www.suara.com |
Pagi ini
gerimis hujan merata di tanah Tabi, seorang sobat teken dari Jayapura menuju
Abe, ia hanya sedikit basah. Katanya sebelum hujan deras ia terus memacu
motornya hingga tiba di Abe. Konon nama Abe merupakan singkatan dari Algemene
Begraafplaats (Pemakaman Umum), tetapi entah bagaimana nama itu kemudian
berkembang menjadi Abepura (Kota Abe). Namun menurut masyarakat Tabi, Abe
adalah nama dari sepasang saudara, kakak dan adik.
Sambil tertawa
dan berjalan hilir mudik dengan suaranya yang bas, sobat ini berceritera
tentang Nara yang sedang ramai di bincangkan di media sosial. Mulai dari yang
bangga hingga yang pro dan kontra. “Sa pu teman dari Bandung inbox, dia cerita
tentang Nara yang ramai di bahas dalam grup-grup medsos yang dia ikuti.”
Katanya sambil tertawa.
Saya tersenyum
mendengar cerita sobat satu ini, dan dia memang benar. Mulai dari medsos, media
cetak hingga media elektronik membahas Nara Masista Rakhmatia, staf Indonesia
di Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) yang membantah pernyataan enam negara
Pasifik yang mengangkat masalah Hak Asasi Manusia di Papua.
Tak ada asap
tanpa api, tak akan ada pernyataan enam negara (Solomon Islands, Vanuatu,
Nauru, Marshall Islands, Tuvalu dan Tonga), jika memang tak ada masalah
pelanggaran HAM di Papua. Keenam negara Pasifik ini bukan baru mengetahui
masalah yang terjadi di Papua. Enam belas tahun lalu dalam Pacific Islands
Forum ke 31 di Tarawa, Kiribati 27-30 Oktober 2000 merupakan momentum Papua
hadir kembali dalam pertemuan PIF (setelah selama 31 tahun Papua di isolasi
oleh pemerintahan Soeharto), Papua hadir sebagai salah satu pencetus
terbentuknya PIF(1) .
28 Oktober isu
Papua juga menjadi bahasan yang hangat, dan untuk pertama kalinya para pemimpin
16 negara anggota Forum mengeluarkan pernyataan tentang Papua Barat;
"Forum
leaders expressed deep concerns about past and recent violence and loss of life
in the Indonesian province of Irian Jaya (West Papua). They called on the
Indonesian Government, the sovereign authority, and secessionist groups to
resolve their differences peacefully through dialogue and consultation. They
also urged all parties to protect and uphold the human rights of all residents
of Irian Jaya (West Papua). (2)
"Leaders
would welcome closer dialogue with the Government of Indonesia on issues of
common concern".
(The two words
"past and" were added to the statement at the full Forum session on
Monday 30 October, after Nauru called for recognition of past human rights
violations by Indonesia).
"The
people of West Papua look upon the Forum countries of the Pacific to play an
important role in relisting West Papua on the international agenda?I understand
that this is a delicate topic, but I believe if the Forum is to continue to be
relevant then it must confront such issues which are important to the lives and
democratic rights of the people of our region." (3)
Di bulan
September, Perdana Menteri Vanuatu's Barak Sope telah lebih dahulu mengangkat
isu Papua dan merupakan negara pertama yang mendeklarasikan dukungannya bagi
kemerdekaan Papua dalam United Nations Millennium Summit di New York. (4)
Vanuatu memiliki komitmen yang jelas, sejak Barak Sope, Moana Kalosil
(2013-2014) dan Charlot Salwai (2016). Dalam Debat Umum tahunan Majelis Umum
Perserikatan Bangsa-Bangsa 28 September 2013 Moana Karkas Kalosil menyatakan
“Bagaimana kita kemudian mengabaikan ratusan ribu orang Papua Barat yang telah
secara brutal dipukuli dan dibunuh? Orang-orang Papua Barat meminta PBB
bertindak sebagai mercusuar harapan … Mari kita, dengan keyakinan moral yang sama
menghasilkan dukungan terhadap penderitaan orang Papua Barat. Sudah saatnya
bagi PBB untuk beraksi dan memperbaiki beberapa kesalahan sejarah.” (5)
Moana Karkas
Kalosil kembali mengangkat isu Papua dalam Sidang Tingkat Tinggi ke 25, Dewan
Hak Azasi Manusia PBB di Jenewa, Swiss, 4 Maret 2014 di Geneva, Switzerland,
Pidato Perdana Menteri Vanuatu, mengatakan “Saya mendorong agar Dewan HAM PBB
pertimbangkan pengesahan resolusi tentang situasi hak asasi manusia di Papua
Barat. Akan lebih baik bila mandat meliputi penyelidikan atas dugaan
pelanggaran hak asasi manusia di Papua, dan berikan saran untuk penyelesaian
politik secara damai di Papua Barat. Hal ini juga akan membantu Presiden
Yudhoyono dalam mengupayakan dialog dengan Papua,” kata PM Vanuatu dalam pidatonya
yang dihadiri Hadir pada kegiatan tersebut sesuai agenda yang telah dimilikinya
adalah Secretary-General H.E. Mr. Ban Ki-Moon, President of Human Rights
Council H.E. Mr. Baudelaire Ndong Ella, President of General Assembly H.E. Mr.
John W. Ashe, High Commissioner Ms. Navi Pillay dan Host country H.E. Mr.
Didier Burkhalter, President of the Swiss Confederation. (6).
Pernyataan
Moana Karkas Kalosil tahun 2013 dianggap angin lalu oleh Marti Natalegawa
“Kenyataannya, perkembangan dalam beberapa tahun terakhir dari dimensi luar
negeri jauh lebih terkelola dibandingkan di masa lalu. Pihak yang meragukan
tidak ada di tingkat negara, kecuali satu, yaitu Vanuatu. Itu pun karena
masalah politik domestik mereka,” kata Marty menjawab pertanyaan Tempo dalam wawancara
terbatas di Jakarta, Jumat sore, 20 Desember 2013(7).
Sogavare
bertemu rekannya Charlot Salwai, Perdana Menteri Vanuatu. Keduanya memberikan
dukungan kepada ULMWP untuk mendapatkan keanggotaan penuh dalam pertemuan
tingkat tinggi MSG Juni nanti di Port Moresby, Papua Nugini. Meski pertemuan
tinggi MSG baru berlangsung Juni nanti, namun 3 anggota MSG dipastikan
mendukung ULMWP mendapat status anggota penuh, yakni Kepuluan Solomon, Vanuatu
dan Kanak Kaledonia Baru. Dua anggota lainnya, Fiji dan Papua Nugini belum
memberikan sinyal yang jelas. Awal tahun ini, Sogavare telah menawarkan diri
kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai mediator dialog antara pemerintah
Indonesia dengan rakyat Papua. Namun Jokowi menolak tawaran itu. MSG juga telah
menerima laporan dari sejumlah lembaga hak asasi manusia tentang situasi yang
dihadapi rakyat Papua. Sehingga menurut Sogavare, dalam pertemuan tingkat
tinggi MSG nanti mengagendakan permintaan kepada PBB untuk melakukan aksi
terhadap masalah genosida sebagai kejahatan kemanusiaan yang dilakukan
Indonesia terhadap rakyat Papua. (8).
"Situasi
pelanggaran HAM di Papua masih terus terjadi. Kami masih menerima laporan
peningkatan pelanggaran HAM berat di Papua," kata Utusan Vanuatu di PBB
menyampaikan pernyataan resmi Republik Vanuatu dalam Debat di Sidang Dewan HAM
PBB ke 32 di Jenewa, pada hari Rabu (22/6/2016) (9).
Menanggapi
pernyataan tersebut, Triyono Wibowo Wakil Menteri Luar Negeri Triyono Wibowo
mengatakan “Pernyataan tersebut tidak memiliki itikad baik dan bermotif politik
yang bisa ditafsirkan sebagai pendukung kelompok separatis di provinsi-provinsi
yang telah terlibat dalam menghasut kekacauan publik dan dalam serangan teroris
bersenjata terhadap warga sipil dan personel keamanan. "Dukungan tersebut
jelas melanggar maksud dan tujuan Piagam PBB dan prinsip-prinsip hukum
internasional tentang hubungan persahabatan antara negara-negara dan kedaulatan
dan integritas teritorial negara, biar saya jelaskan, Indonesia, sebagai negara
demokrasi, berkomitmen untuk memajukan dan melindungi hak asasi manusia,
termasuk dengan mengambil langkah yang diperlukan untuk mengatasi tuduhan
pelanggaran HAM di Papua. Sebagai salah satu tidak ada yang sempurna, kami
selalu terbuka untuk berdialog tentang isu-isu HAM. Tapi kami menolak
politisasi isu-isu tersebut. Kami menyesalkan cara Kepulauan Solomon dan
Vanuatu telah menyalahgunakan Dewan ini dan prinsip-prinsip universal memajukan
dan perlindungan HAM dengan mendukung penyebab separatisme,"
Pernyataan
Triyono Wibowo mirip dengan pernyataan yang di sampaikan oleh Nara dalam sidang
PBB 24 September. Jika berandai-andai mungkin saja Nara hanya mengulang
pernyataan bulan Juni 2016, tanpa menggali, mencari labih jauh data, kasus yang
terjadi di Papua.
Entahlah,
pemerinta tidak pernah menggangap serius permasalahan Papua, misalnya dalam
rapat kerja Wakil Menteri Luar Negeri Triyono Wibowo dengan Panitia Khusus
Otonomi Khusus Papua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) di Gedung DPD Kompleks
Parlemen, Senayan—Jakarta, Selasa (8/2/2011), dipimpin Wakil Ketua Pansus Otsus
Papua DPD Andi Mapetahang Fatwa (DKI Jakarta). Saat itu Triyono didampingi
Direktur Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik (IDP) Kementerian Luar Negeri
(Kemlu) Andri Hadi. Menurut Triyono; “Berdasarkan hasil pemantauan Kemlu,
gerakan mereka gagal atau tidak berhasil mengundang perhatian internasional
yang serius. Perhatian internasional dimaksud adalah perhatian pemerintah atau
masyarakat yang mewakili pelaku kebijakan luar negeri di negara lain atau
kelompok gerakan pendukung separatis di luar negeri.” (10)
Dari
pernyataan-pernyataan perwakilan pemerintah Indonesia dalam menangani masalah
Papua terlihat ada arogansi dan mengangap remeh enam negara di Pasifik
tersebut. Munculnya Nauru, Marshall Islands, Tuvalu dan Tonga ini tentu sedikit
mengejutkan, yang dalam istilah Papua “mek langsung di ulhat, pukulan telah ke
ulu hati”. Selama ini Indonesia terfokus pada anggota MSG dan tidak
memperhitungkan empat negara lainnya.
Indonesia
bukan tidak tahu ada sejumlah kasus pelanggaran HAM yang masih terjadi di
Papua, bahkan itu terjadi setelah reformasi, dalam masa pemerintahan empat
presiden. Tapi toh selalu senyum yang terlihat, ya mungkin karena ini bangsa
Timur yang murah senyum.
Mungkin saja,
anak muda yang lantang itu berkata keras untuk memanipulasi realitas, karena
sudah diatur dan anak muda itu hanyalah pion dari permainan catur politik ini.
Manipulasi sama saja dengan korupsi dan menurut Haryatmoko “Korupsi
mengomunikasikan praktik pelaksanaan kekuasaan. Modalitas praktik yang dipakai
tampak dalam cara membuat laporan, cara berinteraksi dengan atasan atau
instansi lain, dalam kontrak, cara membuat anggaran, mendapat jabatan,
penempatan anak buah, penerimaan anggota baru, syarat agar urusan bisa beres.”
(Kompas 15 Juli 2008)
Negeri ini
memang unik, sudah ketahuan korupsi, masih tersenyum sambil melambaikan tangan.
Hahahahaaaaaa,
dari pada bingung-bingung dan pusing lebih baik menyanyi, satu lagu dolo......
Mari kita
nyanyikan................
Tonk kosong
(Slank)
Sedikit
ngerti ngaku udah paham
Kerja
sedikit maunya kelihatan
Otak
masih kaya 'tk,
Kok
ngakunya Sarjana
Ngomong-ngomongin
orang
Kaya
udah jagoan...
Chorus:
Tonk
kosong nyaring bunyinya
Klentang-klentong
kosong banyak bicara
Oceh
sana-sini ngak ada isi
Otak
udang ngomongnya sembarang
Hak
manusia ingin bicara
Hak
manusia ingin bernyanyi
Kalau
sumbang janganlah didengarkan
Kalau
merdu ikutlah bernyanyi
Jangan
ngelarang-larang
Jangan
banyak komentar
Apalagi
menghina
Tonk
kosong nyaring bunyinya
Klentang-klentong
kosong banyak bicara
Oceh
sana-sini ngak ada isi
Otak
udang ngomongnya sembarang
Terserah
mereka kalian atau saya
Asal
nggak ngelanggar hukum
Biarkan
saja
Tong-tong
kosong mending pada diam
Biar
dunia tentukan pilihan
Yang
mana yang benar...
Yang
mana yang baik...
Dari
pada elo jadi...
Tonk
kosong nyaring bunyinya
Klentang-klentong
kosong banyak bicara
Oceh
sana-sini ngak ada isi
Otak
udang ngomongnya sembarang
Aaaa
aaaa aaaa aaaa aaaa aaaa aaaa aaaa
Tang
tong, tang kosong
Ko'Sapa@2016
0 Komentar