Oleh: Julia Monaliza Opky
Sampe saat ini, kitong sebagai perempuan Papua tra (tidak) hanya dihadapkan dengan permasalahan kekerasan secara fisik dan mental, tapi juga tantangan perkembangan yang setiap detiknya berdinamika. Entah itu dalam hal
budaya dan agama yang sudah sangat jelas memarjinalisasi perempuan Papua, atau
pun juga dalam kesehatan, pendidikan, ekonomi, juga dalam hal berpolitik.
Berdasarkan diskusi kelompok dan wawancara dengaan lebih dari 1700 perempuan di seluruh Papua pada tahun 2012-2014 (sumber referensi: Pendokumentasian Anyam Noken Kehidupan), ada tiga bentuk
marjinalisasi dan diskriminasi yang dominan dialami oleh perempuan Papua,
yaitu:
1.
Peminggiran
perempuan Papua dalam sistem ekonomi, yang secara langsung berefek ke
pendidikan dan kesehatan, yang bikin
(membuat) perempuan Papua miskin dalam smua
(semua/segalah) masalah yang kompleks, yang slalu terjadi secara turun temurun.
Juga deng kebijakan pemerintah yang tra berpihak seutuhnya kepada perempuan
Papua. Contohnya dominasi pedagang non Papua, yang juga dong (mereka) jual hasil bumi yang
dipanen deng juga dijual oleh
mama-mama pasar Papua. Ini salah satu indikasi terbesar yang membuat
perekonomian perempuan Papua masih terpuruk.
2.
Janji pemerintah
untuk bikin pasar mama-mama Papua sampe
(hingga) skarang (saat ini) belum
terealisasi. Jadi mama-mama pasar dong
cuma bisa (dapat) jualan diatas tanah deng
alas karung. Dong duduk tadah panas, deng hujan tanpa atap yang lindungi. Hal
ini berbanding terbalik deng pedagang
non Papua yang pemerintah su
(sudah/dapat) menyesediakan pasar modern yang bagus dan di tempat yang
strategis (Sumber Referensi:dokumentasi
Papuan Voices).
3.
Kurangnya
partisipasi politik perempuan Papua. Kuota standar 30% tra pernah memenuhi kursi karna permasalahan kemiskinan dan
isolasi. Hal ini juga yang bikin perempuan Papua jarang skali mengambil
keputusan, tapi hal ini tra dianggap
penting untuk diangkat sbagai fenomena yang harus diperhatikan.
4.
Pelemahan
identitas deng kemiskinan sebagai
akibat dari sumber daya alam, Pengambil-alihan atau perampasan tanah dan sumber
daya alam (SDA) yang dilakukan oleh para investor ( kapitalis) yang bekerja
sama deng pemerintah pusat bersama pemerintah
daerah, serta juga dong pu kaki tangan militer yang melegalkan
represifitas untuk mengambil tanah, SDA dan mengkolonisasi. Dampak yang dialami
perempuan Papua jauh lebih terisolir dibanding laki-laki Papua, karena para
perempuan tra punya akses alternatif
lain untuk dapatkan sumber makanan dan ekonomi dari hasil lahan yang su (/sudah/telah) dirampas.
Hal yang paling fatal yaitu hilangnya identitas
perempuan Papua sebagai tanah deng
alam Papua. Tra hanya soal
makan-minum, mata pencaharian dan aset ekonomi, tapi juga perampasan identitas
perempuan Papua.
Terkait juga deng
hal yang diatas, perempuan Papua (mama pasar papua) identik skali deng tanah Papua, yang melahirkan kitong deng kekayaan alam yang melimpah, serta merawat, membesarkan
kitong dari hasil bumi yang banyak. Tra tertandingi juga deng keindahan alam yang begitu memukau.
Hal ini yang melatar belakangi Negara (sistem) Kolonial Indonesia bersekutu deng
para Kapitalis dating (ke papua) hanya untuk menguasai kitong pu kekayaan alam saja. Dong ini juga sengaja memperbanyak
militer di Papua, sehingga deng
represifitas dong lebih gampang
menguasai alam Papua. Dong sama skali tra memikir tentang kehidupan manusia Papua, dimana dampak negatif yang akan
dialami oleh kitong.
Begitu juga yang terjadi terhadap perempuan Papua, yang sama deng
tanah papua. Masih dihidup dalam penindasan yang berlipat ganda karena sudah dijajah oleh kolonialis (praktek halus)
Indonesia. Tra perlu jauh-jauh. Contohnya seperti iklan kecantikan yang sehari-hari kitong nonton di TV, ada slogan yang katanya “ Cantik itu kulit Putih, mulus bebas bulu” hahahahaaaaa. Iklan sperti ini penjajahan mental yang dilakukan secara halus, bikin kitong perempuan Papua semakin minder
untuk tampil di depan umum untuk
tunjukkan kitong pu jati diri sebagai perempuan Papua. Secara langsung kapitalis memanfaatkannya deng produk kecantikan yang ditawarkan
di iklan tersebut. Tra kosong eee,,
umpan ini ditelan mentah oleh kitong pu
perempuan Papua, sehingga iklan ini dinilai sebagai industri yang tahan krisis di Papua. Industri ini yang menentukan
standar-standar kecantikan dan kemolekkan perempuan dan menyurutkan kepercayaan
diri perempuan Papua.
Tra kalah sadisnya deng tindakan militer terhadap perempuan papua. Sejak tahun 1963-2009, militer telah melakukan kasus
kekerasan seksual terhadap perempuan papua sebanyak 138, dengan 52 kasus
pemerkosaan, 24 kasus pengungsian saat (Papua di DOM) berlangsung operasi
militer, dan kelaparan, 21 kasus penganiayaan, 18 kasus penahanan
sewenang-wenang. Sisanya mengalami pembunuhan, penyiksaan, perbudakan seksual
dan penyiksaan seksual. Sebanyak 133 perempuan mengalami kekerasan dari
militer. 20 kasus kekerasan dari polisi, 6 kasus kekerasan dari aparat gabungan
dan 5 dari aparat negara lain, semuanya berdampak pada kesejahteraan perempusn Papua. Hal ini su menandakan bahwa
perempuan Papua tra bernilai di mata
Negara kolonial Indonesia, apa lagi
berbicara soal harga diri dan martabat bangsa perempuan.
Seharusnya yang bisa membela kitong
perempuan Papua adalah laki-laki Papua, itu yang skarang-skarang ini ‘dong bilang’ (katanya) laki-laki Papua tercipta
hanya untuk perempuan Papua. ahahahaaiiiii
itu tu pas skali eee! kitong harus lihat dalam pemahaman
yang luas, dimana pembebasan perempuan Papua dimulai dari orang Papua sendiri.
Tapi perempuan Papua juga harus mengerti persoalan yang sedang terjadi di
Papua, sehingga trada yang saling
menyalahkan antara laki-laki dan perempuan Papua, kitong harus bersatu untuk lawan kitong pu musuh bersama.
Perempuan Papua harus mampu mengalahkan dirinya sendiri, yaitu semua rasa (tindakan) yang memarjinalisasi, mendiskriminasi, dan mengintimidasi dirinya sendiri,
dimana disini organisasi perempuan Papua memiliki peran penting untuk ikut
membangun kepercayaan diri, jati diri perempuan Papua
seutuhnya yang siap dalam materi ataupun pemahaman yang luas serta juga
keterampilan yang membuat suara perempuan Papua dapat didengar secara luas dan
di perhitungkan. misalnya belajar public
speaking, jurnalistik, dan hal lain yang zaman sekarang ini sangat dituntut.
Tanah Papua adalah tanah yang begitu kaya sumber daya alamnya serta pula
keindahan pemandangnya, disempurnakan dengan keaneka ragaman hayati di padukan
dengan beraneka ragaman fauna yang begitu unik. Tanah Papua adalah mama Papua,
identitas perempuan Papua yang membuat sa (saya) sangat yakin skali kalo kitong perempuan Papua juga sangat spesial diciptakan diatas tanah
yang dijuluki surga kecil yang jatuh ke bumi. Jadi dari sekarang (saat ini) kitong perempuan Papua harus buktikan
jati diri kitong yang sebenarnya!
Hargai sa seperti tanah Papua, karna identitas tanah Papua adalah perempuan Papua. Ini
adalah pesan yang sa rasa maknanya
sangat mendalam skali bagi laki-laki
Papua yang memiliki jati diri seutuhnya sbagai orang Papua. Begitu pun perempuan itu sendiri. Hargai dan syukuri berkat yang ada dalam ko pu (dirimu) diri, maka ko akan bisa lompat smua pagar kehidupan yang menindas ko!
Papua merdeka adalah solusi terbaik dari semua persoalan yang terjadi di Papua, percaya ato tidak itu, sa rasa sebagai sebuah keharusan untuk bangun kesadaran, kesetaraan antara perempuan Papua deng laki-laki Papua. Ini adalah langkah
awal sebuah revolusioner untuk melawan tiga musuh utama, yakni Kolonialisme, Kapitalisme dan Militerme. Salam Juang.
Penulis adalah anggota kelompok Belajar
Perempuan Papua Yogyakarta, Juga aktif di Biro Agitasi dan Propaganda AMP
Komote Kota Yogyakarta
0 Komentar