MENGGAGAS BENTUK PEMERINTAHAN KHUSUS DI TANAH PAPUA


(Memposisikaan Adat Alam Pemerintahan )

Cover Buku

Penulis                       : Jhon NR. Gobay
Penerbit                     : Dewan Adat Paniai, April 2015
Tebal                          : 53 Halaman 
Peresensi                   :  Natan N. Tebay


Dalam buku tersebut ada 5 Bab, masing masingnya memuat nilai yang variatif dan memiliki makna filosofis. Penulis mulai menjabarkaan di Bab I, Memahami masyarakat Adat Papua. Dalam ulasan penulis memuat tentang tipe-tipe kepemimpinan yang pernah disadurkan oleh seorang Antropolog Papua, Jos Mansoben, tetang tipe-tipe kepmimpinan, ada 4 tipe  sperti:

1.      Tipe Kepemimpinan Raja Atau Warisaan
2.      Tipe Kepemimpinan Pria Berwibawa Atau Big Man
3.      Tipe Kepemimpinan Campuraan
4.      Tipe Kepemipinan Keondoafiaan 

Pada BAB II penulis mengulas tetang Pemerintahaan adat yang telah diatur dalam Undang-Undang dan penulis mengambarkaan beberapa daerah atau wilayah yang mengunakana sistem adat dalam pemerintahaan formal. Penulis hendak mengemukakan bahwa pemerintahaan adat yang bersinergi mampu melahirkan sebuah bentuk pemerintahan yang baik, bersih, dan jujur. Dan pemerintahan adat buakan sebuah hal yang tabu. 

Pada Bab III penulis mengambarkan fenomena kehidupaan Indonesia dan Papua di masa lalu dimana ada kerajaan, penguasan daerah oleh Belanda dan sistem reformasi dan secara khusus lahirnya Otonomi Khusus. Ada perubahaan yang mesti dilihat, sedang terjadi dari pemerintahan dahulu, kini dan nanti. 

Secara khusus di Papua selama otonomi ada Sejak Tahun 2001, namanya adat tidak pernah diberikaan kewenangan, adat ada diluar dari kewenangan dan pemerintahan. Padahal dalam isi pokok-pokok pikiraan dalam Udang-undang OTSUS itu memuat tentang 3 pilar yakni Adat, Agama, dan Pemerintahaan. 3 pilar itu merupakan tonggak berdiri sebuah undang-undang. 

Dalam masa reformasi justru adat dijadiakan tameng kepentingan sehingga peran dan fungsinya tidak lagi diperhatikan karena lahirnya banyak partai-partai. Nilai adat tidak dipandang sebagai sebuah struktur sosial yang baku ada untuk mengatur kepentingan masyarakat. Tetapi, masyarakat mulai percaya pada partai politik, dan pemerintahaan karena jaminan hidup dan mental masyarakat mulai berubah.

Pada Bab IV, Menata pemerintahaan berbasis adat di kampung. Penulis melihat nilai adat karena ada dalam lingkup kampung maka  penatan mesti dimulai dari sana. Memang menurut Undang-Undang ada jenis-jenis desa atau kampung adat. Kampung murni adat, kampung administrasi pemerintahan, model keluharahan, kampung integrasi adat dan administrasi dan kampung kategori kelurahaan. 

BabV, menata Pemerintahaan bersama adat. Dengan adanya Undang-Undangan No.21. tentang OTSUS maka penulis sangat yakin wajah kekhususan akan tercermin bila adat ditempat dalam pemerintahaan formal. Kolaborasi antara pemerintahaan ada dan pemerintahan formal akan melahirkana perubahan-perubhaan singnifikaan, dapat dilihat dan diukur nilai-nilai adat juga pemerintahan yang juga diperankana oleh anak adat. 

Pengaturan adat dan pemerintahan. Aturan hukum positif tetap dilaksanakan oleh pemerintahan tetapi mengaturana teknis kesejahteran keluarga dan marga langsung ditanggani oleh adat. Dan struktur formal kepala-kepala suku duduk bersama pemerintahan dalam mengambil keputusaan.  Seperti dalam menggatasi  masalah sosial, tanah, masalah keluarga, masala wilayah dan lainya. 

Sebuah Gagasan dari Pembaca 

Menyimak buku “MENGGAGAS BENTUK PEMERINTAHAN KHUSUS  DI TANAH PAPUA (Memposisikaan adat alam pemerintahaan )” merupakan sebuah bentuk tawaran pemikiran dari anak adat, pimpinana adat, dan orang yang tahu menghargai adat seabagai sesuatu istimewa, penting dalam realita kehidupaan orang papua saat ini. Dan juga buku ini sebuah rujukaan yang positif , tidak pernah dewan adat lain lakukan selama ini, baru dimulai oleh Dewan Adat Paniai. 

Dalam buku ini juga banyak memuat tetang nilai-nilai kearifaan lokal yang semestinya dapat dimuat dalam sebuah aturaan legal pemerintahaan formal. Buku ini sebenarnya hendak menegur pemerintah yang selama ini tidak mendudukkaan  posisi adat dalam pemerintahan untuk pembangunan.

Jika mencermati fenomena adat di Papua banyak kelompok mulai mengaduknya menurut kebutuhaan dan kepentingan. 

Nilai-nilai subtansial adat yang mesti diwariskaan tidak berjalan, ada ketimpangan antara orang dan fenomoena sosial. Pemimpinan-pemimpin adat di kampung-kampung yang terisolasi oleh pengaruh global masih berjalan baik tetapi adat di daerah perkotaan, masyarakat multikultural dan multi etnis posisi adat kini telah mengalami transformasi , seakan manusia berwajah modern tak meiliki roh (adat). 

Seperti fenomena di Jayapura seorang ondoafi akan melepaskaan tanah bila ada uang, ada tawaraan yang diajukaan itu sesuai kebutuhan. Hal ini membuat tanah yang berada di daerah pinggiran jalan raya, tanah kelas nomor 1 sudah beralih fungsi. 

Peran keondoafiaan dalam pemerintahan tidak aktif, Ondo hanya ada dalam peran sosial. Tetapi dalam peran pemerintahaan ia sebagai pelengkap bila diperlukan. Padahal yang memiliki hak atas ulayat diaman meperintah bangun fasilitas (sarana dan prasarana)  serta melaksanakan adminsitrasi diatas kedaulataan keondoafiaan.  

Aspek lain, ada struktur adat, dewan adat papua, selama ini tidak pernah mengembangakan nilai-nilai adat yang ada dalam konteks kehidupaan orang Papua. Ada yang yang ada di pelintir sebagai sebuah napas politik. Yang semenstinya menguatana struktur adat digenjot dan setiap keret atau klan mengatur dan menjaga tanah, air dan manusianya.  

Selama ini tanah adat merupakan sebuah masalah yang sangat riskan, seperti tanah papua tak berpenghui siapa saja datang masuk mengambil, seperti tanah tak bertuan. Banyak yang mengais segala kekayaan tetapi tidak pernah buat sesuai yang menghidupkan masyarakat adat. 

Pemerintahan dengan kekuaasanya mulai mendirikaan Lembaga Masyarakat adat (LMA) Papua di berbagai tempat. Selain struktur pemerintaha juga berikaan operasioanal. Ada dualisme struktur adat, milik pemerintah dan strutktur adat menurut versi masyrakat adat. Ada menjadi polemik yang tak ada ujungnya karena berkaitan langsung dengan tanah, manusia dan kekuasaan. 

Aktivitas LMA Papua dan adat sangatlah variatif, LMA lebih mengembangkan nilai-nilai Pancasila dan menghadiri forum-forum yang diselenggarakan oleh pemerintah sedangakan struktur, dalam penulisan buku bentuk pemerintahan khusus di sadurkan oleh saudara John N.R. Gobay bukanlah adat masuk dalam sebuah struktur pemerintahan seperti lazimnya masuk ada di bawa koordinasi Kesatuaan Bangsa  (Kesbangpol). 

Tetapi yang saya mengerti adalah adat yang memiliki betuk pemerintahan, aturaan-aturan (batasan-batasan) itu diberikaan ruang yang memiliki kekuasaan dan kewenangan penuh yang sejajar dengan pemerintah. 

Pembagian kewenangan tentu tidak semudah apa yang diharapakaan mesti ditempah dengan berbagai cara, menurut saya: semua anak adat mesti cermat dan memilah dan mampu  menempatkan situasi sekarang, masa kini sebagai tantangan atau peluang. Apabila peluang anak adat akan diberikaan ruang untuk mulai membangun sebuah paradigma baru, gagasaan ini apabila didepankanmasa papua bisa menjadi sebuah pemerintahan yang memiliki model.

Eksistensi adat semestinya dikembali ke adat. Gagasaan untuk membawa adat dalam pemerintahan adat mesti dikalsifikasikan kembali menurut kebutuhan. Pertanyaanya adalah, apakah gagasaan ini dapat diterima oleh masyarakat adat sendiri ?

Dengan kacamata objekstif, saya melihat ada ketidakpercayaan masayarakat adat terhadap pemeritnahaan daerah maupun pusat sehingga banyak terjadi kesenjangan sosial  yang bertajuk dalam topik politik, budaya, dan ekonomi.

Apakah buku hendak menjadi jembatan penyatu antara masyarakat adat dan pemerintaha pusat atau proinsi papua ataukah buku hanya sekedar sebagai sebuah referensi yang dapat dibaca saja. 

Secara khusus dengan intelektualitas yang dewasa saya berani mengatakan, buku ini merupakan rujukaan, siapa yang hendak menghormati adat pasti akan menempatkaan adat dalam perang strategis dalam kepemimpinan. 

Perlu ada sebuah wilayah tinjauaan yang dijadiakan sebuah daerah percobaan dari buku ini, apabila wilayah tersebut benar-benar mendapatakan sebuah perbuhan singnifikan maka buku ini bisa digunakan sebagai acuaan yang dapat dilegalkan.  Dan gagasaan ini datang dari wilayah adat Meepago, bila mulai dipraktekkan akan lebih baik lagi.  


Ko'Sapa@2016
 

  

Posting Komentar

0 Komentar