25/8). Kejadian itu terjadi pukul 16:00 WIT. Sore itu, Kijang Manseren DS 2128 DF yang dikendarai Oshin melaju di Jalan Merdeka menuju Oyehe. Tiba-tiba truk Anigou DS 3535 DG dalam kecepatan tinggi menabrak kijang itu. Kijang terseret 50 meter dari lokasi kejadian. Hingga berita ini ditulis, identitas sopir truk belum diketahui. ..."

Wartawan Harus Bisa Menggunakan Kalimat Pendek

Dalam Jurnalistik, penggunaan kalimat pendek merupakan pilihan utama. Hal ini dimaksudkan agar pokok persoalan dapat dengan mudah dimengerti pembaca. Dalam tulisan jurnalistik satu kalimat berisi satu ide. Contoh:

"Sekitar sepuluh ribu massa menggelar demonstrasi damai di Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi Papua (DPRP) Jayapura, Kamis, (10/01/15). Mereka menolak Undang-undang Otonomi Khusus Plus dan meminta presiden Joko Widodo menggelar dialog Papua-Jakarta. "Tuntutan kami hanya satu, tolak Otsus Plus dan gelar dialog," kata koordinator aksi, Manfred. Demontrasi dijaga ketat 5 ribu pasukan TNI/Polri bersenjata lengkap." (halaman 61).

Wartawan Harus Lebih Menggunakan Bahasa Positif

Suatu berita akan menarik apabila ditulis dengan bahasa positif. Wartawan yang baik, menyampaikan berita dalam bahasa yang positif, tidak dengan mengungkapkan yang negatif. Dengan bahasa yang positif, berita akan menjadi tegas. Contohnya, dalam pemberitaan olahraga, wartawan menulis, "Persipura Mengalahkan Arema dalam Final Piala ISL 2012" berita ini tegas, dan langsung dapat dimengerti pembaca, dibandingkan tulisan "Arema Tidak Berhasil Mengalahkan Persipura dalam Final Piala ISL 2012". Kata tidak merupakan kata negatif. Walaupun memiliki makna yang sama namun pemakaian bahasa negatif di atas membuat berita kurang tegas dan jelas (halaman 62).

Robert Gunning, seperti dikutip oleh Luwi Ishwara mengembangkan apa yang dinamakannya sepuluh prinsip menulis secara jelas. (1) Usahakan agar kalimat rata-rata pendek, (2) Pilih yang sederhana daripada yang kompleks, (3) Pilihlah kata-kata yang lazim, (4) Hindari kata-kata yang tidak perlu, (5) Beri kekuatan pada kata kerja, (6) Tulislah sebagaimana Anda bercerita, (7) Gunakanlah istilah yang bisa digambarkan oleh pembaca, (8) Hubungkanlah dengan pengalaman pembaca Anda, (9) Gunakan sepenuhnya variasi, dan (10) Menulislah untuk menyatakan, bukan untuk mempengaruni (halaman 94).

Tugas paling akhir redaktur atau editor, setelah melakukan pemeriksaan dan perbaikan tulisan, adalah menulis judul. Judul menjadi bagian tulisan yang pertama dilihat oleh pembaca. Bila judulnya menarik, pembaca "terpaksa" membaca isi berita. Sebaliknya, bila judulnya tidak menarik, pembaca mungkin bisa berpaling ke tulisan yang lain. Harus diketahui juga, bahwa syarat untuk menulis judul, yaitu: menarik, ringkas dan jelas. Dari judul, pembaca mengetahui apakah informasi dalam tulisan penting atau tidak baginya. 

Menyunting merupakan suatu keterampilan yang harus terus-menerus diasah. Sangat mustahil kamu bisa menyunting berita secara baik dan benar dalam waktu yang singkat. Karena, dibutuhkan waktu dan ketekunan agar bisa menjadi penyunting yang baik. Kamu harus banyak berlatih, banyak belajar dan banyak membaca agar kemampuanmu bisa meningkat (halaman 181). 

Kita telah menyaksikan bagaimana pena bisa turut menumbangkan kekuasaan militeristik orde baru. Para wartawan, redaktur media massa, cetak, elektronik dan internet turut berjuang melalui kekuatan tulisan dan liputan yang mereka hasilkan, menyadarkan masyarakat untuk bergerak menggulingkan kekuatan Soeharto yang korup tersebut. Cita-cita terbentuknya masyarakat madani dalam reformasilah yang menyemangati mereka. Dan sampai kini impian itu masih terus diperjuangkan dan kamu harus perjuangkan di tanah airmu, Papua.

Haruskah kita pesimistik melihat kondisi Papua yang tidak kunjung membaik? Tidak kawan! Justru di tengah-tengah situasi ini kita harus bangkit, bergerak berbuat sesuatu memperbaiki keadaan ini. Kita harus bangkit mengabarkan keadaan ini. Itu tanggung jawabmu. Itu panggilanmu jika Anda memilih menjadi jurnalis muda Papua (halaman 225 - 226).

Buku ini memiliki pembelajaran yang sangat luar biasa. Penulis tidak hanya melulu berkutat pada pembahasan, seperti kabanyakan buku, tapi juga dalamnya disisipi dengan contoh-contoh serta latihan-latihan yang praktis, stimulatif dan kontekstual. Sayangnya, buku ini telah terjual habis karena dicetak dalam jumlah sedikit. Sebabnya adalah soal lama, kekurangan biaya. Ke depan, buku ini perlu dicetak dalam jumlah yang lebih banyak lagi.

Bagi yang menyenangi dan menggeluti profesi jurnalistik, buku ini sangat vital untuk dipelajari, karena buku ini memaparkan dengan gamblang dinamika berjunalistik yang ideal. Siapa pun yang memiliki buku ini dan mempelajarinya dengan langsung mempraktekkan, tidak menutup kemungkinan bahwa orang tersebut kemudian bisa jadi jurnalis atau wartawan yang handal dan profesional. 



Peresensi: Herman E. Degei, mahasiswa Papua, kuliah di Yogyakarta. 

Posting Komentar

0 Komentar