BERKUMPUL bersama merupakan adat
kebiasaan masyarakat Papua. Saat itu, mereka bisa saling bertukar cerita atau
anekdot. Banyak cerita-cerita itu yang diceritakan secara turun-temurun hingga
sering dikira legenda rakyat. Melalui kisah tersebut, banyak pesan moral yang
bisa dipetik, seperti yang diceritakan dalam Nug Nug Wan.
Cerita milik
masyarakat Enggros Tobati, Jayapura Papua ini dikemas secara apik ke dalam
bentuk seni pertunjukan teater oleh Yayasan Papua Art's Centre Entertainment
(PACE). Pertunjukan yang digelar di teater Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail
Marzuki, Jakarta pada Jumat (2/5) tersebut menggabungkan seni tari dan musik
dengan sastra lisan.
Menurut
sutradara pertunjukan, Jefri Zeth Nendissa, sastra lisan merupakan budaya
masyarakat Papua yang diwariskan turun-temurun. Tidak ada buku yang menuliskan
kisah-kisah tersebut. Semua cerita diwariskan dari mulut ke mulut.
Kisah yang
diangkat malam itu pun sebenarnya sangat sederhana. Diangkat dari
"Mop" atau cerita komedi ringan yang dibumbui dengan nilai-nilai
kebijaksanaan. Alkisah sepasang suami istri yang tamak, satu-satunya pemilik
kolam ikan di dunia yang tidak diketahui oleh masyarakat. Namun akhirnya,
rahasia mereka terbongkar juga sehingga kolam tersebut dihancurkan oleh tuan
tanah sehingga ikan-ikan di dalamnya dapat dimiliki oleh masyarakat. Kolam yang
terbongkar tersebut kemudian dipercaya sebagai teluk Yotefa.
Nendissa
mengatakan tujuan awal ia mengangkat cerita rakyat milik desa Tobati dan
Enggros adalah untuk memperkenalkan kepada masyarakat luas sebuah kisah anekdot
mengenai asal usul teluk indah yang terletak di sebelah utara pulau Irian
tersebut.
Seni pertunjukan
ini menggabungkan nyanyian khas Papua dan tari-tarian rakyat sehingga menarik
ditonton. Belum lagi para penonton juga dimanjakan suara merdu Edo Kondologit
dan Michael "Idol" Jakarimilena. Edo berperan sebagai pencerita yang
membimbing penonton memahami isi dari kisah yang disampaikan. Namun, tidak hanya
sebagai narator, Edo juga mengambil bagian sebagai penyanyi dan penari dalam
pertunjukan tersebut.
Pemeran suami
atau ayi dalam pertunjukan tersebut adalah Michael Jakarimilena. Ia juga
merupakan finalis Indonesia idol 2004. selain berakting dalam pertunjukan ini,
ia juga menunjukkan kebolehannya bernyanyi. Pemeran istri atau anyi adalah
Putri Nere, reporter sebuah stasiun swasta yang juga pernah ikut dalam ajang
Miss Indonesia 2006.
Pertunjukan juga
bergulir secara ringkas, ringan dan dibumbui banyak komedi sehingga terasa
ringan. Para penari bergerak secara luwes dan dinamis mengikuti irama lagu pop
Papua seperti "Pangkur Sagu" yang dikolaborasikan dengan tarian
pergaulan Papua, Yosim Pancar.
Sulit Dicerna
Setting panggung
yang sederhana juga tidak terlihat kaku. Sayangnya, pertunjukan teater tersebut
berdialog dalam bahasa Indonesia dengan dialek Papua yang fasih sehingga sulit
dicerna bagi orang awam yang jarang mendengar.
Tata panggung
juga disusun dengan apik dengan setting lampu yang pas. Namun sayangnya, pada
beberapa adegan, tata suara agak kacau dan saling tumpang tindih sehingga
mengganggu pertunjukan. Namun, gangguan tersebut tidak membuat penonton kecewa.
Berkali-kali terdengar tawa penonton melihat akting para pemain teater yang
berdialog secara natural dan atraktif dengan penonton.
Tidak heran.
Walau membawa budaya khas Papua dan pemain-pemain serta penari yang semuanya
merupakan produk Papua, jalan cerita Nug Nug Wan kental dengan unsur pop yang
ringan. Jefri Zeth Nendissa, arsitek dibalik pertunjukan ini sudah mengemban
ilmunya selama bertahun-tahun di Institut Kesenian Jakarta (IKJ). Ia mengatakan
sudah saatnya cerita rakyat milik tanah Papua diceritakan kepada masyarakat
luas dengan cara yang ringan, seperti halnya cerita-cerita ini dikisahkan
turun-temurun dengan cara yang ringan.
Judul Nug Nug
Wan yang ia pilih berarti cerita dari kampung. Jefri mengatakan anekdot teluk
Yotefa tersebut dipilih sebagai jalan cerita karena ia memiliki rasa kedekatan
dengan lokasi teluk tersebut. Lahir dan besar di Jayapura, Jefri mengatakan ia
tumbuh dan besar dengan cerita tersebut. Riset yang untuk pertunjukan ini juga
hanya sekitar 2 minggu. Itu pun untuk memperdalam detail cerita dengan
menggandeng masyarakat asli Tobati Enggros untuk ikut serta dalam pertunjukan
Nug Nug Wan.
Hadir pula malam
itu, Menteri Kelautan dan Perikanan, Freddy Numberi, yang juga merupakan tokoh
adat masyarakat Papua. Ia mengungkapkan perlunya pertunjukan-pertunjukan
kebudayaan seperti Nug Nug Wan untuk mengangkat budaya Timur agar dapat dikenal
luas hingga ke negri seberang. Tokoh-tokoh lain yang hadir adalah seperti
beberapa pemangku masyarakat adat Papua serta pasangan artis Nia Zulkarnaen dan
Ari Sihasale yang mengaku menikmati pertunjukan tersebut. [CAT/U-5]
Sumber: Suara
Pembaruan, Sabtu, 3 Mei 2008
0 Komentar