Sebuah catatan reflektif pribadi dari
penulis setelah melihat dan mengamati fakta yang tengah berjalan dengan mulus
bersamaan dengan waktu*
Oleh:
Herman E Degei*
Perjudian Togel
(toto gelap) telah dan sedang merajalela ke seluruh penjuruh Tanah Papua. Sebagian besar orang yang
tinggal di tanah ini, telah
mengenalnya sebagai salah satu mata pencaharian di era moderen bagi masyarakat moderen. Tidak kalah ketinggalan perjudian togel ini juga sudah
bertumbuh subur di kalangan masyarakat yang tinggal di sepanjang pesisir
pantai, juga yang tinggal di pedalaman Pegunungan Papua.
Kebanyakan
Masyarakat Adat Papua telah mengenalnya karena biasa aktif bermain Barang
kali perjudian gelap ini menjadi mata Pencaharian baru bagi Orang Asli Papua
(OAP).
Barangkali Sebagian lagi, karena
hanya biasa dengar dari orang lain. Akan tetapi, tidak bisa dipungkiri bahwa
perjudian tersebut suatu saat akan membuat semua orang aktif mau berjudi dan berjudi.
Pada Realitasnya
dapat kita temukan di rumah-rumah, di emperan-emperan toko atau ruko, di
mata-mata jalan dan lain-lain. Di sana banyak dari mereka yang membahas tentang
togel, ada yang mengeluh karena tidak kena pas pada
sasaran angka atau pun shio yang sudah
dipasang, ada yang mengeluh karena molor, ada yang
berkisah tidak kena karena di pengaruhi teman,
dan masih banyak lagi.
Memang
awalnya mereka yang gemar bergulat dengan permainan (togel) ini lebih banyak kaum lelaki, akan tetapi kini
permainan tersebut sudah dan sedang mengobsesi hampir semua kalangan. Baik itu tua,
muda, laki-laki, bahkan perempuan.
Bagi
para ibu-ibu rumah tangga, biasanya akibat dari ketergilaan mereka akan
permainan togel, terkadang pekerjaan-pekerjaan yang wajib dilakukan oleh mereka
pun sering terabaikan dan lebih lazim membebani pada anak-anak mereka.
Dari
sini timbul suatu pertanyaan sebagai bahan reflektif bahwa, Jika anak-anak selalu di perhadapkan dengan
pekerjaan-pekerjaan yang sebenarnya belum layak untuk mereka, bagaimana dengan
tugas-tugas mereka yang di berikan dari sekolah? Namun pikiran-pikiran
seperti ini masih belum terpikirkan oleh mereka (orang tua).
Memang,
membiasakan anak-anak sejak dini untuk bisa bekerja memang penting juga, guna
melatih anak-anak agar kelak bisa bekerja (mandiri). Akan tetapi tidak musti
terus di hujani dengan pekerjaan-pekerjaan yang berlebihan. Selain itu pula, uang yang mereka
sisipkan untuk kebutuhan rumah tangga sering terpakai untuk memasang angka maupun
shio dan membeli alat tulis perkantoran (ATK) serta segala perlengkapan seperti;
kaca mata, handphone, buku togel,
kertas buram dan bolpoin atau pensil. Bagi mereka yang tua, kaca mata digunakan
untuk melihat.
Coba
kita bayangkan, seandainya dalam sebuah keluarga yang berbuahkan lima orang
anak. Yaitu, ayahnya pegawai kantoran biasa sedangkan istrinya hanya seorang
ibu rumah tangga. Dan anak-anaknya itu semuanya berampung pada jenjang
pendidikan formal. Kemudian gaji pendapatan tiap bulan dari sang ayah adalah
Rp.2500.000.00 rupiah. Apakah itu bisa mencukupi kebutuhan sekeluarga selama
sebulan? Apalagi jika kedua orang tua sudah tergolong dalam golongan ‘aktif
bermain’ dan sekeluarga tersebut adalah berjiwa komsumtif. Sesungguhnya ini
merupakan tantangan berat untuk kita, terlebih bagi mereka yang senasib dengan
yang diatas ini.
Hal
bersebelahan seperti diatas pula, pernah saya saksikan dengan mata kepala saya
sendiri, ketika itu kira-kira pukul 22 malam saya pergi ke kios untuk membeli
obat nyamuk. Sesampainya disana ada sekerumunan anak-anak yang tengah asyik
bermain wayang di emperan kios. Melihat akan hal itu, saya pun langsung menegur
salah satu dari mereka yaitu bernama Yanto;
“Yanto, kenapa su larut malam begini baro ko belum pulang? Ko pu bapa mama dong
pasti cari ko itu, ko pulang sudah!” Seru-Ku. Mendengar itu, ia pun langsung
menyahut “Ah sa mo pulang tapi sa pu bapa
deng mama juga tidak ada dirumah jadi. Truss dirumah sa deng sa pu ade sendiri
jadi,” kemudian untuk memastikanya saya bertanya kepada dia lagi, “Baro dong ada keluar kemana jadi?”
sahutnya lagi, “Ah tadi dong pergi cek
shio baro dong belom pulang jadi,” saya pun bertanya lagi “baro ko dirumah ada tugas PR (Pekerjaan
Rumah) ka tidak?” sahutnya lagi “Iyo
ada tapi,”.
Setelah
itu saya menuntun mereka berdua pulang kerumahnya, dan beberapa menit kemudian
orang tuanya datang sambil melontarkan keluhan-keluhan mengenai togel. Setelah
ku ikuti alur dari kaluhan-keluhan yang mereka lontarkan, ternyata mereka
kerdua sedang saling menyalahkan, (Bapaknya)“Ah tadi ko bilang saya main
angka 67 ni yang sa molor nih, seandainya
kalo saya ikuti saya pu mimpi pasti saya kena tapi,” (Ibunya)“ah ko juga tadi bilang saya beli shio 2 ni yang tidak kena
ini! sa rugi 60 ribu rupiah,” (Bapaknya) “trus ko pikir saya tidak rugi uang jaga ka saya juga rugi uang sekitar
42 ribu nih”.
Sesungguhnya
jika kita membaca, menelaah, dan memahami sekutipan pengalaman diatas agaknya
seperti cerita dongen. Akan tetapi inilah salah satu fakta yang dibuahkan oleh demam togel yang
tengah merajalela. Dari kutipan diatas pula, kita juga bisa membayangkan
kehidupan dari kedua anak tersebut jika terus-terusan di lingkupi oleh orang
tuanya dengan pola hidup yang kurang baik seperti diatas.
Lebih
ironis lagi karna sebagian orang tua masih meminjam-minjam peralatan alat tulis
dari anak-anaknya. Sehingga akibatnya terkadang anak-anaknya dalam menggarap
atau mengerjakan tugas-tugas selalu timpang karena
orang tuanya belum mengembalikan alat tulis atau menghilangkan alat tulis yang
telah di pinjamnya.
Selanjutnya
yang jelas bahwa yang bakal mendapat murka dari pihak guru-guru di sekolah dan
selalu menjadi kambing hitam adalah pihak anak-anak. Maka ada baiknya jika
orang tua jaga sadar akan diri, dan sadar akan pentingnya pendidikan bagi
anak-anak ketimbang TOGEL yang sebanarnya juga adalah perjudian (toto gelap).
Ketahuilah
bahwa, sesungguhnya perjudian TOGEL adalah permainan gelap yang sifatnya magnetis
hingga membuat orang untuk selalu bermain dengannya. Dan akhirnya menyedot
waktu, ruang, akal sehat, dan tentunya uang dari setiap orang yang bergulat dengannya.
Sehingga
yang perlu di pikirkan secara baik oleh kita semua, terlebih bagi para
penggulat setia adalah memandang togel itu sendiri dari berbagai lini pandangan
(perspektif) yaitu, yakni; dari
pandangan agama, ekonomi, sosial, dan budaya. Dengan demikian, setelahnya
kesadaran akan togel itu sendiri bakal timbul seketika.
Semoga
Catatan singkat ini dapat bermamfaat bagi kita, dan menjadi bagian dari bahan
refleksi kita guna mengevaluasi dan menguak kembali akan segala yang sudah kita
lalui di hari-hari yang sebelumnya. Pula terlebih demi lebih besarnya kemuliaan
bagi Allah “Ad Maiorem Dei Gloriam” (AMDG)
Salam
Perubahan!
0 Komentar