Moses Kilangin (Uru Me Ki)


Penulis              : Moses Kilangin
Editor               : Yopi Kilangin, Yavet Kambai, Krist Ansaka,
Prakata          : Yopi Kilangin (Anak pertama Moses Kilangin)
Penerbit            : Tabura Jayapura
Ukuran Buku   : 140 x 210 mm
Halaman           :  Cover + 192 hlm
Percetakan       : Galang Press Yogyakarta
Perensi             : Namungkiba Marxism Douw

Sebenarnya Buku Moses Kilangin ini adalah Biografinya sendiri yang dituliskan oleh Moses sendiri yang kemudian di edit oleh Yopi Kilangin anaknya dan tim editor adanya buku ini.  Dengan bantuan beberapa pihak di keluarganya sendiri. Sehingga buku ini diterbitkan pada tahun 2009. Berikut ini adalah kisah seorang moses kilangin yang di review kembali sebab dilupakan toko Papua yang berasal dari Suku Amungme ini.

Moses Kilangin  disebut dengan Uru Me Ki, Juru Damai, Perintis bagi orang Gunung, Sejarahwan, serta Pembawa Cahaya. Mengapa Moses kilangin disebut demikian? Tentunya Moses merupakan sejarah hidup yang di kagumi banyak orang khususnya Wilayah Pengunungan dan Papua selatan. 

Moses Kilangin adalah seorang yang berjasa ketika masa-masa perintisan di belahan Papua Selatan dan sekitar Pegunungan Cartenz yakni, diantara suku Amungme, Dani, Damal, Mee, Moni, dan pantai pesisir selatan Papua yakni Kamoro dan Sempan. Dari suku-suku diatas ini, Moses Kilangin mengukir sejarahnya. Dan melalui perintisan ini pembaca akan menemukan sosok seorang bapak Moses Kilangin dengan karya-karya yang baik.

Moses Kilangin adalah pewarta kampung yang mampu menerjemahkan konsep teori teologi dan katakese dalam bentuk dan cara budaya Papua.  Kemudian dia adalah pintu Emas bagi negara Amerika dengan membukan masuknya PT Freeport serta dia berperan dalam Penentuan Pendapat Rakyat Papua pada masa perahlihan 1969. Dengan hasil karya Moses Kilangin kita bisa menempati di Kabupaten Timika, Paniai, Kabupaten Puncak (Ilaga dan Beoga) dan Wamena.

Moses Kilangin dilahirkan di Kampung Unganarki Diola pada tahun 1925, didalam Honai perempuan. Nama asli atau nama tanah adalah Kalmalanki yang kemudian dibaptis dengan nama Moses Kilangin. Dia seorang anak tunggal sebab dia sendiri yang hidup. Ketika itu, Moses merupakan 3 saudara namun semuanya meninggal setelah 2 dan 1 hari setelah mereka dilahirkan, kematian anak bayi mereka percaya bahwa akibatnya dari “Roh Jahat”.

Sejak Moses umur 7 tahun kedua orang tuanya meninggal dan dia diasuh oleh Kakeknya Ninangki.  Dia sangat aktif dalam kegiatan di lingkungan Bugutenet. Dan di bersama beberapa petua di Kampung itu melakukan perjalanan hingga Moses Kilangin ketinggalan dalam perjalanannya sehingga dia ditemukan oleh seorang yang enggap mencari Udang yakni Mufai.  Dia di serahkan ke Cornelis Lefteuw.  Hilangnya Moses, masyarakat Bugutenet tidak tahu dan percaya bahwa hilang dan meniggal di Kaperapoka.  Dan Moses  di sekolahkan Oleh Conelis Lefteuw. 

Dan pada tahun 1943 situasi Perang Dunia Ke-II ikut melanda daerah Mimika. Ketika itu warga sekitar dilatih oleh Tentara Nipon  (Jepang).  Dan sejak itu tentara Nipon mengajak seluruh masyarakat untuk melatih berbagai pelatihan, biak dari fisik maupun non-fisik.  Tentara Nipon bertujuan untuk menyerang adanya kekuasaan Belanda di Papua pada khususnya.

Hanya karena Tentara nipon belum tahu pengunungan maka Moses dipanggil untuk menunjuk jalan menuju Pegunungan Papua.  Adapula tentara Nipon menawarkan dengan Berkata demikian. Kalau Moses bantu Nipon ke Gunung, Nipon Kasih Rumah Bagus, Uang Banyak, dan Nona Bagus kepada Moses?  Namun hal ini tolak oleh Moses dengan alasan bahwa “ Moses tidak tahu sebab ia keluar sejak kecil dari kampung dan dia hilang ketika ia ikut petua saat itu mereka melakukan kunjungan ke Koperapoka”. Tetapi karena moses tidak mengenal Kampungnya dia dikeluarkan oleh tentara Nipon. 

Sejak  tentara nipon meniggalkan Mimika pada tahun 1945. Dan sejak itulah Moses mulai aktif sekolah di Sekolah Rakyat. Pada masa itu dia adalah orang pertama Amungme yang mengenyam pendidikan Formal dan mendapat gelar Diploma guru pada 25 Juli 1953.

Atas kerja sama dengan beberapa pater di pegunungan tengah Papua,  serta atas undangan Pater Misael Kamerer Moses harus mengabdi di Paniai. Sementara dia mengajar,  Ia bersama pater Misael Kammerer mengunjungi berbagai tempat di Pengunungan tengah Papua.  Khususnya di Bugalaga dan  wilayah suku Amungme di sana. Rencana mereka berkunjung untuk mengumpulkan anak-anak muda  selagi usia muda untuk mendapatkan pendidikan yang selayaknya untuk menyekolahkan di Kokonao. Mereka mengumpulkan 5 anak dan terus berjalan ke Kokonau dari Paniai. Mereka tinggal seminggu di Kokonau untuk menyekolahkan 5 anak Amunggme itu di sekolah Rakyat Katolik di Kokonao.

Tidak lama di Kokonao Pater Misael Kammerer dan Moses bersama kokinya mereka kembali lagi ke Paniai.  Selama perjalanan mereka melaksanakan pekabaran Injil atau misa Ibadah di setiap kampung. Perjaanan pekabaran injil hingga di Ilaga dan wamena. Dan pada akhirnya 11 April 1954 tiba kembali di Enarotali, Paniai. Pada pertengahan itu juga Moses sekolahkan Otto Onawame yang meninggal beberapa tahun lalu di Vanuatu.  Dengan begitu tegas atas pekerjaannya sehingga Moses Kilangin sering disebut dengan nama Uru Me Ki, yang berarti “Guru Besar”.

Moses Kilangin sebagai orang pertama diploma Guru, maka dia hendak merasa tidak ingin untuk mengajar di Enarotali dan muncul pemikiran bahwa di kampung sayapun juga masih terbelakang, sehingga dia komunikasi dengan Pater Kammerer  dengan bunyi demikian “Saya merasa kasihan kepada orang-orangku suku amunggme. Karena itu saya mohon kiranya satus saya sebagai guru subsidi ditarik kembali dan saya ingin pulang ke kampung di tengah masyarakat Amungme”. Mendegar Moses di Izinkan untuk balik membangun daerah. 

Dengan kemauan dan keinginan Moses Kilangin, ia membangun beberapa pondok kecil di seluruh kampung di Amungme untuk mengayomi masyarakat dan mewartakan Injil,  dia sebagai Katakese. 

Moses Kilangin pada awal 1950 sampai akhir 50-an ia mengelilingi pelosok-pelosok kecil di Amungme bersama anak buahnya atau Kokinya.  Dalam rangka tugas mengujungi warga. Di setiap kampung selalu saja terjadi perang antar marga dan antar kampung. Perang terjadi akibat kecemburuan sosial dan masalah perempuan.  Dalam peperangan itu puluhan hingga ratusan orang korban. Disetiap kampung yang sedang terjadi perang Moses meminta agar perang dihentikan dengan cara : mengumpulkan pihak yang bertikai, memberikan pemahaman, mengumpulkan alat perang serta mewartakan Injil dan kebenaran.  Sehingga masyarakat Amunggme lebih tren memanggil  Moses dengan sebutan Juru Damai.

Ketika pada 5 April 1967 pemerintah Indonesia yang diwakili oleh Menteri Pertambangan, Slamet Brantanata dan perwakilan PT. Freeport menandatangi Kontrak karya untuk 30 Tahun. Namun sebelum  kontrak karya itu berakhir diperpanjang lagi kontrak kedua untuk 20 tahun lagi (1997-2017).  Sementara setelah adanya Perjanjiang itu, menyiapkan alat berat untuk eksplorasi, namun dengan itu warga Amungme yang tingaal di Waa dan Banti sangat marah karena mereka menyakini bahwa gunung Grasberg  itu disebut dengan Nemangkawi diyakini bahwa tempat keramat dan jarang mereka Nemangkawi. 

Ketika aktifitas PT Freeport mulai merunkan alat berat. Namun ada pula masyarakat adat di Banti dan Waa memalang kegiatan Freeport itu, tetapi orang yang terkenal saat itu hanya Moses Kilangin. Forbes Wilson mengeluarkan surat untuk mencari Moses. Moses sejak itu berada di Kokenao sehingga Wilson menawarkan untuk bersama-sama ke Gresberg dengan tujuan berdialog dengan masyarakat Banti dan Waa. Moses pun ikut untuk ke Gresberg, Perlawanan dan pemalangan masih oleh masyarakat adat. ketika hingga di Nemangkawi meraka dihadang, namun mereka lihat Moses Kilangin sehingga mereka menurunkan panah dan berkata “Selamat Datang “Uru Me Ki” artinya bahwa guru besar”. Dengan kata-kata enak Moses membujuk mereka dan sebagian besar setuju untuk mengambil dan sebagian besar marah terhadap Moses Kilangin karena dialah yang membongkar Gunung Nemangkawi itu.

Pada tahun 1968 menjelang adanya Penentuan Pendapat Rakyat atau PEPERA 1968. Saat itu Moses Kilangin berada di Agimuga .  Moses Kilangin bersama dengan Philipus Kalanangame  di Tunjuk masyarakat untuk ikut PEPERA di Fakfak. 

Hingga di Fakfak mereka di intimidasi oleh Tentara Indonesia untuk ikut memilih Indonesia, mereka ditodong senjata sambil berkat “Apabila kamu memilih Indonesia kamu akan kami bunuh”.  Entah bagaimana  dalam kekejaman militer itu Moses dan Teman-temannya harus memilih masih tetap bergabung dengan Indonesia. Dan mereka fasilitasi untuk balik ke Agimuka. 

Hingga di Agimuga Masyarakat curiga bahwa Moses Kilangin dan bersama teman-temannya menghina masyarakat Amungme dan secara umum Papua. Sehingga ada dendaman dari masyarakat karena mereka percaya bahwa Moses pasti memilih Indonesia. Bukan hanya itu Masyarakat masih dendam juga dengan Moses sebagai Fasilitator PT Freeport. Moses bersama keluargaanya dikucilkan hingga mereka harus pindah ke Kaimana. Kaimana 2 tahun dan pada Tahun 1976 dia dipindahkan daerah yang kini disebut Mimika timur. selama tahun 1976 keatas masyarakat Amungme sangat marah dengan Moses hanya karena PT Freeport dengan PEPERA 1969. Dan keluarganya keluarganya menetap di Timika Indah.

Isi buku ini sangat menarik untuk di makan, sebab sosok seorang Moses Kilangin bisa menuliskan berbagai cerita dari Ia lahir hingga meninggal. Dia salah satu yang sangat terinspirasi adalah dia sangat mudah untuk menyesuaikan dengan berbeda bahasa, ketika ia berada di kawasan Dani dia mengunakan bahasa Dani, dan Mee, Moni, Kamoro, Sampan dan lainya. Dia patut perintis karena sosok Moses Kilangin adalah sejarahwan yang mana Ia membuka Sekolah, Gereja, dari selatan hingga Pegununga Papua. Selain itu dia juga menyekolahkan beberapa siswa seperti Otto Onawame dan lainya. 

Uru Me Ki adalah sebutan Moses Kilangin dengan arti Guru Besar. Dia menjadi Guru pertama di antara suku Amungme dan pengabdiannya sangat baik mulai dari Paniai (Enaro dan Epouto) dan Ilaga Beonga, Mimika Timur, Kokenao, Kaimana, Agimuga dan Kampung kampung kecil di kawasan Suku Amungme. Itulah yang membuat orang terinspirasi dari sosok Moses Kilangin. 

Karya sebagai perintis ini membuat beberapa pihak, termasuk Presiden Soeharto, Paus Santu Yohanis Paulus II, dan beberapa Pastor di Irian Jaya memberi penghargaan sebagai mengenang karya-karyanya yang Ia lalui.

Hanya dalam buku ini, pembaca akan mengeluh hanya mengapa Moses Kilangin berpartisipasi dalam Ekspedisi PT Freeport dan PEPERA 1969. Mungkin ada perasaan ini muncul ketika melihat keadaan Papua saat ini, karena hingga kini masyarakat Amungme dan pada seluruhnya Papua kini menghadapi masalah yang besar hanya dampaknya dari PT Freeport dan PEPERA 1969.

Harapanya dari buku ini, agar meniru perjuangan Moses Kilangin tetapi, sesuaikan dengan keadaan daerah itu sendiri masing-masing. Oleh karena itu, buku ini sangat baik untuk kita Papua karena banyak daerah yang hingga kini belum bangun yang kita harus bangun sesuai dengan kisah Moses Kilangin ini. Untuk menempuh satu tujuan, banyak cara yang kita ciptakan sesuai dengan keadaan daerah itu sendiri sesuai dengan perjuangan URU ME KI atau Moses Kilngin agar kita tidak tertinggal dengan kemajuan. 

Terimah kasih Moses Kilangin atas pencerahan yang engkau wariskan dalam Bukumu ini.

Posting Komentar

0 Komentar