Kemarin aku masih
terpaku menatap mega
mega menerawang
kelabu di ujung senja
kedukaan mendalam
terpampang menusuk di wajahya
ia hanya diam
menunduk berderai air mata
Guruh-gemuruh
suara silih datang berganti
lidahnya saling bersahutan
meraja bumi
menunjukkan
kemarahan yang tak kan pernah berhenti
namun aku belum
menyadari diri
Mega kini semakin
hitam kelam
suaranya
menggelegar seraya menggeram
dosa ku tak
kunjung padam
Terus-menerus mega
masih kelabu
menangisi diri ku
sedih pilu
terngiang dalam
memori
apakah ini suatu
pertanda bagi ku
apakah smua ini
karena kenistaan dosa yang selalu menghantui diri ku
Aku terombang-ambing
oleh pertanyaan tak menentu
jiwa ku bergejolak
melampaui batas waktu
aku masih melakoni
hidup seperti biasa seakan tak tahu
ternyata ada
segelintir duri berlumuran dosa dalam hidup ku
Ketika tragedi
naas menindih
aku insaf sudah
segala nista dosa
pencipta diri resah
aku padukan dalam
niat dan ku buang jauh
Hidup baru
menyongsong dalam genggaman tangan ku
tanpa menoleh ke
belakang, ku terus melangkah maju
ku tak ingin lagi
membuka lembaran kisah lalu
ya, yang telah
berlalu biarlah berlalu
Angin timur
berhembus membawa secercah harapan
terbukalah tirai
penutup gelapnya kehidupan
tabir noda pada
masa yang silam dimusnahkan
aku ingin meminta
pertobatan
Hari ini mega
tersenyum cerah
menyambut diri ku
beralih ke medan perubahan sudah
selaksa bahagia
sedang ku toreh
menuju masa depan
dalam cahaya tercurah
Untuk memiliki
sebuah hati yang damai
aku mendekatkan
diri kepada Ilahi
Ia yang mempunyai
kesalehan abadi
mengampuni segala
celah, menjernihkan nurani
Sumber : Fransiskus Xaverius Kobepa