Oleh
: Ibiroma Wamla
Ist. |
Selama ini siaran
nasional yang asing secara kultural memaksa masyarakat Papua menikmati tayangan
mereka, sehingga masyarakat Papua di paksa untuk mencerna produk budaya popular,
dengan cita rasa yang bertolak belakang dengan budaya dan kehidupan sosial
masyarakat di Papua. Gaya hidup konsumeristik dan hedonis terus dihadirkan oleh
media nasional padahal realita sosial masyarakat Papua masih dililit berbagai
persoalaan. Representasi idiom, ikon, metafora, bahkan setting Papua dalam
sajian media nasional sering di gambarkan dalam “pertikaian” perang suku,
keterbelakangan, kemiskinan dan kebodohan.
Untuk membangun “citra
Papua”, maka lahir Papua TV sebagai sarana infomasi bagi masyarakat Papua yang
di kerjakan oleh anak-anak Papua yang minim ilmu broadcasting—bahkan sebagian
besar karyawannya belajar secara otodidak-- Kehadiran Papua TV tak lepas dari
kebutuhan masyarakat Papua akan Informasi “Tanah Sendiri” yang selama ini tak
terkaver dalam layar media nasional. Papua TV dapat memberikan ruang bagi
masyarakat Papua untuk lebih leluasa mengeksplorasi dan mengaktualisasikan
dirinya, menggali kembali identitas kultural yang selama ini terpinggirkan.
Papua TV di bangun
dengan tujuan sebagai media komunikasi, informasi, dan edukasi dan dalam
dialetika pendekatan budaya, ekonomi dan politik dalam membangun Papua. Sebuah
pendekatan yang memungkinkan seluruh entitas budaya hadir dan berkontribusi
dalam membangun relaitas sosial yang majemuk tanpa saling meniadakan satu sama
lain.
Pola acara Papua TV
bersifat multisegmen, dalam arti bertujuan melayani semua kelompok umur dengan
jenis dan bentuk siaran yang relevan dengan kebutuhan dan keinginan mereka.
Kandungan siaran lokal menempati bagian terbesar materi yang disajikan Papua
TV. Hal ini konsisten dengan spirit yang melandasi Papua TV dalam hal menjaga
identitas kultural masyarakat Papua sebagai elan vital transformasi menuju
Papua Baru.
Papua TV harus
memposisikan dirinya sebagai saluran informasi yang akurat, hiburan yang sehat,
pendidikan yang fungsional bagi penonton, serta menjadi ruang publik yang
terbuka, yang diwujudkan dalam bentuk penyajian acara yang memuat informasi,
pendidikan, hiburan seni budaya, dan iklan (komersial dan layanan masyarakat).
Sebagai saluran
transformasi menuju Papua Baru, sajian Papua TV dikemas secara menarik, khas,
berbeda dari tayangan yang sudah ada sehingga menawarkan eksotika budaya Papua
yang unik dan mengundang apresiasi tentang keindahan Papua yang tanpa batas.
Papua TV dapat memanfaatkan keistimewaan sebagai stasiun televisi lokal yang
mengetahui kebutuhan maupun keinginan dari masyarakat Papua, sehingga dapat
menyajikan siaran yang disenangi oleh audiens dan memiliki nilai jual yang
tidak kalah dengan TV nasional.
Posisi
Papua TV dan Media Lokal di Indonesia
Permasalahan Papua TV
hampir sama dengan tv lokal iannya, dengan modal Rp 2 M sampai Rp 20 M hanya
mendapat 0,1 % iklan nasional dan ini sangat sedikit dan sementara iklan lokal
belum tumbuh. Biaya operasional tinggi, demikian juga investasi. Sementara itu
ada tuduhan bahwa pengelola TV lokal tidak cukup memahami pemirsa lokal, begitu
pula potensi pemasang iklan.
Untuk mendapat penonton
“Kitong Suka” yang terus berkembang, maka kita mencontoh Bali TV yang 90%
program acaranya merupakan program lokal yang kental dengan suasana Bali.
"Program tayangannya kami kemas sedekat mungkin dengan keseharian
masyarakat Bali," ungkap CEO Bali TV Satria Naradha. Namun untuk
mengantisipasi minimnya iklan di Bali, Bali TV membuka biro Jakarta sebagai
biro peliputan berita nasional sekaligus biro untuk meraup iklan Nasional.
Dalam mendapatkan iklan
Bali TV merpaka salah satu contoh tv lokal yang mempu bersaing dengan TV
nasional yang lebih dulu hadir di Bali. Malah, ia mengatakan, sinetron Memedi
dan Kris (Kriminal Sepekan) mampu menempati rating 14 dan 18 menurut survei AC
Nielsen, bersaing dengan sineton produksi Jakarta. Menurutnya, secara
keseluruhan Bali TV, menurut survei untuk daerah Bali dan sekitarnya, selalu
menempati urutan ke-4 di bawah Indosiar, SCTV dan RCTI.
Contoh lain juga di
ungkapkan oleh Direktur Riau TV (RTV) dan Batam TV Rida K. Liamsi. "Tahun
ini Riau TV kami targetkan mampu membukukan penghasilan kotor pada kisaran Rp
700-800 juta," kata Rida. Hanya saja, diakuinya, angka tersebut memang
masih belum mampu menutupi seluruh beban investasi yang ditanamkan RTV.
Stasiun
TV lokal pertama di Indonesia ini hadir sejak 20 Mei 2001 dengan menelan
investasi Rp 20 miliar. Diakui Rida, awalnya RTV berjalan sangat lamban.
Respons dari agensi dan pemirsa tidak begitu menggembirakan. "Mereka
banyak melakukan wait and see terhadap RTV," ujarnya. Apalagi, waktu
pertama kali diluncurkan, daya pancarnya cuma 500 watt, hanya mengover wilayah
kota Riau dan sekitarnya. Seiring berjalannya waktu yang disertai konsistensi
pada muatan lokal, respons pasar mulai menggeliat. Walhasil, pada tahun
pertama, RTV milik Grup Jawa Pos ini mampu membukukan rata-rata omset Rp 100
juta/bulan.
Papua TV pun bisa sama
dengan Bali TV dan tv lokal lainnya yang memiliki pemirsa “setia”, pada bagian
ini tv lokal tidak bia di samakan dengan tv nasional. Dengan lokalitasnya,
kehadiran Papua TV mendapat tempat di masyarakat Papua, bahkan pada beberapa
acaranya penontonnya dari Malaysia hingga Papua Nieuw Guinea. Kelebihan Papua
TV memunculkan lokalitas ini menjadi sebuah pencitraan, karakter, sekaligus
kekuatan. Dan, sudah tentu muatan lokal akan sebagai daya pikat untuk menarik
pemirsa dan pemasang iklan, dengan demikian Papua TV akan mampu manarik
berbagai produk untuk memasang iklannya di Papua TV. Seorang penonton di luar
Papua menulis dalam blognya;
“NONTON
TV PAPUA LEBIH MENARIK”
“Menurut saya lebih
menarik menonton siaran lokal dari Papua atau dulu dikenal dengan Irian Jaya,
di sana banyak diceritakan kondisi di pedalaman saudara-saudara kita di
pedalaman. di tv lokal itu lebih detil. Itu nyata sekali bung. Melihat siaran
itu terkadang saya trenyuh. Cobaan hidup sebagian saudara kita di Papua itu
demikian berat. Jalan ases masuk kampung susah. Beda banget dengan kita di sini
di tanah Jawa ini. Kalo mau tinggal ambil, asal ada duit. Ini benar benar
riil.”
Masih banyak lagi
pendapat pemirsa tentang ketertarikan mereka menonton Papua TV, sekarang
tinggal bagaimana Papua TV mengatur langkahnya ke depan. Apakah akan bersaing
dengan tv nasional yang bukan levelnya atau, mencontoh tv lokal lainnya yang
memiliki pemirsa yang tidak kalah dengan tv nasional. Tabea… ini cuma catatan
pendek sekunya pinang saja.
1.
http://www.swa.co.id/swamajalah/artikellain/details.php…
2. http://www.swa.co.id/swamajalah/artikellain/details.php…
3. http://www.swa.co.id/swamajalah/artikellain/details.php…
4. http://tonyhamidi.multiply.com/journal/item/109
2. http://www.swa.co.id/swamajalah/artikellain/details.php…
3. http://www.swa.co.id/swamajalah/artikellain/details.php…
4. http://tonyhamidi.multiply.com/journal/item/109
0 Komentar