== EKSIS ==

 Oleh : Ibiroma Wamla 

Foto ilustrasi; merdeka.com

Jayapura, Ko'Sapa - Tahun 2015 di bulan Juli tanggal 02 Kouminitas Sastra Papua mengadakan diskusi dengan 'Membaca Sastra Papua dalam Sastra Indonesia'. Asrama Tuhar, kami sepakati sebagai tempat diadakannya diskusi.

Pagi jam 7.30 WIT saya dan teman-teman mulai mendekorasi ruangan, beberapa cover buku, buletin, puisi kami pajang di dinding, Beberapa peserta datang, sebelum mereka menuju tempat duduk, mereka melihat-lihat cover buku dan ada juga yang membaca puisi yang dipajang.

Di sebelah kiri dalam ruangan, ada sebuah kotak tv yang terbuat dari kayu ukurannya sekitar 30 X 40 cm, tanpa tv. Entah kemana tv tersebut. Di bagian bawah kotak tv, sebuah inisial nama di tulis. Saya menunjukkannya pada seorang teman yang di samping saya, "lihat itu siapa punya nama."

Dia tertawa lalu mengatakan, hampir di semua kamar yang jumlahnya sekitar 20 itu terdapat nama tersebut. Rupanya si pemilik inisial tersebut ingin mengungkapkan eksistensinya lewat tulisan itu.

Di Papua, remaja yang ingin menunjukkan keberadaannya (eksis), dengan menulis nama atau inisial marak di tahun 1980-1990-an. Mulai dari Sorong hingga Maroke (Merauke), seorang teman dari Mnukwar (Manokwari) ketika saya tanya sebuah nama, dia langsung tersenyum, lalu mengatakan "kalau ke Manokwari, hampir di semua tembok ada namanya."

Saat ini di Papua model existere (existence = eksistensi) menulis inisial di tembok, jalan sudah bergeser. Yang muncul saat ini adalah eksistensi Saguer atau Sagero.

Eksistensi Purba dalam mitologi Koreri, terkisah seorang laki-laki bernama Manarmakeri yang memiliki kemampuan untuk mengiris mayang kelapa untuk mendapat saguer. Manarmakeri akan menyumbangkan saguer untuk acara pesta, selain untuk dia sendiri. Sayangnya setiap pagi dia mendapati bambu yang di letakkan pada mayang yang di iris telah hilang.

Manarmakeripun menjaga bambu di mayang kelapa dengan bersembunyi diantara daun kelapa. Ketika hampir subuh, Sampari (bintang pagi) muncul dari langit dan akan mengambil bambu yang telah penuh dengan saguer tersebut. Keluarlah Manarmakeri dan berkelahi dengan Sampari hingga fajar hampir menyingsing. Berkatalah Sampari, "lepaskanlah saya, dan mintalah apa saja yang kau mau." Manarmakeri meminta kemampuan untuk dapat melakukan banyak hal. Sejak saat Manarmakeripun memiliki kamampuan yang "luar biasa". Sageru menjadi medium bagi Manarmakeri untuk menunjukkan keberadaannya di tengah masyarakat kampung Sopen, Vyak (Biak) yang tidak menyukainya.

Selain dalam mitologi, Van Hasset, Kamma mencatat, kebiasaan pesta sambil minum sageru pada masyarakat di Pantai Utara antara tahun 1500-1800. Di Selatan Papua, tumbuhan wati menjadi medium eksistensi masyarakat Marind dalam upacara adat yang menghubungkan mereka dengan dunia supranatural. Di Vanuatu, wati seperti cava, minuman tradisonal yang telah di olah menjadi bubuk dan di jual bebas. Meskipun minuman lokal seperti sageru ada di hampir seluruh wilayah Indonesia, ada ciu di Semarang dan Solo, tuak di Batak dan Timor, cap tikus di Manado, dst. Tapi kalau urusan mabuk Papualah senter terdengar.

Mabuk telah bermetamorfosa menjadi satu eksistensi sendiri bagi sebagian anak Papua yang lahir dalam kondisi "sosial" di Papua yang sakit. Ruang ekspresi sangat jarang, sehingga eksistensi itu muncul lewat "perilaku saguer". Anak muda Papua tidak memiliki tokoh yang dapat menjadi contoh, tapi beruntunglah masih ada Persipura, sehingga mereka dapat mengidolakan Boas, Pahabol, Wanggai dll.

Perilaku saguer bisa juga untuk menyatakan kejujuran, sehingga ada juga istlah, "hanya orang mabuk yang jujur". Maka kejujuran itu dapat di ungkapkan seseorang ketika ia berada dalam dimensi kesadaran alam bawah sadar. Belakangan ini muncul juga istilah "jujur itu sakit ka?" Kejujuran ternyata harus diungkapkan lewat sebuah medium.

Di bagian lain, saguer juga dapat di jadikan medium untuk menyelesaikan masalah atau bahkan melarikan diri dari masalah, sehingga tak berlebihan Kahlil Gibran mengatakan "Kalo ada laki-laki mabuk, pasti ada sesuatu yang terjadi pada diri orang tersebut."

Bagitulah perilaku saguer dari kehidupan sosial yang sakit di negeri ini.


Posting Komentar

0 Komentar