Hak Untuk Merdeka: Cerita Untuk Papua (Bagian 1)




“Hak Untuk Merdeka” adalah sebuah narasi bersambung. Bercerita tentang seorang Dalton, remaja Papua yang dibesarkan oleh asuhan ibu bumi Papua. Mandi dan meminum di air yang dihasilkan oleh tanah Papua. Bermain dengan gembira, menari telanjang diselimuti gelak-tawa anak-anak rimba Papua. Dan yang terpenting, narasi ini pun tak sekedar bercerita romantisme keriangan masa kanak-kanak.

Dalton adalah anak zaman, yang diasuh pula oleh kekejian tentara kolonial Indonesia. Dalton memahami tentang bagaimana memerdekakan dirinya, memberi sumbangan terhadap kemerdekaan rakyatnya, Papua.

Meskipun kata dan makna kemerdekaan itu tak pernah diajarkan di sekolahan kolonial, Dalton akan menulis dalam kamusnya sendiri: K.E.M.E.R.D.E.K.A.A.N

*******
Kemerdekaan bangsa-bangsa tertindas dan penghapusan secara riil penindasan nasional akan membawa kita pada fusi bangsa-bangsa, dan kriteria politik dari kemungkinan ini ada pada kebebasan untuk memisahkan diri (dari politik aneksasi)—Lenin.


[ Che Gove ]



Nama saya Dalton, saya remaja Papua yang so hidup sejak kecil di tanah kasuari. Saya cinta bumi dan rakyat Papua. Kamu orang bagaimana? Sejak kecil saya so terbiasa dengar bunyi-bunyi senjata. Bunyi senjata tentara deng bunyi senjata orang-orang Papua. Saya kira mereka lagi main-main perang padahal dorang saling membunuh. Saya tanya ke Bapak:

“Kenapa torang baku bunuh? Padahal torang punya satu presiden, satu bendera, bukan kah torang basudara?”

Saya pung bapak jawab:

“Torang bukang basudara deng tentara-tentara Indonesia, torang pung bendera bintang kejora bukan merah putih, torang orang-Papua bukan bangsa Indonesia.”

Sejak saat itu jiwa saya so mulai menaruh curiga deng NKRI, saya juga so mulai malas ikut upacara bendera di sekolah, saya so mulai semakin penasaran kenapa lima tahun lalu saya pung kaka harus mati, tapi saya belum puas deng jawaban Bapak. Setelah bacarita deng Bapak, saya langsung ambil jubi-jubi (panah) pergi berburu Rusa deng teman-teman.

Rasa penasaran membimbing saya untuk mencari alasan kenapa sodara-sodara saya berani melawan tentara-tentara Indonesia. Saya mulai bertanya-tanya ke kaka-kaka saya, ke Ibu Guru sejarah yang ada di sekolah.

Suatu waktu saya bertanya ke Ibu Guru: “Kenapa Indonesia so merdeka dari Belanda deng Jepang tapi di tanah Papua masih ada peperangan?”

Ibu guru diam dan mengalihkan pembicaran ke hal lain.

Ibu guru balik bertanya ke saya:

“Kenapa kamu so mulai terlambat datang ikut upacara?”

Saya jawab:

“Karena saya tidak mau hormat merah putih,”

Ibu guru balas:

“Kalau bagitu tidak usah sekolah”

Saya bilang ke ibu guru:

“Saya so tidak cinta merah putih tapi saya cinta ilmu pengetahuan karena itu saya tetap sekolah”. Ibu guru marah-marah saya dan kasi saya hukuman nyanyi “Dari Sabang Sampe Merauke”. Saya pun tampil ke depan, tapi saya so punya lirik sendiri, saya so tukar lirik lagu “Dari Sabang Tidak Sampe Merauke”, gara-gara lirik itu ibu guru muka merah lalu minta saya duduk kembali sebelum lagu selesai.

“Akh, saya tidak peduli”, ucap Dalton.

Seperti biasa, setelah pulang dari sekolah, saya deng teman-teman pergi berburu Rusa di hutan. Di perjalanan, kebetulan ketemu dengan seorang mahasiswa yang baru pulang dari tanah rantau, kami saling kenalan. Wah, padahal dia anak kampong tetangga yang so hidup sepuluh tahun di tanah Jawa. Dia pung nama kaka Alex. Kebetulan karena dia pake baju bintang kejora saya langsung tanya ke dia:

“Kaka Alex tahu apa alasan orang Papua deng tentara Indonesia baku tembak?”.

Wah, nanti saja setelah pulang dari berburu kaka Alex kasi tahu. Oke kaka Alex jawab saya. Saya deng teman-teman pun langsung menyelam ke dalam hutan rimba Papua sampai matahari tutup mata (sore).

Saya so mandi bersih-bersih badan. Sekarang jam so pukul 7 malam, saya langsung pake jaket bajalang ke kampong tetangga. Saya mo jumpa kaka Alex. Karena saya so taksir akan lama perjumpaan malam ini, maka saya langsung minta mama pung uang untuk beli kopi 2 bungkus. Bersyukur, saya pung mama sangat baik jadi saya dapat uang bonus 2 bungkus. “Terimakasih mama, Dalton sayang mama.

Saya so sampe di kampung kaka Alex. Kebutulan dari luar saya lihat kaka Alex sedang baca-baca buku di ruang tamu, maka saya langsung masuk ke dia pung rumah.

“Selamat malam kaka Alex”.

Kaka Alex sahut: “Malam, eh Dalton mari masuk, silahkan duduk. Bagaimana hasil buruan tadi ? ”

Dalton: “Cuma dapat setengah ekor kaka.”

Kaka Alex: “Kenapa bisa?”

Dalton: “Setengah ekor untuk saya deng teman-teman, setengah ekornya lagi anjing bawa lari”.

Kaka Alex: “Hahaha”.

Saya deng kaka Alex baku balas tertawa.

Kaka Alex mulai serius bertanya ke saya. “Kenapa ko datang tamu malam-malam bagini?”

Saya mulai carita soal awal rasa penasaran saya yang muncul karena jawaban bapak deng ibu guru yang kurang memuaskan hati. Setelah menjelaskan, saya langsung bertanya ke kaka Alex.

“Kaka, kenapa tentara-tentara Indonesia dorang tembak pa torang orang Papua, torang salah apa Kaka?”

Sepertinya berat pertanyaan saya ke kaka Alex, yang menganggap saya masih anak-anak. Iya, memang benar saya masih kelas 2 SMP. Tapi saya pengen tahu. Sambil makan pinang, kaka Alex jawab dengan pertanyaan baru.

“Apakah menurut Dalton kitorang orang Papua satu bangsa deng tentara, satu kepentingan dengan tentara dan pemerintah Indonesia saat lalu dan saat ini?”

“Saya tidak tahu kaka Alex. Tapi sebelum jawab, kira-kira buku yang kaka Alex baca itu bahas tentang apa eee?” Jawab Dalton.

Sambil menatap sampul bukunya, Kaka Alex menjawab:

“Perjuangan kemerdekaan rakyat Timor Leste. Di sini ada salah satu tokoh revolusi, dia pung nama Lenin.”
Dibuka bukunya, Kaka Alex bicara: “Lenin bilang bagini”

“Kemerdekaan bangsa-bangsa tertindas dan penghapusan secara riil penindasan nasional akan membawa kita pada fusi bangsa-bangsa, dan kriteria politik dari kemungkinan ini ada pada kebebasan untuk memisahkan diri”.

Setelah selesai dibaca, Dalton langsung bertanya:

“Lenin itu siapa?”

Kaka Alex jawab: “Dia itu pemimpin revolusi Rusia. Dia so biking kemerdekaan di dunia untuk 210 juta jiwa atau 7,5% dari samua orang yang hidop di atas bumi yang  dia pe luas 22,4 juta kilometer persegi atau 16,6%. Dia so berhasil kase patah ancor kekuasaan raja di Rusai tahun 1917. Dalton, tidak ada di dunia ini yang tidak mungkin kalau samua kekuatan rakyat Papua bersatu kase bebas kitorang pung tanah air dari pemerintah Indonesia. Kitorang pasti bisa pukul mundur musuh-musuh meskipun tentara deng Brimob.”

Sambil lihat ke langit-langit atap seng, Alex tarik dia pung napas dalam-dalam.

Kaka Alex: “Dalton, lebe bae sebelum kitorang bicara Rusia, hal penting yang harus kitorang belajar adalah soal asal-usul kitorang pung  nenek moyang.”

Dalton: Nah, dia pung sejarah bagaimana Kaka Alex ?

Kaka Alex: Jadi bagini. Di tempo dulu itu  nenek moyang kitorang datang pada waktu zaman es terakhir, sekitar tahun 70.000 SM. Pada saat itu pulau Jawa, Kalimantan, Sulawesi, NTT deng Maluku dong belum ada orang yang tinggal di sana. Saat so suhu turun sampe so dingin sekali kaya es batu, aer laut dia kaya kering, lebih rendah 100 meter kalau kitorang kase banding deng dia pe permukaan saat ini. Pada saat itulah muncul pulau-pulau baru. Karena pulau-pulau itu lah bikin gampang binatang-bintang termasuk manusia-manusia tempo dulu bajalang dari Asia ke Osenia, termasuk nenek moyang kitorang. Nenek moyang kitorang dorang pindah ka timur sampe ka Papua, terus dorang pindah lagi ke benua Australia yang dulu itu dia satu pulau deng kitorang pung pulau. Kalau di buku sejarah di sekolah dorang bilang kitorang ini adalah bangsa  Melanesoid yang biking peradaban paleolitikum atau jaman batu tumpul. Pada saat so maso di masa es malele (mencair) air laut naik lagi kira-kira tahun 5000 SM, sehingga biking pulau Papua deng pulau Australia tapisah jauh seperti kitorang lihat sekarang ini. Kalau tidak salah pada saat itu jumlah manusia masih 250.000 tapi pas masuk di tahun 500 SM dia so naik jadi 500.000 manusia.

Dalton: “Berarti nenek moyang kitorang itu dari tempat lain Kaka Alex?”

Kaka Alex jawab: “Bisa jadi bagitu, tapi semuanya harus kitorang cari tahu dengan membaca hasil-hasil penelitian terbaru. Dalton jangan malas-malas baca buku eee!”

Dalton: “Lalu apa hubungannya dengan tentara-tentara itu Kaka Alex?”

Kaka Alex: “Dalton tahu Freeport ka tidak?”

Dalton: “Tahu Kaka. Itu perusahaan emas terbesar di Indonesia bahkan termasuk di dunia milik orang Amerika itu, toh.

Kaka Alex: “Nah itu dia sudah Dalton. Coba Dalton bandingkan Freeport pe penghasilan deng hidop kitorang di sini yang sangat jauh sekali dari kesejahteraan. Padahal Freeport di tanah Papua pung pendapatan lebih besar dari Freeport yang ada di Amerika Utara. Di Amerika Utara itu keuntungannya 4,8 miliar dollar, di Amerika Selatan cuma 3,8 miliar dollar dan di Eropa yang hanya 1,89 miliar dollar.”

Dalton: “Kalau di Papua, Freeport pung pendapatan berapa?”

Kaka Alex: “5,9 miliar dollar, Dalton. Tapi coba ade Dalton lihat tong pe pembangunan deng tong pe sumber daya manusia jauh terbelakang. Tong pe propinsi paling miskin di Indonesia.”

Dalton: “Saya seperti mo manangis tapi tidak bisa kaka, saya sedih dengar carita bagitu. Kaka boleh saya tanya lagi soal Lenin?”

Kaka Alex: “Oh, silahkan, mau tanya apa?”

Dalton: “Lenin itu dia bela sapa Kaka, dia bela pemerintah Indonesia atau kitorang orang Papua?”

Kaka Alex: Lenin dia bela bangsa yang terjajah seperti kitorang, tapi bukan berarti Lenin tidak bela Indonesia karena di Indonesia tidak semua orang jahat-jahat. Selama sepuluh tahun Kaka hidup di tanah Jawa banyak hal yang Kaka pelajari. Di sana masih banyak kemiskinan, masih banyak juga remaja yang tidak bisa lanjut sekolah, masih ada nenek-nenek tidur di atas trotoar, pokonya masih banyak seperti yang ada di Papua di sini. Di sana juga masih terjadi penggusuran petani-petani pung tanah di desa, kadang tentara-tentara tembak pa dorang sampe masuk rumah sakit, ada yang sampe mati.”

Dalton: “Berarti Lenin itu orang baik-baik kaka e.”

Kaka Alex: “Jadi kitorang harus pandai memilih dan memilah kitorang pung musuh dan teman. Tapi Dalton sendiri setuju ka tidak Papua merdeka dari pemerintah Indoneisa?”

Dalton: “Setuju sekali Kaka, saya so dapa ilmu banyak dari Kaka Alex.”

Kaka Alex: “Nah, jadi tidak semua orang Indonesia itu kitorang pung musuh, petani deng mahasiswa yang membela kitorang itulah kitorang pung teman-teman perjuangan di Indoneisa. Bukan cuma petani deng mahasiswa, ada juga dari teman-teman buruh. Bersyukur dorang orang baik sekali. Tapi tidak juga semua orang Papua itu mendukung kitorang pung gerakan kemerdekaan ini, misal gubernur, bupati deng lain-lain. Jadi pokoknya kitorang musti hati-hati berkawan deng orang-orang kitorang juga.”

Dalton: “Oh, jadi saya so tambah mengerti Kaka. Berarti kitorang pung musuh-musuh itu adalah tentara, pemerintah Indonesia, Freeport deng pemerintah daerah toh.”

Kaka Alex: “Itu sudah. Selain itu kitorang juga punya organisasi di tanah Jawa. Dia pung nama Aliansi Mahasiswa Papua. Setiap tanggal 1 Desember, AMP turun aksi merayakan kemerdekaan Papua. 1 Desember kemarin teman-teman turun aksi di Jakarta tapi dong dapa pukul dari polisi deng dapa angka ke kantor.”

Dalton: “Barang kenapa kaka Alex?”

Kaka Alex: “Barang torang pe tuntutan mengenai hak untuk merdeka dari jajahan Indonesia, dari kekerasan militer pemerintah Indonesia karena itu AMP tuntut harus tarik militer dari tanah Papua deng tambah lagi soal usir Freeport.”

Dalton: “Militer itu apa Kaka, terus apakah pemerintah Indonesia akan usir Freeport?”

Kaka Alex: “Militer itu tentara yang pung sejarah so banyak tembak mati kitorang pung teman-teman, perkosa kitorang pung sodara-sodara perempuan, dorang itu lebih jahat dari suwanggi (setan) dan dorang punya seragam loreng mirip warna tai sapi.”

“Hahaha”, Dalton tertawa sambil buka buku A Luta Continua.

Ketika Kaka Alex melihat Dalton sedang membuka-buka buku A luta Continua dia langsung membimbing Dalton.

Kaka Alex: “Dalam buku itu nasionalisme-sosialisme dong bilang bagini”

Yang sesuai dengan undang-undang adalah yang baik untuk bangsa Jerman, yang tidak sesuai dengan undang-undang adalah yang merugikan bangsa Jerman.”

Dalton: “Halaman berapa itu Kaka?”

Kaka Alex: “Coba Dalton buka di halaman 67.”
 
Dalton: “Lalu apa maksudnya itu?”

Kaka Alex: “Artinya, di mata pemerintah deng tentara-tentara Indonesia, kitorang pung gerakan ini adalah gerakan yang tidak menguntungkan posisi dorang. Selain itu yang paling jahat lagi adalah mengenai slogan dorang yang sempit, “rigt or wrong is my country”, dia pung arti benar atau salah adalah saya pung negara. Slogan ini dia pe maksud tidak peduli kitorang benar, di mata dorang, torang yang salah dan dorang yang benar karena torang dituduh separatis. Tapi jangan kuatir Dalton, masih ada  dua slogan di dalam buku itu yang baik untuk kitorang pake.”

Dalton: “Apa itu Kaka?”

Kaka Alex: “Slogan pertama dia pung bunyi freedom for Timor Leste and democracy for Indonesia, dan slogan ke dua dia pung bunyi Liberta Patria, Liberta Povo. Masing-masing dia pung arti kemerdekaan untuk Timor Leste dan demokrasi untuk Indonesia dan membebaskan tanah air adalah membebaskan rakyat. Jadi, slogan itu dia menceritakan soal situasi politik Indonsia pada saat itu yang sangat tertutup di bawah penguasa Soeharto, sehingga tamang-tamang dorang kase angka soal slogan demokrasi di atas. 

Dalton, kitorang memang harus banyak belajar dari teman-teman Timor Leste.”

Dalton: “Siap Kaka. Kaka boleh saya baca satu puisi sebelum kitorang lanjut diskusi?”

Kaka Alex: “Oh, boleh”.

Kemudian tangan Dalton perlahan-lahan membuka sehelai kertas putih dari popoji (saku) celana dan membaca puisinya yang berjudul: Yang Baik Yang Berani Hidup.
"Ada lebih banyak mulut yang perlu diberi makan sekarang ini.
Ada lebih banyak lagu, lebih banyak puisi, lebih banyak selebaran, lebih banyak edisi koran yang perlu dicetak segera.

Agar rakyat tahu mana yang satu dan mana yang musuh. Rakyat mesti tahu, siapapun yang hidup di atas penumpukan kekayaan adalah musuh.

Tidak perlu berperasaan halus, satu-satunya manusia yang baik adalah yang berani hidup, berani berjuang atau berperang melawan musuh.

Hidup besok harus memiliki martabat yang lebih baik daripada sebelumnya.

Yakinlah, jiwa kebebasan dan kedisiplinan akan menang, suatu saat tidak ada manusia yang dipanggil manusia lain “Tuan”, semua manusia setara.

Kaka Alex: “Wow, Dalton, kau pung puisi bagus sekali. Tapi ko dapat puisi itu darimana?”

Dalton: “Saya dikase lima bulan lalu dari Kaka mahasiswa yang datang dari tanah Jawa, di Malang. Dia bilang itu dia pung puisi yang dia bikin untuk dia pung pacar waktu masih berjuang di masa mahasiswa.”

Kaka Alex: “Dalton, Kaka so manganto (ngantuk), besok kitorang lanjut lagi diskusi e

Dalton: “Oke Kaka, kalau bagitu Dalton pulang dulu e.”

Jam sudah pukul 3 subuh. Dalton pun bungkus kepala pake kain lalu pamit pulang ke rumah.

“Selamat tidur dan MERDEKA Kaka”, sapa Dalton.

“Oke, MERDEKA, hati-hati di jalan Dalton”, sambung Kaka Alex.

Bersambung…..


 

Posting Komentar

0 Komentar