Oleh
; Ernest Pugiye
Foto : Voluntir Gerakan Papua Mengajar sedang mengajar anak-anak beralaskan lantai, - GPM/doc. |
Apabila
pemerintah Indonesia ingin membangun Papua, perlu adanya konsep pendidikan
kemerdekaan yang berbasis budaya Papua. Pendidikan Kebebasan perspektif
Papua, pendidikan yang berbasis budaya melanesia di Papua, ini sudah semestinya perlu
dijadikan sebagai agenda utama pemerintah dalam konteks membangun pendidikan
Papua.
Karena
dalam membangun Papua, rakyat Papua membutuhkan model pendidikan kebebasan. Model
pendidikan kebebasan merupakan sebuah model kebenaran untuk membebaskan Papua
dari berbagai masalah dalam sejarah penderitaan yang paling panjang. Model pendidikan seperti ini
tentunya juga akan menjadi titik temu, titik balik dan kata kunci utama bagi
orang Papua dan pemerintah Indonesia dalam menuntaskan berbagai persoalan Papua
secara menyeluruh.
Makna
pendidikan kebebasan ini lebih menunjuk pada bagaimana kita bertindak membebaskan
rakyat dan alam Papua dari berbagai masalah.
Mereka
ini harus perlu diselamatakan lebih dahulu dengan menerapakan model pendidikan
kebebasan Papua. Maka itu, pemerintah sudah seharusnya terpanggil dan secara inisiatif untuk
menerapkan model pendidikan Papua yang membebaskan rakyat dari berbagai masalah
tersebut.
Sebab, model pendidikan kebebasan
merupakan salah satu solusi komprehensif yang patut dibicarakan lebih lanjut
oleh rakyat Papua dan pemerintah dalam upaya membebasakan Papua dari masalah
dan konflik di tanah Leluhur.
Makna
Kemerdekaan
Kemerdekaan
dalam konteks pendidikan Papua kini
mengundang setiap kita untuk merefleksikan bersama. Meskipun hampir sebagian
orang tetap akan alergi dengan agenda ini, kompleksitas berbagai persoalan
Papua yang melilit orang asli Papua tentu akan menantang setiap kita untuk
memperbaharui, berpikir dan berjiwa besar guna terciptanya perdamaian Papua.
Pikiran-pikiran
anda terkait pendidikan kebebasan, entah apapun bentuk dan wujudnya, sangat
diharapkan dan dihargai untuk memberikan pemaknaan yang paling substansial
tentang konsep pendidikan kebebasan Papua dari berbagai masalah di tanah
Leluhur.
Menurut
saya, makna model pendidikan kemerdekaan
bagi Papua adalah kebebasan integritas manusia Papua secara seutuhanya dari berbagai
masalah dalam semua aspek, termasuk aspek pendidikan Papua yang semakin
tercabut dari akarnya ini.
Model
pendidikan kemerdekaan Papua seperti ini lebih menekankan kepada kebebasan jasmani
dan rohani generasi bangsa Papua secara utuh. Nampak sekali bahwa kedua aspek
utama (jasmani dan rohani) yang berada dan melekat dalam diri generasi bangsa
Papua ini telah dililit dan dipenjarah oleh berbagai masalah sehingga rakyat dan
dengan generasi bangsanya hanya biasa berada dalam garis penindasan dan
penjajahan tanahnya sendiri.
Realitas
masalah yang masih tidak lagi diturunkan dan dibebaskan lagi dari kedua aspek hakiki
terkadung dalam diri manusia asli Papua ini semakin terus memperparah masalah
antara rakyat Papua dan pemerintah Indonesia di Papua selama lebih dari lima
dekade.
Masalah
Papua antara kedua pihak yang telah tercatat dalam sejarah penguasaan Papua
sejak 1 Mei 1963 dan kemudian konflik Papua itu telah diperparah secara lebih
substansial lagi dengan terjadinya peristiwa PEPERA 1969 di tanah Papua.
Peristiwa
tragis yang memang telah terbukti penuh pelanggaran HAM dan cacat hukum sampai
sekarang dan di sini. Peristiwa tragis ini menjarahkan dan membelenggu kedua
aspek tadi yang merembesi pada tingkat realitas masalah yang lebih tinggi pula
dalam berbagai aspek kehidupan Papua.
Dalam
upaya membebaskan integritas (jasmania dan rohania) orang asli Papua dari
masalah dan konflik Papua, model pendidikan kebebasan hendaknya perlu digunakan
bersama di seluruh sekolah yang berada di Papua karena hal ini, menurut saya,
boleh menjadi salah satu solusi menyeluruh atas suburnya berbagai konflik Papua
dalam sejarah.
Model
pendidikan Papua yang membebaskan ini sudah pastinya akan mengantar anak-anak
asli Papua menemukan jati dirinya,
penemuan potensi-potensi dirinya dan akan dapat melahirkan generasi bangsa yang cemerlang
dan gilang-gemilang.
Makna
model pendidikan kebebasan sedemikian itu juga sesungguhnya memudahkan, mempersatukan
dan memperharui kepemilikan tiga kekuatan utama dan potensi-potensi alamiah
lainnya yang telah melekat dalam diri
setiap mereka yakni kekuatan pikiran, akal dan kekuatan kehendak serta sejumlah
potensi indrawi lainnya.
Melalui
adanya model pendidikan kebebasan, ketiga kekuatan dasar ini mesti mau mendapat
kedudukan istimewa seturut pemahaman orang Papua sebagai prinsip hidup dan
menjadi titik tolak lahirnya pendidikan Papua yang membebaskan ini.
Ketiga
prinsip ini boleh dinyatakan secara seimbang dan harmonis hanya jika kita siap
membebaskan orang asli Papua dari berbagai masalah yang selama ini melilit
mereka tanpa dialog damai.
Itu
artinya keseimbangan ini menjadi target, atau indikator utama dari model
pendidikan kemerdekaan Papua agar orang Papua
dapat menemukan jati dirinya dengan segala unsur-unsur dasarnya secara baik dan
benar. Maka setiap pribadi, baik sebagai manusia badani maupun sebagai manusaia
rohani, dapat dimungkan untuk membesarkan
hak dan kewajiban yang mengakar dalam potensi-potensi pribadi secara bebas
sebagai warga Indonesia melalui model pendidikan kemerdekaan agar dapat hidup
baik-sejati.
Penemuan
jati dirinya secara melalui model pendidikan kebebasan ini lagi pula dapat
diaktulisasikan dalam lingkup yang lebih manusiawi dan berperadaban Agenda kebebasan
manusia dari konflik Papua ini dinyatakan terutama ketika pemerintah membangun dan
menerapkan model pendidikan yang membebaskan tanpa diskriminasi dan kekerasan
bagi orang Papua.
Ketika
model ini mulai semakin dikonstruksikan tanpa masalah diskriminasi rasial,
penindasan, penjajahan serta sejenisnya maka semakin banyak para peserta akan
meresap berbagai ilmu pengetahuan secara bebas dan tepat nilai guna.
Kebebasannya
dalam konteks pendidikan ini mesti hendak dikonstruksikan berdasarkan system
pendidikan nilai-nilai adat Melanesia Papua. Nilai-nilai adat Melanesia Papua
ini sudah menyatakan pendidikan kebebasan Papua tersebut.
Maka nilai-nilai dan
pandangan-pandangan tradisional (tradisionalisme) yang bersifat universal dan
mendasar seperti kejujuran, relasi persobatan, resiprositas, komunitas, larangan
dan perintah serta pencegahan terhadap aturan adat dalam budaya Papua itu sudah
semestinya perlu dihayati, dimaknai, dijiwai dan dilaksanakan dalam upaya membangun
pendidikan yang membebaskan bagi Papua.
Pada
titik ini, pemerintah melalui model pendidikan mesti merubah sistem pendidikan
formal menjadi sistem pendidikan cultural
religion yang lebih mengankat kedaulatan martabat Papua secara seimbang
dengan segenap realitas Papua.
Jadi
kesemua nilai itu seharusnya direnungkan dan dilaksanakan secara seimbang,
efektif dan secara menyeluruh dalam membangun pendidikan kebebasan Papua dan
daripadanya mereka dapat mengalami kesadaraan utuh dan kritis atas totalitas
diri, masalah dan dunianya guna menciptakan Papua, Tanah damai.
Aktor/Fungsi
Pokok
Model
pendidikan kebebasan Papua mengaharapkan adanya suatu tindak pilihan kebebasan
eksistensi Papua dari ingatan lupa. Agenda demikian boleh dinyatakan secara
efektif, penuh dan baik dalam bentuk pendidikan formal yang berwajah Papua.
Ada
dua tugas pokok yang harus dikerjakan bersama dalam upaya membangun pendidikan
bermodel kebebasan Papua yakni setiap guru di sekolah melaksanakan trifungsi guru
dan dari pihak anak-anak sebagai peserta didik mesti perlu menyadari tentang
betapa pentingnya pendidikan kebebasan Papua.
Sebagai
guru, dia berada berasama dalam pendidikan sekolah untuk mengajar, mendidik dan
membina para perserta guna menciptakan perdamaian
Papua. Sebaliknya anak-nak Papua ini selalu dipanggil untuk siap membiarkan
diri secara total kepada para guru dan dunianya.
Membiarkan
diri berarti menyadari diri sepenuhnya sebagai subjek yang dipanggil Tuhan
secara istimewa untuk selalu dapat berdialog, saling mengalami diri dan guru
sebagai subjek yang sama-sama belajar dan melaksanakan proses pendidikan
kebebasan sejati secara bersama pula dalam lingkungan pendidikan yang damai dan
penuh kasih tanpa pamrih.
Proses seperti ini para peserta sudah harus
mau diarahkan, diadakan dan dihidupkan dalam kondisi kegiatan belajar dan
mengajar, mendidik dan membina secara terus-menerus dan dari hari ke hari.
Di
sinilah dibutuhkan kebersamaan dari semua pihak terutama orang tua, guru dan
para peserta sendiri. Tanpa kesemua pihak ini, aktivitas sekolah yang bermodel
kebebasan tetap tidak akan berjalan baik.
Dengan
demikian, kepada para peserta, nilai-nilai asasi yang sudah ada dalam budaya
dan agama dapat diberikan, direnungkan dan diasa-cernahkan ke dalam totalitas
diri melalui berbagai disiplin ilmu pengetahuan tersebut. Intinya, pendidikan
kebebasan ini harus hendak didasarkan pada kebenaran, dijiwai oleh kasih-kepekaan
hati, dilaksanakan dalam terang kebebasan Roh Tuhan (bdk Luk 4:18-21).
Tugas
luhur dengan konsep kebebasan di atas menunjukan pada system pendidikan “yang
Baik” agar mereka (para peserta) dapat merebuat kemerdekaan dan kedamaian sejati
di Papua.
Tentunya,
misi kemerdekaan ini membutuhkan proses yang panjang, tanpa pantang menyerah. Sangat
esensial, kemerdekaan pendidikan Papua adalah proses kebangkitan, kemandirian
dan kebebasan generasi Papua dalam sebuah struktur ide-ide yang berpuncak pada
yang Baik.
Keseluruhan
realitas dunia ideal yang Baik ini hanya dapat ditemukan dalam komunitas
ide-ide. Atas dasar idealisme yang Baik, ada lima ide mesti ditemukan dalam
ranah pendidikan kebebasan Papua ialah Ada, identit, tetap, gerak dan dialog.
Kelima
ide ini merupakan jaringan utama yang menggabungkan adanya ide-ide yang lain
dalam diri para peserta ketika menggeluti sistem pendidikan bermodel kebebasan
Papua. Dan ketika pemerintah bersama para peserta menerapkan pendidikan
kebebasan, maka semakin banyak anak Papua akan menemukan jalan kebaikan dengan
mengatur segala potensi-potensinya ke puncak “yang Baik”.
Penulis
adalah Mahasiswa pada Sekolah Tinggi Filsafat Teologi “Fajar Timur” Abepura.
0 Komentar