Oleh : Hengky Yeimo
HUT PI Ke 160 di Manokwari |
Didepan
Ribuan umat yang hendak merayakan ibadah Hari Ulang Tahun Pekabaran Injil (HUT-PI)
ke 160 pada 5 Februari 2015 silam yang digelar di Satidiaon Mandala, pendeta
Lipius Biniluk sebelum memimpin doa safaat. Diatas mimbar yang suci itu beliau
mengajak semua orang yang hidup di Tanah Papua untuk melakukan “Restrorasi Moral.“
Ide
yang dilontarkan itu di sambut dengan tepuk tangan yang meriah oleh umat
kristiani yang mengikuti ibadah perayaan HUT-PI saat itu.
Restorasi
moral merupakan satu kesadaran baru yang penting diaplikasikan dalam segala aspek. Lebih terpenting lagi seorang pemimpin terutama kepada Politisi, TNI, POLRI, Tokoh-Tokoh
Agama, Tokoh Gereja, Eksekutif, Pemerintah, Bupati-Bupati Se-Tanah Papua, Perempuan,
Peumuda Pemudi Papua, Mahasiswa, pelajar seniman dan segenap masyarakat untuk merefleksikan pentingnya restorasi moral dalam mewartakan karya Tuhan dalam setiap bidang kehidupan
yang digelutinya agar memaksimalkan pelayanan dan melayani umat manusia.
Sebab tirani kegelapan lepas kelgelapan merajuk
mengganggu peranan injil oleh anak-anaknya. “Kita harus bangkit-bangkit dari
kemalasan, kemuniafikan, masa bodoh, malas tahu, terus tingkatakan bersekutu
bersatu dan melayani Tuhan Diatas Tanah Papua ini.” Katanya.
Restorasi
moral setiap individu terutama dalam cara pandang terhadap sesama manusia harus
diutamakan. Sebagai manusia yang hidup dan penting untuk diintegrasikan dalam
aspek sosial budaya, sosial ekonomi, pendidikan kesehatan, terutama
dan terpenting penegakan nilai-nilai kemanusiaan di Tanah Papua.
Menyambut
baik ide ini, membuat saya bertanya-tanyaan, apakah Restorasi Moral sebatas
wacana pada moment tertentu, ataukah penting untuk diaplikasikan oleh para
pemimpin di Tanah Papua saat ini ?
Dalam
hiruk-pikuk perjalanan birokrasi di Tanah Papua integritas dan moral pemimpin itu
yang diharapakan baik dari eksukutif, legislatif, brokrasi, parlemen, agar
melindungi masyarakat Papua dari ancaman kepunahan di Tanah dan negerinya
sendiri.
Oleh sebab itu Pemimpin seperti apa yang didambakan rakyatnya untuk menyelamtakan Tanah dan manusia Papua, dari ancaman dalam segala aspek kehidupan, yang merupakan bagian dari "Restorasi Moral".
Oleh sebab itu Pemimpin seperti apa yang didambakan rakyatnya untuk menyelamtakan Tanah dan manusia Papua, dari ancaman dalam segala aspek kehidupan, yang merupakan bagian dari "Restorasi Moral".
Papua Butuh Pemimpin yang Ideolog, Moralis dan
Revolusioner
Masyarakat
pada umumnya mendambakan pemimpin yang
yang Ideolog Moralis tentu juga Pemimpin yang Revolusioner dengan mengacu pada
visi dan misi yang konkret menyentuh kehidupan masyarakat.
Pemimpin
yang Ideolog bagaimana memberikan ide-ide baru dan membawa gerakan perubahan dalam
kehidupan bermasyarakat. Sementara pemimpin moralis, bagiaman pemimpin yang
bertingkahlaku sesuai ajaran agama serta mengelola potensi nilai-nilai sosial yang
dimiliki masyarakatnya sebagai potensi untuk merestorasi moral, dan Pemimpin Revolusioner ialah pemimpin kuat dalam
semua level dengan kemauan politik untuk mewujudkan masyarakat yang berdaulat, kuat,
sejahterah dan berjaya.
Sebagai
masyarakat tentunya kitorang turut prihatin atas kondisi yang terjadi pada pemimpin-pemimpin di Tanah Papua saat ini. Yang terkesan selama ini ambigu pada merealisasikan kebijakannya.
Tapi juga torang turut bersedih dengan moral pemimpin yang hancur malahan tak mampu
memberikan solusi-solusi kongkret untuk menstabilkan suhu Politik, Ekonomi,
HAM, yang kian carut marut. Sehingga terkesan masyarakat tidak lagi merasa nyaman, aman dari tingkahlaku pemimpin sehingga mudah berujung pada krisis yang sitemik.
Kondisi
kekinian masyarakat ibarat ikan cakalang yang mati, namun matanya terbuka
lebar-lebar. Ini bukti bahwa krisis moral kepemimpinan itu terjadi secara
sitemik baik dari pusat hingga ke daerah-daerah, disebabakan karena bobroknya
moral pemimpin yang barangkali terjebak dalam Korupsi, Kolusi dan Nepotisme
(KKN),sehingga ajaran agama yang melarang paraktek itu dikerdilkan dan diparaktek
semena-mena dalam semua aspek.
Oleh sebab
itu saatnya pemimpin itu harus Me-Restorasi Moralnyalnya dimulai dari diri
Pemimpin itu sendiri. Kemudian mengubah mindset kesadaran bahwa menjadi
pemimpin yang dieal dan disukai rakyat itu seperti apa ? kemudian tak hanya
sekedar revolusi ditingkat mental atau juga kesadaran semata.
Sebab
rakyat akan perlahan juga berubah, tak hanya itu barangkali masyarakat akan
terlibat untuk melakukan restorasi moral, terlibat juga dalam gerakan-gerakan
pembangunan, yang dimotori oleh pemimpinnya sehingga kesejahterahan, kemakmuran rakyat yang didambakan pemimpin
itu dapat diraih bersama masyarakat. Maka dapat dikatkan indikator pemimpin itu berhasil
melibatkan masyarakat dalam sektor pembangunan.
Bobroknya
moral pempin berdampak pula dari, para penguasa yang berambisi merebut tampuk
kekuasaan, setelah memimpin kemudian tidak merealisasikan janji-janji
politiknya. Kemudian dihampir semua lini birokrasi maupun pemerintahan
dipasung orang-orang terdekatnya, damapak dari pemimpin yang dililiti Gurita
Nepotisme itu membuat sistem jadi kacau balau, yang berujung pada hancurnya
moral pemimpin tersebut.
Mereka
secara tidak langsung juga membajak hak orang lain dalam memegang peran penting
dalam Eksekutif, Legislatif, maupun Yudikatif, sesuai dengan kemampuannya
sehingga mudah sekali terjadi Korupsi, Kolusi, Nepotisme (KKN).
Direlease
Jubi Edisi, 3 February 2017 Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik
Indonesia melalui Juru bicaranya, Febry Diansaya mengatakan, pada hari Rabu 1 February
2017 mereka melakukan pengledaan ruamah Kepala Dina Pekerjaan Umum Provinsi
Papua, kemudian 2 Februaray 2017 mereka menggeleda kantor LPSE Provinsi Papua.
Khasus
yang sedang dibidik KPK dan bareskrim Polda Papua terkait peningkatan jalan Kemiri-Depapre
sepanjang 24 KM dengan dan Rp. 80 Miliar melalui APBD Tahun 2015.
Korupsi
satu dari sekian banyak kasus yang ada
di Tanah Papau dan Indonesia Pada Umunya. Sayangnya kasus korupsi di Indonesia tidak
ditangani serius dan Kontiniu dan konsisten. Kenyatan bahawa secara tidak
langsung mereka mewarisi “penyakit” korupsi kepada generasi Muda.
KPK
sebagai lembaga independen harus bekerja serius tanpa kepentingan politik. Satu
catatan merah untuk KPK ialah yang beribas ke Papua bahwa, kahasus korupsi akan
terungkap apabila dekat momen-moment pilkada, eksekutif atau legisaltif ini
pekerjaan bookingan atau pekerjaan dengan hati, jika memang dengan hati KPK harusnya
secara kontiniu melakukan pemeriksaan terhadap koruptor.
Dalam
pandangan saya bahwa ketika isu korupsi mencuat di Papua, bisa saja Para
koruptor itu menggadai isu Politk Papua Merdeka untuk meloloskan diri dari
jeratan Korupsi. Bagi
saya ada aspek terpenting yang dilupakan selain masalah Korupsi, Kolusi,
Nepotisme (KKN). Memeperbaiki sisitim dan kualitas pendidikan di Papua dengan
mengangkat konteks kepapuan, memberdayakan pengusaha lokal dalam aspek ekonomi,
budaya menyelamtakan budaya dari ancaman
kepunahan, aspek kesehatan, pentingnya pelayanan kesehatan ayng prima ke
kampung kampung, masalah ilegal loging Khasus pelanggaaran HAM dari Tahun 1961-2017 di Tanah Papua.
Besambung.....
Hari-hari Bekerja sebagai Jurnalis di Koran
Jubi dan tabloidjubi.com, dan Koordinator Komunitas Sastra Papua,
tinggal di Jayapura.
0 Komentar