Seorang Pemulung sampah di kali acai abepura Papua, Dok. Pribadi |
Siang
terik
membawaku
menghadap tuan tanah Kali Acai,
kali
terjorok yang akan dikenang sepanjang masa.
Saya
bukan kamu,
Kamu
bukan saya,
pemulung
bauh, jorok, terpinggirkan.
Apabila
kau di pihakku
Jujur
aku seakan-akan bermimpi dialam bawa sadar. Bahwa,
kita
sedang bersama berjuang untuk hidup baru.
Namun,
tatapanmu seolah ingin mengucilkanku.
Walau
hatimu tergores perasaan sedih
yang
tak dirasakan orang lain.
Bauh
kali serta kotoran manusia meluap,
Kaleng-kaleng
botol minuman mengepungku
Walau
debu tanah tak menghinaku dari tatapanmu.
Aku
takkan mundur
Apalagi
minder dari ribuan tatapan sesaat
yang
semata mengasihaniku
Jujur,
sebenarnya
aku hanya ingin bersahabat
dengan
tuan tanah kali acai yang di takuti
harimau.
Berjam-jam
kulewati
Dibawah
besi karat penampung kaleng-kaleng
Yang
dialiri air hitam, bauh, di muntahi orang
Dalam
keadaan optimis,
Sedikitpun
takkan aku menyerah
Dalam
kisah sepak terjang perjuanganku.
Mentari
kembali membakarku,
Membangkitkan
amarah benda-benda sekitar kali.
Bakteri
bakteri racun segera mengepungku
Bauh
air kali semakin menyegat, tak ada lagi harapan
Mataku
tertuju pada bakteri itu
Aku
membayangkan jika aku berjumpa dengan tuan tanah kali acai
Pasti
akan kusantap hidangan lezat bersamanya
Entalah
Kupalingkan wajah
Aku
optimis meski berada di kali hinaan orang-orang kota.
Mentari
terus pancarkan senyumannya
Aku
masih ditemani botol botol ini
Meski
hidup baru amat panjang untuk kugapai
Hanyalah
bauh yang kurasa dalam kuasa jagad
Seandainya
aku ban mobilmu,
Akan minta berhenti sejenak menarik nafas sedalamnya.
Perlahan
demi perlahan
kuangkat
kaki dari kepungan becek dan air hitam kumuh
dari
halaman rumah tuan tanah kali acai.
Biarkanlah
besi tua, kaleng-kaleng,
Tembok-tembok, rumput rumput, menyaksikan perjuanganku
Yang
kerap mengganggu dari impianku.
Antara
angan dan harapan aku berdoa pernah jajaki hidup,
Ditanah
orang Papua yang kaya penuh susu dan madu
Di
tanah rantauan demi hidup baru kau hidupi aku
Dibawah
naungan Tuhan
Kau
asuh aku dengan kali kumuh,
Kau
besarkanku dengan kaleng, kaleng besi tua,
Capek,
panas lapar, hanyalah godaanku
Terimakasih
Tuhan kau lindungi aku
Kau
selamatkan aku dari kenyamanan
Kau
sayangi aku dari melalui berkah sampah sampah ini
Kau
asuh aku, mengail ketekunan serta kesabaran
Aku
bersyukur dalam kesederhanaan hidup
Yang
engkau berikan
Aku
bersyukur telah menapaki hidup terjal ini
Sertai
aku dalam mengarungi samudara,
bersama
perahu hidup baru.
Penyair
: Hengky Yeimo
Torju,
Kamis 28/9/2016
Ko'Sapa@2016
0 Komentar