![]() |
Ilustrasi Susana Eureka |
Oleh; Susana Eureka
Hujan menderas
Derainya tak kunjung puput
Gemercik bertalu mengoyak-ngoyak kalbu
Rasa menggigil makin membeku
Ketika kudapati anak penjaja mainan buaya masih di sana
Aku berjuang menelan butir-butir nasi dari piringku
Ssementara si bocah bergulat dengan asa
Apalah arti bekerja untuk kemanuasiaan
Kalau lapar anak kaki telanjang tak mampu kusentuh
Kalbu terenyuh ingin mengulurkan sapa...
Si alter mencibir angkuh
Nurani tak tahan
Hujan menderas
Derainya tak kunjung puput
Gemercik bertalu mengoyak-ngoyak kalbu
Rasa menggigil makin membeku
Ketika kudapati anak penjaja mainan buaya masih di sana
Aku berjuang menelan butir-butir nasi dari piringku
Ssementara si bocah bergulat dengan asa
Apalah arti bekerja untuk kemanuasiaan
Kalau lapar anak kaki telanjang tak mampu kusentuh
Kalbu terenyuh ingin mengulurkan sapa...
Si alter mencibir angkuh
Nurani tak tahan
Apakah satu lembar dolar akan mengoyak ilmumu?
Melankoli hanya akan mendatangkan sesat, jawabnya
Hujan terus tertumpah dari atas cakrawala
Melankoli hanya akan mendatangkan sesat, jawabnya
Hujan terus tertumpah dari atas cakrawala
Gigil anak kaki telanjang kian bergoncang
Kalbu ingin mendekapnya erat
Alter kukuh menggenggam ilmunya
Kalbu ingin mendekapnya erat
Alter kukuh menggenggam ilmunya
Naif
Keduanya membeku
Ketika beranjak dari piring yang masih setengah gunung
Keduanya membeku
Ketika beranjak dari piring yang masih setengah gunung
Nurani merintih
Bocah penjaja mainan buaya telah pergi
Menerabas hujan bersama asa dan lapar
Bocah penjaja mainan buaya telah pergi
Menerabas hujan bersama asa dan lapar
Kalbu tertunduk malu, menyesal
Selalu terkalahkan dalam arena
Alter bungkam seribu bahasa
Menggenggam ilmu pembangunan yang dipujanya
Selalu terkalahkan dalam arena
Alter bungkam seribu bahasa
Menggenggam ilmu pembangunan yang dipujanya