HUT-PI KE 162 Momentum, Restorasi Moral Pemimpin menuju Pemimpin Revolusioner


Oleh : Hengky Yeimo
HUT PI Ke 160 di Manokwari

Didepan Ribuan umat yang hendak merayakan ibadah Hari Ulang Tahun Pekabaran Injil (HUT-PI) ke 160 pada 5 Februari 2015 silam yang digelar di Satidiaon Mandala, pendeta Lipius Biniluk sebelum memimpin doa safaat. Diatas mimbar yang suci itu  beliau  mengajak semua orang yang hidup di Tanah Papua untuk melakukan “Restrorasi Moral.“

Ide yang dilontarkan itu di sambut dengan tepuk tangan yang meriah oleh umat kristiani yang mengikuti ibadah perayaan HUT-PI saat itu.

Restorasi moral merupakan satu kesadaran baru yang penting diaplikasikan dalam segala aspek.  Lebih terpenting lagi seorang pemimpin terutama kepada Politisi, TNI, POLRI, Tokoh-Tokoh Agama, Tokoh Gereja, Eksekutif, Pemerintah, Bupati-Bupati Se-Tanah Papua, Perempuan, Peumuda Pemudi Papua, Mahasiswa, pelajar seniman dan segenap masyarakat untuk  merefleksikan pentingnya restorasi moral dalam mewartakan karya Tuhan dalam setiap bidang kehidupan yang digelutinya agar memaksimalkan pelayanan dan melayani umat manusia.

Sebab  tirani kegelapan lepas kelgelapan merajuk mengganggu peranan injil oleh anak-anaknya. “Kita harus bangkit-bangkit dari kemalasan, kemuniafikan, masa bodoh, malas tahu, terus tingkatakan bersekutu bersatu dan melayani Tuhan Diatas Tanah Papua ini.” Katanya.

Restorasi moral setiap individu terutama dalam cara pandang terhadap sesama manusia harus diutamakan. Sebagai manusia yang hidup dan penting untuk diintegrasikan dalam aspek sosial budaya, sosial ekonomi, pendidikan kesehatan, terutama dan terpenting penegakan nilai-nilai kemanusiaan di Tanah Papua.    

Menyambut baik ide ini, membuat saya bertanya-tanyaan, apakah Restorasi Moral sebatas wacana pada moment tertentu, ataukah penting untuk diaplikasikan oleh para pemimpin di Tanah Papua saat ini ?

Dalam hiruk-pikuk perjalanan birokrasi di Tanah Papua integritas dan moral pemimpin itu yang diharapakan baik dari eksukutif, legislatif, brokrasi, parlemen, agar melindungi masyarakat Papua dari ancaman kepunahan di Tanah dan negerinya sendiri. 

Oleh sebab itu Pemimpin seperti apa yang didambakan rakyatnya untuk menyelamtakan Tanah dan manusia Papua, dari ancaman dalam segala aspek kehidupan, yang merupakan  bagian dari "Restorasi Moral".

Papua Butuh Pemimpin yang Ideolog, Moralis dan Revolusioner

Masyarakat pada umumnya mendambakan  pemimpin yang yang Ideolog Moralis tentu juga Pemimpin yang Revolusioner dengan mengacu pada visi dan misi yang konkret menyentuh kehidupan masyarakat.

Pemimpin yang Ideolog bagaimana memberikan ide-ide baru dan membawa gerakan perubahan dalam kehidupan bermasyarakat. Sementara pemimpin moralis, bagiaman pemimpin yang bertingkahlaku sesuai ajaran agama serta mengelola potensi nilai-nilai sosial yang dimiliki masyarakatnya sebagai potensi untuk merestorasi moral, dan Pemimpin Revolusioner ialah pemimpin kuat dalam semua level dengan kemauan politik untuk mewujudkan masyarakat yang berdaulat, kuat, sejahterah dan berjaya.

Sebagai masyarakat tentunya kitorang turut prihatin atas kondisi yang terjadi pada pemimpin-pemimpin di Tanah Papua saat ini. Yang terkesan selama ini ambigu pada merealisasikan kebijakannya. Tapi juga torang turut bersedih dengan moral pemimpin yang hancur malahan tak mampu memberikan solusi-solusi kongkret untuk menstabilkan suhu Politik, Ekonomi, HAM, yang kian carut marut. Sehingga terkesan masyarakat tidak lagi merasa nyaman, aman dari tingkahlaku pemimpin sehingga mudah berujung pada krisis yang sitemik.

Kondisi kekinian masyarakat ibarat ikan cakalang yang mati, namun matanya terbuka lebar-lebar. Ini bukti bahwa krisis moral kepemimpinan itu terjadi secara sitemik baik dari pusat hingga ke daerah-daerah, disebabakan karena bobroknya moral pemimpin yang barangkali terjebak dalam Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN),sehingga ajaran agama yang melarang paraktek itu dikerdilkan dan diparaktek semena-mena dalam semua aspek.

Oleh sebab itu saatnya pemimpin itu harus Me-Restorasi Moralnyalnya dimulai dari diri Pemimpin itu sendiri. Kemudian mengubah mindset kesadaran bahwa menjadi pemimpin yang dieal dan disukai rakyat itu seperti apa ? kemudian tak hanya sekedar revolusi ditingkat mental atau juga kesadaran semata.

Sebab rakyat akan perlahan juga berubah, tak hanya itu barangkali masyarakat akan terlibat untuk melakukan restorasi moral, terlibat juga dalam gerakan-gerakan pembangunan, yang dimotori oleh pemimpinnya sehingga kesejahterahan, kemakmuran rakyat yang didambakan pemimpin itu dapat diraih bersama masyarakat. Maka dapat dikatkan indikator pemimpin itu berhasil melibatkan masyarakat dalam sektor pembangunan.

Bobroknya moral pempin berdampak pula dari, para penguasa yang berambisi merebut tampuk kekuasaan, setelah memimpin kemudian tidak merealisasikan janji-janji politiknya. Kemudian dihampir semua lini birokrasi maupun pemerintahan dipasung orang-orang terdekatnya, damapak dari pemimpin yang dililiti Gurita Nepotisme itu membuat sistem jadi kacau balau, yang berujung pada hancurnya moral pemimpin tersebut.

Mereka secara tidak langsung juga membajak hak orang lain dalam memegang peran penting dalam Eksekutif, Legislatif, maupun Yudikatif, sesuai dengan kemampuannya sehingga mudah sekali terjadi Korupsi, Kolusi, Nepotisme (KKN). 

Direlease Jubi Edisi, 3 February 2017 Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia melalui Juru bicaranya, Febry Diansaya mengatakan, pada hari Rabu 1 February 2017 mereka melakukan pengledaan ruamah Kepala Dina Pekerjaan Umum Provinsi Papua, kemudian 2 Februaray 2017 mereka menggeleda kantor LPSE Provinsi Papua.

Khasus yang sedang dibidik KPK dan bareskrim Polda Papua terkait peningkatan jalan Kemiri-Depapre sepanjang 24 KM dengan dan Rp. 80 Miliar melalui APBD Tahun 2015.

Korupsi  satu dari sekian banyak kasus yang ada di Tanah Papau dan Indonesia Pada Umunya. Sayangnya kasus korupsi di Indonesia tidak ditangani serius dan Kontiniu dan konsisten. Kenyatan bahawa secara tidak langsung mereka mewarisi “penyakit” korupsi kepada generasi Muda.

KPK sebagai lembaga independen harus bekerja serius tanpa kepentingan politik. Satu catatan merah untuk KPK ialah yang beribas ke Papua bahwa, kahasus korupsi akan terungkap apabila dekat momen-moment pilkada, eksekutif atau legisaltif ini pekerjaan bookingan atau pekerjaan dengan hati, jika memang dengan hati KPK harusnya secara kontiniu melakukan pemeriksaan terhadap koruptor.

Dalam pandangan saya bahwa ketika isu korupsi mencuat di Papua, bisa saja Para koruptor itu menggadai isu Politk Papua Merdeka untuk meloloskan diri dari jeratan Korupsi. Bagi saya ada aspek terpenting yang dilupakan selain masalah Korupsi, Kolusi, Nepotisme (KKN). Memeperbaiki sisitim dan kualitas pendidikan di Papua dengan mengangkat konteks kepapuan, memberdayakan pengusaha lokal dalam aspek ekonomi,  budaya menyelamtakan budaya dari ancaman kepunahan, aspek kesehatan, pentingnya pelayanan kesehatan ayng prima ke kampung kampung, masalah ilegal loging Khasus pelanggaaran HAM  dari Tahun 1961-2017 di Tanah Papua.   

Besambung.....

Hari-hari Bekerja sebagai Jurnalis di Koran Jubi dan tabloidjubi.com, dan Koordinator Komunitas Sastra Papua, tinggal di Jayapura.  

Posting Komentar

0 Komentar