Karya :Martin Esema Noepapati
Pagi itu, diantara alunan angin yang memainkan musik kesejukan, sembari ditempa Mentari pagi yang membela apitan gunung-gunung menjulang tinggi nan indah, tersentak kegembiraan hati sirna diterpa keraguan dan empati rasa yang menyesakkan jiwa.
Air mata menghujani pipi dengan harapan yang tak
kunjung tiba; menatap anak-anak negeri cenderawasih; (hitam kulit, keriting
rambut) berjuang untuk masa depan suram diatas kekayaan tanah mereka.
Gelora rasa dan asa membahana Jiwa memberontak
mengharapkan PERUBAHAN; meminjam suara dan kata seorang Musikal Ternama Papua,
"Kami tak mau bersalah pada anak-anak cucu" dengan sebuah desakan dan
jeritan HARUS ADA PERUBAHAN.
Tidur beralaskan EMAS; dan berenang diatas MINYAK
bagaikan meraih Bintang dimalam hari. Mereka tak pernah merasakan damar dan
susu ibarat musafir yang dahaga dipadang pasir. Tangisan keras mereka menjadi
DOA yang memberkati atau mengutuk bagi setiap Pemimpin. Laksana Pedang bermata
dua;
Tak kuasa melihatnya, jatuh merebah didalam waktu
untuk mengatakan apakah ANDA dan SAYA sudah SIAP. Pertanyaan menjengkelkan dan
rasa bersalah yang mengobarkan HATI membuatku MALU; rasa-rasanya mau ku buang
kedalam Lautan sedalam Samudra Pasifik agar tak kuingat lagi. Tak kala
kuberSIKAP acuh tak acuh serta masa bodoh; justru semakin membuat RASA ini
memenjarakan Kebebasan dan egoku.
Oh.... TUHAN; mengapa mereka menyengsarakan
rakyatku seperti tawanan di negeri penjajahan. Aku tak berdaya; Bagaikan
dinginnya angin yang menusuk tajam tulang-tulangku; tak berdaya menatap mereka,
generasi penerus dipetak umpetkan hak dan tuntutannya bagaikan sapi yang
diperah oleh pemilik dan tuannya sendiri.
Hei....Bapak dan Ibu Rakyat; PEDULIKAH kalian
terhadap kami. Pedulikah kalian terhadap sekolah dan masa depan kami;
Jeritan mereka tentang mengapa, apa dan bagaimana adalah sejuta pertanyaan
seperti ditodong senjata laras panjang untuk menyelaraskan tujuan kita.
Pertanyaan-pertanyaan tadi menggaum keras sekeras
Nyanyian Burung Surga yang memilukan hati; memanggil Para PANGLIMA PERANG yang
Gagah- Berani melesatkan tombak perjuangan mereka bagi Tanah dan Leluhurnya;
Wahai....Srikandi dan Arjuna Papua; Gelorakanlah
Semangatmu, tajamkan mata tombak suaramu, jelikan pandangan kearah terbitnya
Sang Surya pertanda HARAPAN BARU bagi Tanah Tercinta PAPUA.
Sebuah PUISI Yang menggambarkan Pemberontakan JIWA. Terhadap Rakyat Papua yang hidup miskin diatas tanah mereka sendiri.Puisi ini pernah diterbitankan juga di Harian Pagi Papua Dan Bintang Papua, Edisi Rabu; 30 Maret 2016. Puisi ini di Publis di SASTRAPAPUA.COM atas persetujuan penyair.
0 Komentar