Oleh : John N.R Gobai
Di
atas batu ini, saya meletakan Peradaban Orang Papua sekalipun Orang memiliki
Kepandaian Tinggi, Akal Budi dan Marifat, tetapi Bangsa ini akan Bangkit dan
memimpin dirinya sendiri, I.S Kijne, Wasior, 25 Oktober 1925.
Pernyataan
diatas ini merupakan sebuah doa juga
amanah luhur sekligus penuntun kepada kami, orang Papua agar dapat bangkit dan Menjadi Tuan di Negeri sendiri.
Setelah sekian lama menonton pengelolaan Sumber Daya Aalam (SDA) di Tanah
Papua.
Bangkit
dengan potensi tambang dalam kaitan dengan visi dan doa diatas, maka dalam
kaitan dengan Pertambangan, diperlukan satu upaya sistematis dari Pemerintah
untuk memberikan Ruang kelola bagi Masyarakat.
Pertama
dengan Penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR). Yang kedua adalah mengutamakan
Orang Papua yang sudah siap untuk memperoleh Ijin Usaha Pertambangan (IUP) agar
dapat mengelola potensi alam daerahnya secara baik dan bertanggung jawab.
Pengelolaannya
dapat dilakukan sendiri oleh Orang Papua atau juga dia dapat membuat kerjasama
dengan pihak lain dengan kompensasi yang sangat saling menguntungkan.
Apakah
Pembagian saham atau bagi hasil atau kompensasi lain yang menunjukan kedaulatan
masyarakat adat.
Ruang kelola bagi pengusaha anak papua yang sudah mampu dan
berpengalaman. Haruslah
menjadi hal yang sangat khusus diperhatikan dalam memberikan ruang kelola.
Mereka
harus didahulukan untuk mendapatkan ruang untuk mengelola potensi tambang. Tetapi
mereka juga harus melakukan kompensasi kepada masyarakat adat seperti yang
telah saya sebutkan diatas. Atau bisa juga masyarakat adat pemilik tanah dapat
diberikan kemudahan mengurus ijin usaha pertambangan untuk mengelola wilayah
adatnya.
Hal
yang lain juga adalah karena banyaknya ijin kadangkala terjadi tumpang tindih
wilayah, atau melakukan upaya penyerobotan, juga adanya ijin yang diberikan
diatas wilayah yang ada kegiatan pendulangan rakyat, ini yang terjadi di Nifasi
dan Degeuwo.
Hal
yang penting dilakukan adalah bertanya kepada rakyat apakah mereka kenal atau
telah memberikan persetujuan kepada pemegang IUP ataukah hanya diketahui oleh
pemerintah atau oknum pejabat di Dinas Pertambangan.
Hal
yang lain yang musti divkirkan juga dari aspek social apakah perusahaan ini
memberikan manfaat kepada rakyat ataukah ijinnya hanya di pakai sebagai jaminan
di Bank.
Jika
mengecewakan maka wilayah itu dikembalikan kepada pemilik hak ulayat sesuai
dengan UU No 4 Tahun 2009. Hal yang lain juga adalah konsesi dan IUP
ditinggalkan begitu lama tanpa ada kegiatan atau dijual kepada pihak lain tanpa
sepengatahuan masyarakat adat tentu ini sangat bertentangan dengan adat maka
wilayah itu dikendalikan ke masyarakat adat pemilik hak ulayat.
UU
OTSUS dan Sistem Lelang Dalam tahun 2017 kewenangan pemberiian ijin usaha
pertambangan telah ditetapkan.
Untuk
pemberian Ijin Usaha Pertambangan dilakukan melalui system Lelang ini adalah
cara-cara yang berupaya untuk memulai sebuah upaya meminggirkan Pengusaha Papua
secara sistematis, serta membuka peluang kolusi dengan label lelang.
Untuk
itu saya tegaskan bahwa dalam rangka pelaksanaan Roh dari OTSUS PAPUA yaitu
Keberpihakan, Perlindungan dan Pemberdayaan, maka Tanah Papua tidak perlu
diberlakukan system lelang dalam pemberian Ijin Usaha Pertambangan (IUP) agar
betul betul orang papua menjadi Tuan di Negeri Sendiri.
Tetapi
harus terus dilakukan pembinaan dan pengawasan oleh Dinas Pertambangan bukannya
memberikan ijin kemudian melepaskan pemberi ijin seperti orang mabuk ditengah
jalan.
Pertambangan
Lokal di Nifasi adalah Model Dengan membuat kerjasama kemitraan dengan
Masyarakat Adat Suku Wate di Kampung Nifasi, untuk mengelola Tambang Skala
Menengah, Perjanjian dengan Masyarakat 2014, Pola yang dilakukan oleh Tunas
Anugerah Papua, Holding Company di Nifasi adalah dengan melakukan bagi hasil
langsung kepada masyarakat adat nifasi.
Bagi
hasil itu dilakukan dalam bentuk memberikan melalui pembukaan Tabungan di Bank
Papua untuk 130 Kepala Keluarga di Nifasi, Pembiayaan Pendidikan, Kesehatan,
Keagamaan, Sampai Bantuan Motor Per Unit Untuk Tiap Kepala Keluarga, dan
Pembagian Sembako Tiap Bulannya serta tambahan nutrisi Herbalife.
Kami
juga berupaya mengubah cara pandang dan cara berfikir masyarakat dan mendidik
mereka untuk maju dan berfikir untuk bekerja dan bermartabat dengan mengolah
uang dengan baik, melakukan kegiatan kerohanian agar masyarakat terus merasa
dekat dengan TUHAN, disana juga dibuka cara pandang rakyat untuk memahami
posisi investor dan masyarakat, bahwa masyarakat adalah Tuan yang harus
dilayani oleh hamba yang adalah investor, dengan pola bagi hasil, kami yang
bekerja mereka harus mendapatkan hasil kerja kami.
Sedikir
mereview mengenai PTFI kekuatan dari masyarakat adat untuk adalah Pasal 138 UU
No 4 Tahun 2009, yang berbunnyi Hak atas IUP, IPR, atau IUPK bukan merupakan
pemilikan hak atas tanah.
Disinilah
dasar review dan kekuatan Masyarakat adat dan Pemerintah Papua dengan UU No 21
Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua, untuk mengajak atau
memaksa secara halus PTFI untuk bicara soal kompensasi yang lainnya dalam
sebuah Kontrak Karya yang saling mengakui dan menghormati yang tidak diatur
oleh Pemerintah dan Freeport dalam KK I dan KK II.
Dalam
Renegosiasi atau review KK PTFI harus di pertimbangkan adalah; Bagaimana dengan
karyawan Papua yang telah bekerja di PTFI, bagaimana dengan peluang bagi anak
papua untuk menjadi Board Direktur di PTFI, PT. Freeport Indonesia yang
berkantor di Jakarta pindah ke papua kemudian PTFI harus di rubah namanya
menjadi Freeport Papua, Smelter harus dibangun di Papua, seluruh pembayaran
pajak di lakukan di Papua.
Penutup
Jika lelang dilakukan ini menunjukan Negara
sangat menunjukan dominasi sebagai pelaksanaan Pasal 33 ayat 3 UUD 1945, ini
jelas bertentangan dengan pengakuan Negara akan daerah yang berstatus khusus
dan istimewa seperti dalam pasal 18B Ayat 1 dan ayat 2, dan UU No 21 Tahun 2001
tentang Otonomi Khusus bagi Papua, seakan akan masyarakat adat tidak memiliki
hak atas sebuah wilayah adat, potensi tambang dilihat seperti sebuah proyek
milik pemerintah sama dengan proyek APBD atau APBN.
Potensi
SDA ini adalah kekayaan masyarakat adat yang harus diakui oleh negara, karena
itu harus ada pengutamaan bagi pengusaha Papua untuk mudah dapat IUP agar bangkit
dan mandiri di Negerinya.
Berdasarkan
regulasi diatas maka, pemilik tanah dalam kaitannya dengan pemanfaatan sumber
daya alam dalam skala besar seperti PTFI masyarakat harus terlibat aktif dalam
perundingan atau musyawarah untuk mendengar sikap masyarakat apakah menerima
atau menolak, menerima dengan catatan atau menolak dengan alasan. Jika diterima
maka bentuk kompensasi yang dapat dibicarakan atau dirundingkan.
0 Komentar