Papua, Orang Papua dan Sejarah

Oleh; Ligia Judith Giay
 
Baru-baru ini dalam diskusi di sebuah komunitas, saya membagi pengumuman tentang adanya lomba menulis sejarah lokal pada masa Revolusi Kemerdekaan Indonesia, antara tahun 1945-1949. Saya tidak terlalu serius berpikir tentang pengumuman itu, sampai ada komentar dari seorang teman. Dia berpendapat Papua harus membuat ajang yang terpisah, karena periode antara 1945-1949 tidak ada punya arti apa pun bagi Papua dan orang Papua. 
 
Ilustrasi map; www.slq.qld.gov.au
Awalnya saya merasa tertohok, seakan ini serangan terhadap saya sebagai pribadi yang meneruskan pengumuman itu. Tapi setelah berpikir beberapa saat, tanggapan ini sesuatu yang sangat bisa dimengerti. Seharusnya saya sudah bisa menebak bahwa tanggapan seperti ini akan muncul. Saya tidak terpikir bahwa tanggapan ini akan muncul, karena saya sudah lama terlibat dalam diskusi dengan orang-orang sejarah, saya lupa bahwa ada banyak hal yang saya pikir semua orang tahu hanya karena saya tahu. Lalu saya mulai ingat bahwa dunia akademis sangat sering terisolir dari diskusi dunia sekitar, jadi hal-hal yang saya dengar dari dosen, bukan pengetahuan umum. 
 
Saya mahasiswa sejarah, yang tertarik pada sejarah Maluku dan Papua. Penelitian saya sejauh ini biasanya tentang Papua pada abad ke-17 dan sekitarnya. Penelitian tentang Papua di abad ke-20 cukup banyak, dan gerakan Papua merdeka menaruh dasar sejarah perjuang mereka pada sejarah abad ke-20, jadi orang Papua lebih banyak tahu tentang sejarah abad ke-20 daripada abad-abad sebelumnya. Dan sejauh saya memandang, dasar sejarah perjuangan Papua yang sekarang kita kenal pun sudah cukup. 
 
Tapi Papua dan orang Papua sudah ada di muka bumi sebelum abad ke-20. Sebelum injil masuk, sebelum pemerintah Belanda dan Jepang masuk, sebelum pemerintah Indonesia masuk. Tapi ini sering luput dari pandangan kita orang Papua sendiri. Robin Osborne dalam artikel yang dia tulis tahun 1987 di Inside Indonesia sendiri bilang tentang orang Papua, ‘mereka sudah ada di sini sejak 10.000 tahun lalu, dan masih akan ada di sini 10.000 tahun yang akan datang, waktu ada di pihak mereka.’ Judul artikel itu ‘The Flag that won’t go away’, bendera yang tidak mau pergi, tidak bisa pergi. 
 
Orang Papua sudah ada di sini jauh sebelum orang-orang lain datang, kita tahu itu. Tapi kenapa kita tahu begitu sedikit tentang sejarah orang Papua sendiri? Sebagian itu adalah hasil dari penulisan sejarah nasional Indonesia, yang menggambarkan orang Papua sebagai agen yang pasif, ‘orang-orang yang perlu dibebaskan dari belenggu kolonial.’ Setelah orang-orang Indonesia masuk ke Papua dan menemukan bahwa orang-orang Papua tidak mau bergabung dengan Indonesia, sentimen yang disebar adalah bahwa orang Papua terlalu bodoh untuk tahu aspirasi politik mereka. 
 
Benang merah dari penggambaran ini adalah bahwa orang Papua dianggap agen pasif dalam sejarah keberadaan mereka. Perjuangan untuk memerdekakan Papua berperan penting karena dia memberikan ruang untuk kita berpikir tentang peranan orang Papua dalam sejarah. Dalam perjuangan Papua merdeka, orang Papua adalah agen aktif, berpikir dan bertindak untuk kepentingan orang Papua. Dalam perjuangan Papua merdeka, orang Papua menuntut untuk didengar. 
 
Tapi sekali lagi, Papua sudah ada di muka bumi sebelum tahun 1960an. Sebelum Soekarno berorasi bilang bahwa Papua perlu dibebaskan. Dan sebelum itu, Papua punya keberadaan yang sama pentingnya untuk kita ingat. Karena kalau tidak demikian, kesannya adalah bahwa para penjajah kita sudah membangkitkan orang Papua yang selama ini tidur. Orang Papua hanya bisa menjadi aktif karena ada orang luar, entah itu orang Belanda, Jepang, ataupun hanya Indonesia. Kita tahu itu tidak benar, tapi kita perlu tunjukkan itu dengan meneliti dan berpikir tentang sejarah orang Papua. 
 
Beberapa waktu lalu di Arsip Nasional RI di Jakarta saya kebetulan menemukan laporan dari pemerintah Belanda di Ternate tahun 1854 yang membahas ada gerakan di Pulau Mysore (sekarang Biak, kalau saya tidak salah).* Gerakan yang dilaporkan gerakan dari nabi yang bernama Korano Konora. Saya belum ada kesempatan untuk meneliti ini lebih lanjut, tapi menurut saya ini pertanda cerah karena ini bukti bahwa orang di Papua punya keberadaan dan sejarah yang terpisah dari semua penjajah kita. Ini belum lagi menyebut sejarah orang Papua yang terlibat dalam perbudakan. 
 
Orang Papua punya sejarah yang panjang, kita hanya jarang mendengar tentang sejarah ini. Yang kita tahu tentang Papua umumnya hanya pengalaman kita setelah Belanda masuk, apalagi setelah Indonesia masuk. Tapi kita perlu tahu lebih tentang sejarah kita, karena sama seperti aspirasi merdeka kita, orang Papua juga tidak jatuh dari langit. 
 
Kita memang terima kalau sejarah nasional Indonesia yang kita pelajari di kelas itu sejarah yang sifatnya top-down. Dibuat dari pusat yang di atas untuk kita yang di daerah (dan di bawah). Sejarah lokal bisa jadi bagian dari usaha kita untuk melawan ini, untuk membuktikan bahwa orang Papua bukan hanya tiba-tiba muncul di tahun 1950-1960an. Tahun 1945-1949 pun kita sudah ada, kita hanya sedang sibuk dengan hal-hal lain yang tidak ada hubungannya dengan Indonesia. Dan pengalaman orang-orang tua Papua kita yang ada di tahun 1945-1949 pun sama pentingnya dengan pengalaman orang yang sedang revolusi di Jawa. Bukan karena faktor revolusi, tapi karena kita orang Papua punya pengalaman dan sejarah yang panjang, dan untuk orang Papua ini lebih penting daripada apa yang waktu itu sedang terjadi di Jawa sana. 
 
Saya tidak menyesal meneruskan pengumuman itu, dan ini bukan tulisan untuk menyerang teman yang tidak setuju, ini ucapan terima kasih karena dia sudah mendorong saya untuk berpikir dan menulis. 
 
Salam,
dari siswa sejarah yang sering lupa
*ANRI Ternate 163, 1843 Kort Maandelijk verslag, di laporan bulan Januari 1854 tentang keadaan bulan Desember 1853.

Posting Komentar

0 Komentar