Oleh; *) Arnold Belau
Setelah sembilan bulan berada di dunia pertama, tepat Senin
15 April 1991 saya mulai menghirup napas dan menikmati udara dari dunia ke dua, di dunia ini.
Menurut cerita Mama, saya lahir pada sore hari sekitar pukul 16
sore. Kelahiran saya sangat dinantikan oleh Bapak saya dan ke empat kakak-kakak
perempuan saya.
Sebelum saya lahir, Mama punya rencana lain. Menurut Mama,
saat saya masih dalam kandungan, Mama sudah punya rencana sendiri. Rencana Mama,
kalau nanti anak yang dilahirkan adalah perempuan, maka Mama tidak mau
menyusui. Kalau laki-laki, dengan senang hati Mama akan menyambut kelahiran
saya dengan baik. Mama sangat merindukan hadirnya seorang laki-laki dalam
keluarga kami. Saat tiba waktu untuk melahirkan, Mama tidak beritahu siapa pun.
Termasuk almarhum Bapak sendiri.
Mama sudah rasa. Sebentar lagi Mama akan melahirkan. Mama
keluar dari rumah kami dan pergi ke dekat Ndumi Puji yang ada di belakang
rumah. Dan tanpa ada rasa sakit dan pedih, saya pun lahir.
Hal pertama yang Mama lihat adalah apakah bayi yang dilahirkannya laki-laki atau perempuan. Maklum, saat itu di Bilogai, kampung saya, tidak ada alat medis yang bisa memastikan anak yang dikandung aki-laki atau perempuan. Tentu dengan proses pemeriksaan atau USG. Sehingga sekeluarga tidak tahu, apakah Mama mengandung laki-laki atau perempuan.
Hal pertama yang Mama lihat adalah apakah bayi yang dilahirkannya laki-laki atau perempuan. Maklum, saat itu di Bilogai, kampung saya, tidak ada alat medis yang bisa memastikan anak yang dikandung aki-laki atau perempuan. Tentu dengan proses pemeriksaan atau USG. Sehingga sekeluarga tidak tahu, apakah Mama mengandung laki-laki atau perempuan.
Menurut Mama, saya hanya satu-satunya akan yang sangat
mengerti Mama. Alasannya, karena saat melahirkan kakak-kakak saya maupun ke dua
adik perempuan saya, selalu dengan rasa pedih, sakit dan tidak nyaman. Tetapi
ketika saya lahir, perasaan itu tidak terjadi pada Mama. Oleh karenanya Mama
selalu bercerita pada kami, bahwa melahirkan perempuan selalu bikin Mama repot.
Tetapi saat saya melahirkan kerepotan itu tidak terjadi.
Setelah saya dilahirkan, Mama pergi ke Bapak dan beritahu Bapak
bahwa Mama sudah melahirkan. Dan Mama sampaikan bahwa Mama melahirkan anak
laki-laki. Lalu apa respon Bapak? Saat itu juga, Bapak menangis sambil peluk Mama
dan saya. menangis karena bahagia dan menangis karena Tuhan telah menjawab
doa-doa Bapak maupun Mama. Saat itu juga, Bapak Mama, tete, kakak-kakak dan
semuanya sangat bahagia karena kehadiran seorang bayi laki-laki di tengah
keluarga.
Kehadiran saya di dalam keluarga membuat suasana berubah.
Semua senang. Sehari setelah saya lahir, Bapak pergi ke pater Nitens,
pastor berkebangsaan Belanda yang bertugas di sana saat itu, untuk
meminta doa atas kehadiran saya. Pater
tidak ke rumah. Pater hanya mendoakan saya, Bapak, Mama dan kakak-kakak
dari
pastoran. Lalu Bapak pulang dengan penuh gembira.
Besok pagi, setelah mendengar saya lahir, Mama Zoamina, Mama
Yancen Belau datang ke rumah. Dan bercerita pada Mama tentang mimpinya semalam.
Intinya, Mama Zoamina bercerita, dalam mimpinya telah melihat satu cahaya besar
bersinar dari rumah kami dan menerangi kampung tercinta, Bilogai dan Mama
Zoamina kaget bangun. Itu inti dari mimpi dari Mama Zaomina melihat terang. Itu
bertanda baik. Untuk kehidupan saya selanjutnya.
++++
Dengan kehadiran saya, semua anggota keluarga menyambut baik.
Pada hari penamaan, Mama dan juga Bapak berikan nama saya Arnoldus.
Entah dapat
dari mana, saya tidak tahu. Dan apa maksud Mama dan Bapak berikan nama
ini pun
saya tidak tahu. Yang jelas, saat itu, Bapak saya adalah anggota dewan
paroki. Dan tentu Bapak saya tahu nama-nama para Santo dan Santa dalam
gereje Katolik.
Bapak saya punya buku kalender sekaligus menjadi diarynya. Bapak saya punya
catatan-catatan tentang setiap kelahiran dan kematian di kampung. Karena hampir
semua masyarakat di kampung pada saat itu buta huruf. Beruntunglah Bapak saya,
pernah sekolah SR (Sekolah Rakyat) di zaman Belanda. Sehingga bisa membaca dan menulis.
Sehingga setiap orang yang lahir di kampung Bilogai, Bapak
saya yang selalu mencatatnya. Sehingga setiap kali anak-anak maupun bayi hendak
dipermandikan, ayah saya selalu memberikan hari dan tanggal lahir mereka ke
pihak pastoral.
Buktinya, saat saya sudah sekolah, banyak anak-anak
perempuan dan laki-laki seusia saya tidak tahu tanggal lahirnya. Sehingga
mereka selalu datang ke Bapak saya untuk meminta tanggal lahir mereka. Dan
akhirnya banyak anak-anak yang terbantu. Terbantu untuk mendaftar di sekolah.
Itu semua Bapak lakukan agar umur anak-anak di kampung tidak direkayasa,
nantinya.
Hingga hari ini, lima belas April tahun 2015 adalah tahun
yang ke dua puluh empat saya ada di dunia ini. Terima kasih untuk Mama
tercinta. Terima kasih untuk semua orang-orang yang saya kasihi. Tuhan,
jaga berika umur panjang untuk Mama dan berikan kesehatan yang baik.
*) Arnold Belau, Jurnalis di Papua
*) Arnold Belau, Jurnalis di Papua
0 Komentar