Pakima Hani Nano Untuk Mewujudkan Pendidikan Karakter

Oleh : Nico R. Lokobal

Nico R. Lokobal dan buku karyanya. Foto; beritasatu.com
PENDIDIKAN di Pegunungan Tengah Papua masih sangat terbelakang dibandingkan dengan wilayah lain di Indonesia. Ada banyak faktor yang menyebabkan hal tersebut antara lain yang sering dikeluhkan adalah persoalan topografi yang sulit sehingga menyebabkan guru sering tidak hadir di sekolah. Hal ini turut menyebabkan menurunnya semangat belajar anak-anak didik. Namun, semangat belajar anak-anak pun ditentukan oleh kedekatan materi yang diberikan kepada anak-anak tersebut.

Selain itu, masyarakat seringkali memandang bahwa pendidikan anak-anak merupakan tanggung jawab guru di sekolah. Hal ini tidak sedikit menimbulkan kurangnya kepedulian orangtua dan masyarakat umum pada pendidikan anak-anaknya. Tidak terlibatnya masyarakat dalam pendidikan anak-anak tidak saja menyebabkan anak-anak terlepas dari konteks lokalnya tetapi juga menyebabkan lambatnya perkembangan anak dalam pendidikan.

Sementara waktu anak-anak di sekolah biasanya hanya berkisar antara 5 sampai 7 jam, selebihnya anak-anak berada dalam keluarga dan masyarakat. Keterpisahan dunia pendidikan dengan konteks lokal menyebabkan kebingungan pada anak-anak. Pelajaran yang diperoleh di sekolah sering tidak berkorelasi dengan fakta yang dialami anak-anak di rumah dan lingkungan hidupnya. Hal aneh yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari pun tidak mampu ditemukan jawabannya oleh anak-anak karena sudah lebih dulu ada jarak antara pendidikan dan konteks lokal.

Dalam kaitannya dengan hal ini, pendidikan dengan menekankan konteks dan kearifan lokal menjadi sangat penting selain untuk meningkatkan semangat anak didik, tetapi juga memungkinkan keterlibatan masyarakat umum khususnya orangtua dalam pendidikan anaknya. Keterlibatan orangtua dan masyarakat umum dalam pendidikan anak-anak akan mengurangi pandangan yang melihat bahwa pendidikan anak-anak menjadi tanggung jawab guru di sekolah.

Karena itu, pendidikan dalam setiap daerah perlu memperhatikan konteks dan kearifan lokal masyarakat setempat. Memperhatikan konteks dan kearifan lokal masyarakat setempat berarti menjadikannya sebagai bagian dari pendidikan serta pergulatan anak-anak sekolah, tetapi juga menjadikan pendidikan anak-anak sebagai bagian penting dari kehidupan dan pergulatan masyarakat setempat. Untuk itu, pendidikan dalam setiap daerah tidak bisa tidak menggali konteks dan kearifan lokal untuk menjadi bagian penting pendidikan anak-anak di sekolah.

Pakima Hani Hano Untuk Pendidikan karakter Anak
Menjadikan konteks dan kearifan lokal masyarakat sebagai bagian penting dalam pendidikan akan turut membantu peserta didik berkembang dengan tetap berakar pada jati diri dan identitas budayanya. Hal ini berarti   mendorong perkembangan anak yang berkarakter kuat sebab hanya dengan berakar pada budayanya seorang manusia bisa menjadi dewasa dalam berpikir dan bertindak.
Pakima Hani Hano (Bersekutu adalah baik dan indah) merupakan falsafah hidup masyarakat Pegunungan Tengah Papua yang menjadi pegangan masyarakat dalam kehidupan bersama.

Falsafah Pakima Hani Hano membentuk masyarakat Pegunungan Tengah Papua untuk bersekutu dengan alam, sesama dan Sang Pencipta. Falsafah ini lahir dan hidup dalam masyarakat Pegunungan Tengah Papua sebagai hasil dari refleksi atas harapan akan kehidupan yang baik, aman dan sejahtera.

Dengan falsafah ini, masyarakat yakin bahwa menjalin hubungan baik dengan diri sendiri, alam, sesama dan Sang Pencipta akan menghasilkan suatu kehidupan bersama yang aman, baik dan sejahtera. Karena itu, masyarakat Pegunungan Tengah Papua senantiasa berupaya menjalin hubungan yang baik dengan diri sendiri, alam, sesama dan Sang Pencipta. Relasi yang baik ini ditunjukkan dengan pola hidup yang tidak eksploitatif. Terhadap alam misalnya, masyarakat senantiasa mengajarkan anak-anak untuk mencintai alam dengan memandangnya sebagai suatu pribadi yang hidup dan mesti dihargai.

Dalam kenyataannya, karakter pendidikan anak di Pegunungan Tengah Papua terlepas jauh dari falsafah Pakima Hani Hano ini. Pendidikan yang ada justru mendorong anak-anak didik untuk mengenal dunia lain namun tidak berakar pada budaya setempat. Akibatnya, anak-anak didik kesulitan memahami pelajaran yang diterimanya sekaligus terpaksa digiring untuk mengenal konteks luar yang sulit dipahaminya. Pakima Hani Hano akhirnya terancam dilupakan dan di hadapan pengaruh luar yang kuat, anak-anak pun mudah terbawa arus zaman karena tidak memiliki karakter yang kuat.

Secara psikologis, keterlepasan pendidikan anak dari konteks hidupnya membuat seorang anak mudah terombang-ambing dalam arus zaman. Pendidikan di sekolah yang terlepas dari konteks hidup anak-anak didik membuat pendidikan itu pun terlepas dari salah satu aspek pentingnya yaitu aspek psikologis. Sebagaimana psikologi merupakan ilmu yang mempelajari perilaku atau kegiatan individu tertentu yang memiliki karakter dan keunikan tertentu yang bersifat spesifik atau khas, maka anak-anak didik mesti menyadari karakter khasnya sebagaimana tertanam dalam budayanya sendiri. Selain itu, psikologi adalah ilmu yang mempelajari jiwa manusia dimana jiwa itu adalah roh yang mengendalikan jasmani dan dipengaruhi oleh alam sekitar. Maka Pakima Hani Hano merupakan unsure psikologis yang menjadi kekhasan masyarakat Pegunungan Tengah Papua dan mempengaruhi jiwa masyarakatnya. Sebab Pakima Hani Hano merupakan pendidikan karakter yang selalu melibatkan aspek kejiwaan manusia.

Sementara antropologi pendidikan menghendaki suatu pendidikan yang mendorong anak didik mengenal dan memahami perilaku manusia sesuai dengan konteks sosial dan budayanya. Dengan demikian pendidikan yang berkarakter adalah pendidikan yang tidak terlepas dari konteks budaya untuk memahami keseluruhan kebiasaan, nilai, cara berperilaku dan cara berekspresi.

Untuk itu, pendidikan di Pegunungan Tengah Papua seharusnya tidak pernah boleh terlepas dari pendidikan karakternya dengan konteks budayanya yaitu Pakima Hani Hano. Menekankan pendidikan karakter yang kontekstual berbasiskan kearifan lokal berarti melibatkan masyarakat setempat khususnya orangtua murid dalam pendidikan anak. Pelibatan masyarakat atau orangtua murid dalam pendidikan karakter itu mendorong anak-anak untuk belajar sambil mengalaminya secara langsung. Selain itu, pelibatan orangtua murid dalam pendidikan anak berarti mengikis kecenderungan untuk melihat bahwa pendidikan anak adalah tanggung jawab guru di sekolah saja.

Untuk itu, pemerintah di setiap daerah perlu memperhatikan pelibatan orangtua murid dalam dunia pendidikan anak-anak sekolah. Untuk konteks Pegunungan Tengah Papua, Pakima Hani Hano merupakan jembatan yang memungkinkan pelibatan orangtua murid dalam pendidikan. Karena itu, Pemerintah Kabupaten di Pegunungan Tengah Papua mesti memperhatikan kearifan lokal dalam pendidikan dengan membuat Perda yang melindungi kearifan lokal. Wujud perlindungan terhadap kearifan lokal itu salah satunya adalah menjadikan Pakima Hani Hano sebagai bagian dalam pendidikan anak-anak di sekolah. Dengan itu, orangtua pun menjadi bagian penting dalam pendidikan sekaligus melestarikan falsafah Pakima Hani Hano tersebut.

Melibatkan orangtua murid dan masyarakat dalam pendidikan bisa dilakukan dengan berbagai cara. Pertama, orangtua menjadi sumber pengetahuan tentang kearifan lokal. Pihak sekolah perlu melibatkan orangtua dalam proses belajar mengajar di sekolah khususnya terkait dengan kearifan lokal masyarakat setempat. Menghadirkan orangtua sekali sebulan misalnya bisa memberikan warna pendidikan yang sesuai dengan karakter budaya masyarakat Pegunungan Tengah Papua. Selain itu, menghadirkan orangtua sebagai sumber pengetahuan kearifan lokal mendorong orangtua untuk semakin peduli terhadap pendidikan anak-anaknya.

Kedua, anak-anak diajak untuk belajar bersama masyarakat di alam bebas. Ada banyak pelajaran yang tidak dirumuskan dalam kalimat tetapi bisa dialami langsung oleh anak-anak dalam pengalaman hidup masyarakat. Karena itu, mengajak anak-anak untuk terlibat langsung dalam kehidupan masyarakat sebagai satu bagian penting dalam pelajaran akan mendorong anak-anak belajar tentang karakter hidup masyarakat setempat. Saat membawa anak-anak di kebun misalnya, anak-anak bisa belajar melihat bagaimana kedekatan masyarakat dengan alam sekaligus bentuk kerjasama yang dijalin oleh sesama masyarakat. Namun, cara ini perlu disertai dengan penjelasan tentang karakter Pakima Hani Hano. Dengan itu, anak-anak akan membandingkan falsafah tersebut dengan realitas yang dilihatnya sekaligus menjadi kritis terhadap perkembangan yang ada. (*)

Penulis adalah pemulung limbah kearifan lokal

Sumber; http://tabloidjubi.com

Posting Komentar

0 Komentar