Judul : Pintu Menuju Neraka, Serangkai Pertengkaran
Peradaban
ISBN : 979-3921-75-7
Pengarang : Vitalis Goo
Penerbit : Pilar Media
Cetakan : I, April 2012
Jumlah Halaman : 134
“Anda Harus
memiliki target target jangak panjang untuk menjaga agar anda tidak frustasi
oleh kegagalan kegagalan jangka pendek.”
(Charles C. Noble)
Novel yang di persembahkan
spesial untuk ayahnya Yoseph Iyopode Goo, Yang di tulis oleh Aanak pertamanya Vitalis
Gooibo. Novel bersampul hitam merah bergambar api yang bernyala itu, merampung
serangkai kisah pertengaran-pertengakaran peradaban di salah satu suku di Papua
yakni suku Mee, asal Lembah Kamu kerap disapa (Kamu Valley).
Novel ini
menceriterakan mengenai kisah uwibou seorang yang melihat, merasakan dan
menyaksikan kehidupan sebelum ada pertengakran pertengkaran dalam hidup
bermasyarakat serta perubahan budaya di kalangan masyarakat Mee di lembah kamuu
kampung wiiwoge.
Tokoh Uwibou
yang digambarkan dalam novel ‘Pintu
Menuju Neraka’ oleh penulis ialah sosok yang pendiam, sosok anak yang pandai membaca tanda tanda
alam, bahkan uwibo dijuluki juga seorang
mono oleh masyarakat di kampung wiwoge kala itu.
Berdasarkan
prediksi uwibou bahwasannya kampung wiwoge akan menghadapi tantangan yang luar
biasa di tahun-tahun mendatang, itu bermula ketika perang nipon antara sekutu
jepang dan masyarakat setemapat yang mengahancurkan nilai-nilai budaya masyarakat
Mee di kampung wiwoge ditambah dengan sistem pemerintah indonesia yang aburadul
membuat uwibou memprediksi kepunahan akan kampung halamannya serta manusianya.
Novel berukuran
12x 18 cm, berisi Empat bagian, bagian pertama, mengulas kehidupan Uwiboo di Kapung
Wiwoge. Menceriterakan kemalangan massa kecil Uwibou tanpa ibu kandungnya. Ia
diasuh oleh bapaknya dan alam pun menjadi sahabat Uwiboo berkomunikasi dan
berinteraksi. Tidak hanya Uwibo orang-orang kampung wiiwoge juga benar-benar menikmati
hasil alam hasil alam.
Warga Kampung
Wiwogge juga disungguhkan dengan larangan turun-temurun di kalangan Suku Mee
‘omaa temoti’ (jangan mencuri) dsb. Karena bisa berkibat fatal di generasi
mendatang. Pesan itu selalu diingan dan diceriterakan pada anak cucunya secara
turun temurun hingga sekarang ini.
Akhirnya Ayah Uwibo
Magapaiamoye meniggal dunia karena
faktor usianya yang semakin senja, dan sebagai
anak yang tunggal Uwibo menikah dengan jumlah istrinya 7 orang Uwibo dari kampung
yang bebeda, di kampung itu Uwibo mendirikan pondok bagi ke 7 istrinya. Mereka
hidup sesuai dengan norma adat yang berlaku di Kampung Wiwogge pada umunya
berpegang pada nilai nilai luhur suku Mee.
Bagian kedua, menceriterkan
magai mana masyarakat Kampung Wiwogge bertemu dengan suku lain pada tahun 1905.
Ketika orang Jepang masuk ke wilayah mepago dan menghancurkan tantan kehidupan
orang Mee yang dikenal dengan perang “Nipon” setelah Itu Indonesia masuk lagi
dang menghancurkan seluruh tatanan kehidupan Suku Mee dengan menggati nama-nama
kampung di Papua menjadi nama-nama pahlawan indonesia tak hanya itu dari sisi
ekonomi, budaya, religi, dihancurkan dengan aturan yang kacau baalau.
Uwibo sebagai
orang tertua di kampung itu selalu mengingatkan kepada anak cucu serta
kerabatnya tentang kehidupan mendatang. Suatu ketika Uwibo berkata, pada massa
sekarang ini ada banyak hal yang mesti kita was-was. “Sebab kita ita semua tahu bahwa ada suku lain
balik gunung sana dan kita tahu bahawa kebiasaan dan bahasa mereka berbeda
dengan kita.” Ucap Uwibo dengan tegas.
Novel ini
sangat kaya akan informasi tentang budaya dari etnis Mee pada umumnya khusunya
kehidupan bermasyarakat di lembah kamu. Di dalam Novel ini juga menggambarkan
berbagai aspek yang melingkupi, aspek pendidikan, eknomi lokal, sosioligis
masyarakat, agama, pandangan-pandangan hidup, seni musik seperti uga, tupe,
gowai dsb.
“Berdasarkan
kenyataan inilah Penulis Novel ini, mencoba memaparkan sebuah kisah masuknya
budaya budaya keuar ke kampungnya wiiwoge (kampung tak nyata ditengah warga
kampung wiiwoge yang adalah petani, yang memiliki tatanan hidup nilai-nilai
budaya serta identitas diri yang unik.
Sebelumnya saya
meminta maaf karena nama nama tokoh yang terdapat dalam cerita ini adalah nama
nama adat sebagai suku Mee asal Lembah
Kamuu.”
Intinya bahwa Perubahan
pada nama kampung Wiiwogee juga, berubah pula tatanan hidup masyarakat setempat
mengahadapi tantangan perdaban yang luar biasa. “Nialai-nilai budaya hilang
sekasat mata. Demikian mereka hilang kepercayaan dirinya ketika berhadapan
dengan bangsa lainnya yang datang menjajah dengan menggunakan senjata moderen.
Waktu
bergulir sangat cepat. Segala sesuatu hancur berkeping-keping, hanyut terbawa
arus perkembangan zaman. Pintu-Pintu menuju neraka terbuka dengan lebarnya.
Tampaknya maut senanatiasa menjemput setiap Insan.”
Buku ini layak
dibaca semua kalangan, kam cari lalu baca, tra baca kam lewat.
0 Komentar